• Breaking News

    Galih Gumelar : Tata Kota Di Indonesia Tidak Memiliki Drainase Yang Baik Karena Birokasi

    GalihGumelar.org - "Penataan kota bukan semata-mata menata satu ruang tertentu dari sudut pandang tertentu, penataan kota harus memiliki sudut pandang dari segala aspek dan segala jarak" Ungkap Galih Gumelar.

    Dengan adanya bencana banjir baru-baru ini yang menimpa Ibu Kota Indonesia, sangat membuktikan bahwa sistem penataan kota di Indonesia khususnya Ibu Kota Indonesia sebagai trend center pembangunan tidak memiliki penataan drainase yang baik.

    "Segala pembangunan yang ada di negara kita, apalagi perencanaannya adalah dapat dikatakan setengah matang, bagaimana tidak, dalam sebuah proses penataan, perencanaan, pelelangan bahkan hingga proses pembangunan, selalu dikerjakan setengah-setengeah dan dengan ahli yang setengah bisa bahkan biaya yang setengah dipangkas juga" Ungkap Galih Gumelar.

    "Bila sebuah kota ingin memiliki drainase atau penataan kota yang baik, yang paling penting adalah SDM penggagas, perencana, pekerjanya dahulu yang di perbaiki, karena hampir semua pembangunan di negeri kita ini tidak terlepas dari APBD atau APBN yang ternyata menjadi penyebab dan penentu perencanaan pembagunan di sebuah daerah yang Konsep desainnya bagus bisa menjadi jelek dilapangan karena banyak perubahan bahkan pengurangan spek karen terbentur anggaran dan sebagainya".Tambah Galih Gumelar.

    Lebih lanjut "Siapa yang tidak ingin memiliki ibu kota seperti Kota Singapura, namun apakah dalam melakukan sebuah proyek pekerjaan , sebuah konsep yang diterapkan dalam DED benar-benar ada dalam pendisainan dan pendisainan benar-benar terjadi sesuai RAB di lapangan, ternyata tidak" Tambah Galih Gumelar.

    Memang tidak dipungkiri, setiap pekerjaan atau proyek pemerintah selalu banyak campur tangan berbagai pihak  sehingga konsep yang tertuang dalam DED atau PERDA dan sebaginya tidak bisa tercapai dengan benar dan tepat pada waktunya.

    Banyaknya jalur birokasi dan kepentingan memang tanpa disadari menjadi penghambat penataan kota apalagi proyek drainase yang banyak dipandang sebelah mata oleh birokrasi karena akan terasa dampaknya jika musim penghujan datang.

    Kalau saja perencanaan drainase dalam penataan kota dilakukan secara seksama dan pimpinan daerah berani menggagas dengan anggarang yag tersedia, kenapa juga harus ada yang menentang dan menghambat jika memang sesuai kebutuhan kota dan masyarakat.(SRH)

    3 komentar:

    1. Kalau di Jakarta kayaknya nggak ada engineer yang handal. Buktinya jalan-jalan sering di-overlay, sehingga lubang-lubang yang dibuat untuk menyalurkan genangan air di jalan ke saluran/gorong-gorong makin lama makin kecil bahkan tertutup sma sekali. Sehingga jalan menjadi saluran baru.
      Lain dari itu, penata kota kayaknya nggak peduli dengan kenyamanan pejalan kaki. Trotoir yang seharusnya menjadi "kekuasaan" Pemda, semaunya saja dibikin naik turun dan miring-miring oleh pemilik lahan dipinggir jalan itu. Menurut saya seharusnya ada aturan pemilik lahan yang butuh akses ke trotoir sudah mengatur kemiringan jalannya agar tidak "memiringkan" trotoir. Miringnya trotoir memaksa orang berjalan miring kecuali kalau orang itu punya kaki panjang sebelah.

      BalasHapus
    2. Kalau di Jakarta kayaknya nggak ada engineer yang handal. Buktinya jalan-jalan sering di-overlay, sehingga lubang-lubang yang dibuat untuk menyalurkan genangan air di jalan ke saluran/gorong-gorong makin lama makin kecil bahkan tertutup sma sekali. Sehingga jalan menjadi saluran baru.
      Lain dari itu, penata kota kayaknya nggak peduli dengan kenyamanan pejalan kaki. Trotoir yang seharusnya menjadi "kekuasaan" Pemda, semaunya saja dibikin naik turun dan miring-miring oleh pemilik lahan dipinggir jalan itu. Menurut saya seharusnya ada aturan pemilik lahan yang butuh akses ke trotoir sudah mengatur kemiringan jalannya agar tidak "memiringkan" trotoir. Miringnya trotoir memaksa orang berjalan miring kecuali kalau orang itu punya kaki panjang sebelah.

      BalasHapus

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo