• Breaking News

    Tinggalkan Hukum Waris Adat Gunakan Hukum Waris Islam


    www.galihgumelar.org - QS : al-Ahzab (33)  ayat 36. Maksudnya: Barang siapa memilih ketentuan hukum selain ketetuan Allah Ta’ala, sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.
    Masyarakat Kerinci (bumi putra) adalah 100 persen beragama Islam. Mereka dikenali sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi adat yang empat, yaitu; Adat yang sebenar adat, adat yang diadatkan, adat yang teradat dan adat istiadat.

    Antara adat yang empat tersebut, adat yang sebenar adat menjadi pedoman utama dalam menyelesaikan sesuatu pertelingkahan di tengah masyarakatnya. Sehingga petitih adat berbunyi Adat bersandi syarak, syarak bersandi Kitabullah merupakan sandaran atau pedoman utama bagi menentukan suatu kaedah hukum. Kemudian di iringi pula dengan petitih adat yang berbunyi “Benar kato adat, syah kato syarak; salah kato adat batal kato syarak”.
    Fanatiknya masyarakat kerinci dengan hukum adat, ternyata tidak konsekwen kepada Adat yang sebenar adat, terutama sekali dalam hal pembagian harta waris. Masyarakat Kerinci dalam menentukan pembagian harta waris dikenal dengan kaedah yang disebutkan dalam petitih adat.; Kecik hati Tungao samo dicecah, gedang hati Gajah  samo dilapah, samo jantan samo batino’.
    Maksudnya, (kecik hati Tungau samo dicecah) jika sedikit sama- sama sedikit,  (gedang  hati Gajah samo dilapah) jika banyak sama-sama banyak,  (samo jantan samao batino) antara saudara perempuan dengan saudara lelaki tidak ada perbedaan, mendapat bagian yang sama sedikit, sama banyak.
    QS : An-Nisa’ (4) ayat 11. Maksudnya: Allah perintahkan kamu mengenai (pembagian harta warisan untuk) anak-anak kamu, yaitu bagian seorang anak lelaki menyamai bagian dua orang anak  permpuan. Tetapi jika anak-anak perempuan itu lebih dari dua, maka bagian mereka ialah dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh si mati. Dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka bagiannya ialah seperdua (separuh) dari harta itu.
    Dan bagi ibu-bapa (si mati), tiap-tiap seorang dari keduanya: seperenam  dari harta yang ditinggalkan oleh si mati, jika si mati itu mempunyai anak. Tetapi jika si mati tidak mempunyai anak, sedang yang mewarisi hanyalah kedua ibu-bapanya, maka bagian ibunya ialah sepertiga. Kalau pula si mati itu mempunyai beberapa orang saudara (adik beradik), maka bagian ibunya ialah seperenam. (Pembagian itu) ialah sesudah diselesaikan wasiat yang telah diwasiatkan oleh si mati, dan sesudah dibayarkan hutangnya.
    Maksud ayat ini, bahwa; bagian seorang anak lelaki menyamai bagian dua orang anak perempuan, dengan kata lain anak lelaki 2/3, anak perempuan 1/3.
    Masyarakat Kerinci dalam hal pembagian harta waris sangat fanatik dengan hukum adat yang diadatkan, yaitu membagi harta waris dengan pembagian sama rata sama banyak antara lelaki dan perempuan.
    Artinya; secara langsung ataupun tidak langsung telah menolak adat yang sebenar adat yakni  al-Quran.
    QS : al-Maaidah (8)  ayat 50. Maksudnya: Patutkah mereka itu berkehendak lagi kepada hukum jahiliah? Padahal tidak ada sesiapa pun yang bisa membuat hukum yang lebih baik daripada Allah Taala. Dan apabila dikatakan kepada mereka; marilah menurut kepada apa yang telah diturunkan Allah (al-Quran) dan yang disampaikan oleh Rasul-Nya (sunnah). Mereka itu berkata; cukuplah bagi kami apa-apa yang kami perdapat daripada nenek moyang kami (hukum adat) meskipun mereka itu tiada mengetahui suatu apa pun dan tidak pula  mendapat hidayah petunjuk. QS : al-Maaidah (8)  ayat 104).
    Sedemikian fanatiknya masyarakat kerinci dengan hukum adatnya walaupun sudah bersuluh dengan matahari bahwa amalan pembagian harta warisan dengan sistem sama banyak sama rata antara lelaki dan permpuan itu bertentangan dengan al-Quran. Mereka sanggup menolak al-Quran (adat yang sebenar adat) semata-mata ingin pertahankan adat yang diadatkan.
    Allah SWT, telah memperingatkan orang-orang yang sedemikian itu dengan firman-NYa; “Tidak ada hak memilih bagi leleki mukmin dan perempuan mukminah dalam suatu urusan mereka, bila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan (hukum mengenai) urusan itu. Barang siapa  mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. _ QS : al-Ahzab (33)  ayat 36.
    Ayat ini menegaskan satu kaedah yang wajib dipatuhi oleh orang-orang mukmin dalam segala urusan hidupnya, yaitu tidak harus bagi seseorang itu memilih sesuatu ketetapan selain daripada yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan diterangkan oleh rasul-Nya (Nota 1455, Tafsir Pimpinan Ar-Rahman, Malaysia).
    “Segala hukum yang tersebut (hukum waris) adalah batas-batas (Syari’at) Allah.  Dan sesiapa yang taat kepada  Allah dan Rasul-Nya, akan dimasukkan oleh Allah  ke dalam Syurga yang mengalir dari bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya;  dan itulah kejayaan yang amat besar”. _ QS : An-Nisa’ (4)  ayat 13.
    “Dan sesiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, dan melampaui batas-batas Syari’atnya, akan dimasukkan oleh Allah ke dalam api neraka, kekallah dia di dalamnya, dan baginya azab siksa yang amat pedih dan menghinakan”. QS : An-Nisa’  (4) ayat 14.
    Ayat 13 dan 14 ini, menegaskan peringatan Allah kepada  kita bahwa; ‘Adalah wajib hukumnya menyelesaikan pembagian harta waris  mengikut peraturan yang telah ditetapkan-Nya, yaitu faraid’. Dan  barang  siapa yang  tidak mahu menggunakan faraid untuk membagikan harta waris, melainkan mengguna hukum  ciptaan  nenek  moyang mereka (hukum adat)  yang  nyata  dan jelas  bertentangan dengan ketentuan Allah, niscaya  Allah  akan memasukkan  mereka ke dalam  Neraka dan  kekal di dalamnya serta siksaan yang amat pedih dan menghinakan.
    Prof. Dr.HAMKA dalam buku tafsir Al-Azhar Juzuk ke-4 Halaman 328 mengatakan, bahwa;“Betapapun taatnya seseorang itu beribadah, kalau batas-batas yang ditentukan  oleh Allah  mengenai hukum faraid ini diabaikan, Neraka jugalah tempatnya. Sebagai  seorang muslim  dalam masyarakat modern, taatilah peraturan Islam dalam hal hukum faraid, yang lebih sempurna daripada peraturan yang mana sekalipun”.
    Beliau mengatakan “Jangan membuat wasiat yang mengubah ketentuan Tuhan. Sebagai orang Islam yang hidup dalam masyarakat keibuan dengan adat Perpatihnya (seperti di Minangkabau), atau masyarakat kebapaan  (seperti di suku Batak Tapanuli), apabila bertemu dua  peraturan hukum yang berlawanan, dahulukanlah peraturan  Islam daripada yang lain itu, supaya jangan masuk Neraka”.
    Firman Allah Ta’ala, bermaksud: Jika kamu berselisih paham  dalam sesuatu perkara, maka hendaklah (kamu) kembalikannya kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (sunnah). Jika benar kamu beriman kepada kepada Allah dan hari akhirat. Demikian itu lebih baik kesudahannya. _ QS : Surah an-Nisa’ (4) ayat 59.
    Jika masyarakat kerinci mengatakan pembagian harta waris boleh dipakai hukum waris adat, dengan pembagian sama banyak sama sedikit antara anak lelaki dan anak perempuan, dengan alasan  pembagian itu sudah adil dan dipakai semua orang.
    Bagaimana sekiranya hukum waris adat  KERINCI adalah sama dengan salah satu hukum waris adat yang beraneka ragam di Indonesia?. Antara lain;
    1#. Anak  Lelaki  Tertua  Saja. Pada masyarakat Lampung anak lelaki tertua saja yang merupakan ahli waris tunggal untuk mewarisi harta peninggalan orang tua mereka. Artinya,anak lelaki yang lain adalah sama kedudukannya dengan anak perempuan yaitu tidak mendapat bagian harta peninggalan orang tuanya..
    Anak  Perempuan  Tertua Saja. Anak perempuan tertua merupakan ahli waris tunggal yang berhak mewarisi harta peninggalan ibu-bapanya. Sedangkan anak perempuan yang lain adalah sama kedudukannya dengan anak lelaki, yaitu tidak mendapat bagian sama sekali. Tetapi pada beberapa masyarakat tertentu pada masyarakat Tanah Semendo, kalangan suku Dayak Sandak dan Dayak Tayan di Kalimantan Tengah jika anak perempuan tertua tidak ada maka digantikan oleh anak lelaki termuda.
    2#. Anak  Lelaki  Saja. Pada masyarakat Tanah Batak, Mentawai dan Bali, yang menjadi ahli waris daripada harta peninggalan orang tuanya adalah semua anak yang lelaki, sedangkan anak perempuan dan ahli waris lainnya seperti janda (isteri) tidak mendapat bagian sedikitpun daripada harta warisan.
    3#. Anak  Lelaki  Untuk  Bapanya,  Anak  Perempuan  Untuk Ibunya.  Pada masyarakat  Suwu, hanyalah anak  lelaki  merupakan  ahli waris  dari harta  peninggalan bapanya dan anak  perempuan  ahli waris kepada harta ibunya.
    4#. Anak  Lelaki  Dan  Anak  Perempuan. Biasanya dalam masyarakat Bilateral ahli warisnya adalah anak lelaki dan anak  perempuan. Misalnya  di Kalimantan pada suku Dayak dan di Sulawesi pada masyarakat Tanah Toraja, masyarakat Jawa, mayarakat Kerinci, anak lelaki dan anak perempuan mempunyai hak yang sama  mewarisi harta peninggalan orang tuanya.
    5#. Anak  Tertua  Saudara  Lelaki  Kandung. Pada Masyarakat  Tesifeto  di Kabupaten Belu Timur, Nusa Tenggara Timur mempunyai sistem hukum warisan yang menyimpang daripada sistem warisan pada kebanyakan masyarakat adat di Indonesia. Pada sistem ini ahli waris utama adalah anak tertua saudara lelaki  kandung. Sedangkan anak-anak mereka sendiri tidak mendapat apa-apa dari harta peninggalan orang tuanya sendiri.
    Seandainya, di Kerinci kebetulan sama dengan hukum waris pada masyarakat Bali, Batak Tapanuli dan Mentawai, maka yang mendapat bagian harta waris orang tua hanyalah anak lelaki saja, sedangkan anak perempuan tidak mendapat apa-apa.
    Seandainyadi Kerinci kebetulan sama dengan hukum waris  masyarakat  Tesifeto  di Kabupaten Belu Timur, Nusa Tenggara Timur, yang mewarisi harta orang tuanya adalah anak lelaki tertua daripada saudara lalaki kandung ayahnya, sedangkan anaknya sendiri tidak mendapat apa-apa.
    Bagi masyarakat adat di daerah tersebut pembagian yang sedemikian adalah sangat adil bagi mereka. Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalangnya. Keadilan manakah yang hendak kita ikut? Keadilan hukum waris adat? Atau keadilan hukum waris  Islam?
    Mohd Salleh Daud dalam ‘kamus kini federal’ (Malaysia) memberikan defenisi ‘Adil’ dengan pengertian “tidak berat sebelah. [Beliau memberi contoh kalimat] Emak sangat adil apabila membagikan makanan kepada anak-anaknya, semua mendapat sama banyak”.
    Dalam kalimat tersebut Mohd Salleh Daud tidak menyebut secara langsung semua anak-anak yang mendapat bagian makanan sama banyak. Mungkin anak seorang ibu tersebut yang lebih daripada seorang, apakah perempuan semua atau lelaki semua atau lelakidan perempuan. Berapa tahunkah umur anaknya? Mungkin ada yang masih bayi balita, ada yang dua tahun, ada yang 20 tahun, mungkin sudah ada yang punya anak dua atau tiga.
    Apabila ibu itu memberikan makanan kepada anak-anaknya sama banyak kepada anak lelaki mahupun anak perempuan, dinilai adil atau tidak berat sebelah mungkin semua orang dapat terima. Bahkan, mungkin semua orang akan memuji ketelusannya. Bagaimana jika anak-anaknya yang masih bayi balita ikut diberi nasi bungkus dengan lauk yang pedas? Sewajarnya bayi balita diberi minum susu.
    Bagaimana pula jika ibu tersebut memberikan kopiah atau kain jilbab kepada semua anaknya baik lelaki mahupun perempuan, ini adalah perbuatan yang tidak wajar, tidak dapat dikatakan adil. Sepatutnya anak lelaki diberikan kopiah, anak perempuan diberikan kain jilbab. Bukan sama-sama pakai kopiah atau sama-sama pakai jilbab.
    Bagi masyarakat Kerinci pembagian secara adat sama banyak sama rata antara anak lelaki dan anak perempuan dinilai adil karena tidak memihak  dan tidak berat sebelah, dianggap cukup adil dari pandangan adat bukan adil daripandangan Islam. Sebagai penganut Islam mahu pilih hukum adat atau hukum Islam yang bersandikan kitabullah bernama al-Quran ?.
    Defenisi Adil menurut Kamus Pintar Bahasa Indonesia ialah; tidak memihak, pada tempatnya,tidak berat sebelah. Daripada tiga pengertian adil tersebut jika dinilai dengan kacamata Islam lebih tepat dengan pengertian pada tempatnya. Dalam hal pembagian harta waris secara Islam, adil ialah memberikan hak yang sesuai dengan keadaan, keperluan dan tanggungjawab masing-masing yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya.
    Oleh karena itu  sebagaimana contoh yang dikemukakan oleh Muhd Salleh Daud, pengertian adil tidak dapat diukur dengan membagikan sesuatu dengan sama rata dan sama banyak, tetapi menurut keperluan yang sepatutnya.
    Sekarang  marilah  kita tinjau perbedaan antara lelaki dan perempuan tentang keadaan, keperluan  dan tanggungjawab mereka.
    #. Lelaki dalam ajaran  Islam, diwajibkan bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan anak dan isterinya. Begitu juga dengan segala urusan rumah tangga, lelaki bertanggungjawab menyediakan uang untuk kegunaan keperluan  kehidupan anak dan isteri. Menyediakan  tempat  tinggal  (rumah), keperluan seharian seperti makan, pakaian, perbelanjaan sekolah anak-anak dan lain sebagainya. Semuanya terbeban ke atas pundak seorang lelaki bernama suami.
    #. Perempuan dalam ajaran Islam, tiada suatu kewajiban seperti disebutkan di atas yang terbeban ke atasnya. Perempuan hanya berkewajiban menjaga dan mendidik anak serta mengawasi keadaan rumah tangga. Perempuan  tidak berkewajiban memberi nafkah dalam kehidupan  rumah tangga, bahkan  sebaliknya  berhak menerima nafkah daripada suaminya.
    Kesimpulannya, adalah banyak sekali tanggungjawab  yang dibebankan ke atas pundak lelaki berbanding perempuan.  Maka sebagai keadilan daripada Allah S.W.T.  Yang Maha Adil, Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, dilebihkanNya bagian  anak lelaki berbanding anak perempuan  dalam  pembagian  harta  peninggalan  orang tua mereka.
    Ketentuan tersebut adalah sebagaimana disyariatkan dalam QS. an-Nisak  4 : 11.  Maksudnya: Allah mensyariatkan kepadamu tentang (pembagian warisan) anak-anakmu, untuk seorang lelaki seumpama bagian dua orang perempuan. Pembagian seperti ini sangat Adil bagi Allah Taala bagi orang-orang yang mengaku beragama Islam. Jika mereka menolak, artinya mereka menolah Kitabullah, maka cacatlah rukun imannya.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo