• Breaking News

    Apakah Boleh KPA Merangkap PPK ?

    Galih Gumelar - Berikut adalah kutipan dari beberapa argumen dan penjelasan mengenai apa yang menjadi latar kebijakan PA/KPA bertindak sebagai PPK? Bagaimana jabatan yang tertulis pada kontrak apabila PA/KPA bertindak sebagai PPK? Apakah ditulis PPK? PA? KPA? atau PA/KPA bertindak sebagai PPK? dan berbgai pertanyaan lainnya.

    Berdasarkan UU 17/2003 dan 1/2004, yang berhak melakukan perikatan sehingga terjadi pengeluaran anggaran atau yang berhak menggunakan anggaran adalah PA (Pengguna Anggaran). Kewenangan penggunaan anggaran ini dapat dikuasakan sesuai dengan batas-batas kewenangan PA. Penguasaan inilah yang disebut dengan Kuasa Pengguna Anggaran.

    Pada tahun 2006, bersamaan dengan munculnya Perubahan Ke 4 Keppres 80/2003, muncul istilah Pejabat Pembuat Komitmen. Jabatan ini tidak ada dalam SOTK dan muncul karena adanya kekhawatiran bahwa kewenangan PA yang terdiri atas perikatan dan keuangan adalah kewenangan yang terlalu besar. Sehingga diperlukan delegasi kewenangan khususnya untuk PERIKATAN. Oleh sebab itu, PPK dan PA sebenarnya satu fungsi, dimana kewenangan melakukan perikatan diserahkan kepada PPK dan kewenangan pembayaran diserahkan kepada PA/KPA. Perikatan ini tentu dilakukan untuk dan atas nama K/L/D/I atau Satker, oleh sebab itu, PPK bertindak untuk dan atas nama K/L/D/I yang memiliki anggaran (Lihat Konsideran Surat Perjanjian). Istilah PPK ini dikeluarkan tahun 2006 hanya dalam bentuk Perpres dan tidak ditindaklanjuti oleh Permendagri, sehingga muncul penolakan bahwa di APBD tidak ada PPK, yang ada adalah PPTK.

    Tahun 2010, bersamaan dengan munculnya Perpres 54/2010, PPK diwajibkan bersertifikat. Masalah PPK/PPTK ini semakin meruncing.

    Tahun 2011, Mendagri mengeluarkan perubahan kedua dalam bentuk Permendagri 21/2011 yang menyebutkan istilah PPK pada pasal 10A dan Pasal 11A, dan digunakan kalimat “PA/KPA Bertindak Sebagai PPK”.

    Tahun 2012, Perubahan kedua Perpres 54/2010 (Perpres 70/2012) menyatakan bahwa dalam hal tidak ada yang memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai PPK, maka PA/KPA bertindak sebagai PPK. Ini berarti, apabila tidak ada yang memenuhi persyaratan pada K/L/D/I untuk ditetapkan sebagai PPK, bukan mengangkat Pegawai Satker lain sebagai PPK, melainkan dikembalikan ke fungsi UU 17/2003 dan 1/2004 dimana PA/KPA bertindak sebagai PPK.

    Kalimat di Permendagri dan Perpres SAMA, yaitu menggunakan kalimat “bertindak sebagai” bukan “merangkap“. Sehubungan dengan hal tersebut, maka apabila PA/KPA bertindak sebagai PPK, maka dalam kontrak tetap disebutkan jabatan asalnya, yaitu PA atau KPA, bukan jabatan PA/KPA Bertindak sebagai PPK karena tidak ada konsideran jabatan tersebut.

    Surat Deputi IV LKPP mengenai Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang dapat merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), tanggapan dari rekan sesama Ahli Pengadaan Nasional , bahwa dasar hukum yang digunakan saat ini adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Setelah mengunduh dan menganalisa, penulis berpendapat bahwa telah terjadi antinomi antara Permendagri No. 21 tahun 2011 dengan Perpres No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan oleh PA/KPA dengan merangkap sebagai PPK.

    Perpres No. 54 tahun 2010 menegaskan pemisahan antara PA/KPA dengan PPK berupa pemberian kriteria (persyaratan) dan kewenangan yang berbeda, namun dalam Permendagri No. 21 tahun 2011 keduanya dapat dirangkap dan dijadikan satu. Dari sini timbul pertanyaan apa dampak hukum atas PA/KPA yang merangkap sebagai PPK dengan dasar hukum Permendagri No. 21 tahun 2011 tersebut.

    Dalam konsiderans Permendagri No. 21 tahun 2011 disebutkan beberapa alasan yang menjadi pertimbangan dalam penyusunannya, salah satunya adalah :penegasan terhadap kedudukan pejabat pembuat komitmen. Kemudian dalam pasal 10 A, disebutkan:

    Pasal 10A

    Dalam rangka pengadaan barang/jasa, Pengguna Anggaran bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

    Kemudian dalam Pasal 11, disebutkan:

    Pasal 11

    (1)Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian kewenangannyakepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.

    -sampai dengan-

    (4)Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.

    (5)Dalam pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekaligus bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.

    Dari uraian pasal-pasal dalam Permendagri No. 21 tahun 2011 tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pengadaan barang/jasa Permendagri menegaskan bahwa PA/KPA dapat bertindak sekaligus sebagai PPK. Tidak ada dasar hukum yang disebutkan sehingga ada pengaturan tersebut, jadi yang membuat aturan adalah Permendagri tersebut.

    Perpres No. 54 tahun 2010 mengatur bahwa dalam pengadaan barang/jasa, antara PA/PPK dengan PPK dipisahkan (PA/KPA menetapkan PPK), sehingga ada pemberian kewenangan dari PA/KPA kepada PPK khusus dalam hal pengadaan barang/jasa. Dengan adanya pemberian kewenangan kepada PPK, jelas kedudukannya bahwa PPK bertanggungjawab kepada PA/KPA. Kenapa pengaturannya seperti itu? Sebagaimana disebutkan dalam konsiderans, bahwa penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah harus efisiensi dan efektif,sehingga diperlukan upaya untuk menciptakanketerbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, dengan demikian diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancarantugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Itulah sebabnya Perpresmendefinisikan PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan untuk menjadi PPK diberikan persyaratan yang cukup tinggi sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 ayat (2). Titik berat dalam Perpres No. 54 tahun 2010 adalah PPK haruslah seorang yang profesional dan tidak berpihak (independen) sehingga dapat menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel.

    Karena Perpres No. 54 tahun 2010 mengamanatkan adanya pemisahan antara PA/KPA dengan PPK sedangkan Permendagri No. 21 tahun 2011 memperbolehkan maka terjadi pertentangan/konflik antara norma hukum (antinomi) ada pertentangan hukum, bagaimana meninjau keadaan ini dalam ilmu hukum? jawabannya dikembalikan kepada tata peraturan perundang-undangan di Indonesia.

    Dalam Pasal 5 Undang Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan :

    Pasal 5

    Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan PeraturanPerundang-undangan yang baik,yang meliputi:

    a.kejelasan tujuan;
    b.kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
    c.kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
    d.dapat dilaksanakan;
    e.kedayagunaan dan kehasilgunaan;
    f.kejelasan rumusan; dan
    g.keterbukaan.

    Kemudian dalam Pasal 8, disebutkan:

    Pasal 8

    (1)JenisPeraturanPerundang-undanganselain sebagaimanadimaksuddalamPasal7ayat(1) mencakupperaturanyangditetapkanolehMajelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DewanPerwakilanDaerah,MahkamahAgung, MahkamahKonstitusi,BadanPemeriksaKeuangan, KomisiYudisial,BankIndonesia,Menteri,badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk denganUndang-UndangatauPemerintahatas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota,Bupati/Walikota,Kepala Desa atau yang setingkat.

    Penjelasan Pasal 8 ayat (1)

    Pasal 8
    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan “Peraturan Menteri” adalah peraturan yangditetapkanolehmenteriberdasarkanmaterimuatan dalamrangkapenyelenggaraanurusantertentudalam pemerintahan.

    Dengan meninjau Undang Undang No. 12 Tahun 2011 kita dapat melihat bahwa Peraturan Menteri juga bagian dari Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Pasal 8 ayat 1), namun demikian sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 5, pembentukan peraturan menteri harus melihat pada kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; serta disusun dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan (penjelasan Pasal 8 ayat 1).

    Dari sini dapat dibuat kesimpulan, yaitu :

    1.Pengaturan PA/KPA dapat bertindak sebagai PPK dalam Permendagri No. 21 Tahun 2011 tidak sesuai secara hierarki dan materi muatan dengan Perpres No. 54 tahun 2010 yang lebih tinggi hierarkinya dibandingkan dengan Permendagri berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ini sesuai dengan asas hukum “Lex Superior Derogat Legi Inferiori” dimana terhadap 2 (dua) peraturan yang berada dalam urutan yang berbeda dan mengatur hal yang sama, maka peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi[2], dalam hal ini Permendagri secara hierarki lebih rendah dari Perpres.

    2.Ruang lingkup Permendagri No. 21 Tahun 2011 adalah urusan tertentu dalam Kementrian Dalam Negeri, seharusnya pengaturan tersebut dibaca khusus diberlakukan bagi Kementrian Dalam Negeri, namun demikian kekhususan tersebut seharusnya bersifat mengatur lebih jauh dan tidak membuat aturan yang menyimpangi dan bertentangan dengan peraturan diatasnya secara hierarki. Asas preferensi hukum “Lex Specialis Derogat Legi Generali” memang mengatur penggunaan peraturan yang lebih khusus, namun asas tersebut tidak dapat diterapkan dalam hal ini karena kriterianya adalah bilamana 2 (dua) peraturan tersebut dalam urutan yang sama (sejajar) dalam hierarki perundang-undangan dan mengatur hal yang sama[3].

    Lantas bagaimana jalan keluar mengatasi keadaan yang terjadi di daerah saat ini? kalau dihadapkan pada terbatasnya aparatur, maka PA tidak perlu membuat KPA, personil yang tadinya akan ditempatkan sebagai KPA dapat dijadikan sebagai PPK dengan kewenangan yang dibutuhkan oleh PA. Contoh : Bupati dapat membentuk 1 ULP terlebih dahulu untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa bagi semua SKPD di Kabupaten, dengan demikian tidak perlu membuat banyak panitia pengadaan bagi masing-masing SKPD. Dengan adanya satu badan ULP, maka aparatur yang bersertifikat dapat diangkat oleh PA sebagai PPK dalam pelaksanaan pengadaan, lalu dapat dipertimbangkan apakah KPA masih diperlukan atau tidak.

    Merujuk:
    1. Pasal 9, PP 45/2013 ttg Tata cara pelaksanaan APBN: "dlm kondisi tertentu jabatan PPK atau PPSPM dpt dirangkap oleh KPA"

    2. Pasal 12 ayat 2b, PP 54/2010 yg diubah dg PP 70/2012 ttg Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah : "dlm hal tdk ada personel yg memenuhi persyaratan u ditunjuk sbg PPK, persyaratan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa dikecualikan u PA/KPA yg merangkap PPK

    Bahwa PPK dalam kondisi tertentu bole/bisa/dapat dirangkap oleh PA/KPA.
    dan ada juga pendapat :

    Atas pertimbangan dasar hukum A dan B diatas dan mengingat besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi, maka KPA dan PPK seyogyanya dipisah, karena tugas, kewenangan masing-masing jelas berbeda dan persyaratannya juga berbeda. Tetapi untuk Satuan Kerja yang kecil (misalnya jumlah seluruh pegawai dibawah 6 orang), maka seyogyanya KPA dan PPK dirangkap. Sekian.

    Dengan dasar dan penjelasan : 

    A. Pemerintah Daerah
    Dasar Hukum :
    1. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
    2. Perpres No. 54 Tahun 2010
    3. Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 59 Tahun 2007
    4. SEB No. 027/S24/SJ dan No. 1/ICA/LYPP/03/2011, tanggal 16 Maret 2011, Hal : Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

    SURAT EDARAN BERSAMA
    Agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik, maka dipandang perlu penegasan terkait dengan kedudukan, tugas pokok, dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pengguna Anggaran (PA), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut
    1. Dalam hal PA belum menunjuk dan menetapkan PPK, maka:
    a. PA menunjuk KPA;
    b. KPA bertindak sebagai PPK;
    c. KPA sebagai PPK dapat dibantu oleh PPTK.
    2. Dalam hal kegiatan pada SKPD tidak memerlukan KPA seperti Kecamatan atau Kelurahan, maka PA bertindak sebagai PPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010;
    3. Untuk pengadaan barang/jasa yang sudah dilaksanakan sebelum terbitnya surat edaran bersama ini, PA/KPA yang telah menunjuk dan menetapkan PPK sesuai dengan tugas pokok dan kewenangannya dalam pengadaan barang/jasa, maka :
    a. PPK tetap melaksanakan tugas dan wewenang PA/KPA untuk menandatangani kontrak sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005;
    b. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh PPTK sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005;

    Surat edaran bersama ini berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan lebih lanjut tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.

    B. Kementerian Keuangan atau K/L/D/I Lainnya

    Dasar Hukum :
    1. Perpres 54 Tahun 2010, Bab III Pasal 7, 10, 11, dan Pasal 12
    2. KMK Nomor 46/KMK.01/2011 tentang Pelimpahan tugas dan wewenang kepada KPA di LIngkungan Kementerian Keuangan untuk Melaksanakan Tugas dan Kewenangan Pengguna Anggaran Berkaitan dengan Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
    3. PMK No. 100/PMK.02/2010 tentang Stándar Biaya Tahun Anggaran 2011

    Tinjauan Perores 54 Tahun 2010

    Kewenangan PA, di Perores 54 Tahun 2010, antara lain :
    a. menetapkan PPK;
    b. menetapkan Pejabat Pengadaan;
    c. menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;
    d. menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/
    Pejabat Pengadaan, dalam ha1 terjadi perbedaan pendapat


    Kewenangan KPA, di Perpres 54 Tahun 2010, antara lain :
    a. KPA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya merupakan Pejabat yang ditetapkan o1eh PA.
    b. KPA pada Pemerintah Daerah merupakan Pejabat yang ditetapkan o1eh Kepala Daerah atas usu1 PA.
    c. KPA untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ditetapkan oleh PA pada Kementerian/Lembaga/Institusi pusat lainnya atas usul Kepala Daerah.
    d. KPA memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA


    Kewenangan PPK, di Perpres 54 Tahun 2010, antara lain :
    a. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
    b. menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
    c. melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
    d. mengusulkan kepada PA/KPA:terkait perubahan paket pekerjaan; dan/atau perubahan jadwal kegiatan pengadaan

    Pasal 12 
    PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan o1eh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

    Tinjauan KMK Nomor 46/KMK.01/2011
    KPA menetapkan PPK, Panitia/Pejabat Pengadaan, dan Panitia/Pejabat Penerima Barang/Jasa (PPHP)
    PMK No. 100/PMK.02/2010 (penjelasan)
    a. ….dst
    b. ….dst
    c. Untuk KPA yang merangkap sebagai PPK, jumlah staff pengelola keuangan paling banyak 6 (enam) orang, termasuk petugas pengelola administrasi belanja pegawai
    d. Untuk KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK, jumlah staff pengelola keuangan paling banyak 3 (tiga) orang termasuk petugas pengelola administrasi belanja pegawai, jumlah staff pengelola keuangan untuk setiap PPK yang banyak 2 (dua) orang.

    Sumber :
    (1)Denny Yapari, PA/KPA Yang Merangkap Sebagai PPK, Surabaya, Legal Opinion, 2011, dapat diunduh di http://rghost.net/36013548
    (2)Peter MahmudMarzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, h. 306
    (3)Ibid
    (4) https://www.kompasiana.com/dennyyapari/550d91eb813311692db1e441/pa-kpa-merangkap-ppk-dalam-permendagri-no-21-tahun-2011
    (5) http://p3i.or.id/pa-kpa-yang-bertindak-sebagai-ppk/
    (6) https://forum.pengadaan.id/viewtopic.php?t=12218
    (7) http://wantoinfo.blogspot.com/2011/07/apakah-kpa-dapat-merangkap-ppk.html

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo