• Breaking News

    Anggaran Korps Pegawai Negeri Sipil (PNS )


    www.galihgumelar.org - Bahwa pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia dalam rangka mengisi cita-cita Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makniur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945- Untuk mencapai cita-cita kemerdekaaan tersebut, pegawai Republik Indonesia bertekad mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara terus menerus serta berperan aktif dalam perjuangan mencapai tujuan nasional sebagai diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945


    Untuk meningkatkan peran pegawai Republik Indonesia agar lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, perlu diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan pegawai Republik Indonesia dan keluarganya, untuk itu pegawai Republik Indonesia menghimpun diri dalam wadah organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang kedudukan dan kegiatannya tidak terlepas dari kedinasan.

    Dalam rangka melaksanakan kebijakan Korps Pegawai Republik Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika, maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korps Pegawai Republik Indonesia berpegang teguh pada wawasan kebersamaan di kalangan anggota yang selanjutnya berhimpun dalam Korps Pegawai Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi prinsip persatuan dan kesatuan.

    Untuk itu pemberdayaan organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia diarahkan pada terbangunnya organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang demokratis, mandiri, bebas, aktif, profesional, netral, produktif dan bertanggung jawab dengan lebih mengutamakan pada perlindungan dan kesejahteraan anggota serta mewakili anggota di forum nasional maupun internasional

    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal l

    Pengertian
    Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Pegawai Republik Indonesia dalam Anggaran Dasar ini adalah:
    1. Pegawai Negeri Sipil
    2. Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Hukum Milik Negara (BHMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta anak perusahaannya
    3. Perangkat Pemerintahan Desa atau nama lain dari desa.

    BAB II
    NAMA, SIFAT, WAKTU, DAN KEDUDUKAN
    Pasal 2
    Nama
    Organisasi ini bernama Korps Pegawai Republik Indonesia, disingkat KORPRI

    Pasal 3
    Sifat
    KORPRI adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bersifat demokratis, mandiri, bebas, aktif, profesional, netral, produktif, dan bertanggung jawab

    Pasal 4
    Waktu dan Kedudukan
    (1). KORPRI didirikan pada tanggal 29 Nopember 1971 dengan batas waktu yang tidak ditentukan (2). Pimpinan Nasional KORPRI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia

    BAB III
    DASAR, FUNGSI, DAN KEDAULATAN ORGANISASI
    Pasal 5
    Dasar
    KORPRI berdasarkan Pancasila dan bercirikan profesionalitas, pengabdian, kemitraan kekeluargaan, dan gotong royong.

    Pasal 6
    KORPRI berfungsi sebagai:
    1. Perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
    2. Pelopor peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas anggota;
    3. Pelindung dan pengayom anggota;
    4. Penyalur kepentingan anggota;
    5. Pendorong peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya;
    6. Pelopor pelayanan publik dalam mensukseskan program-program pembangunan
    7. Mitra aktif dalam perumusan kebijakan instansi yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
    8. Pencetus ide, serta pejuang keadilan dan kemakmuran bangsa

    Pasal 7
    Kedaulatan Organisasi
    Kedaulatan organisasi berada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui musyawarah menurut jenjang organisasi.

    BAB IV
    VISI, MISI DAN PROGRAM
    Pasal 8
    Visi
    Terwujudnya KORPRI sebagai organisasi yang kuat, netral, mandiri, profesional, dan terdepan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mensejahterakan anggota, masyarakat, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih profesional di dalam membangun pemerintahan yang baik.

    Pasal 9
    Misi
    Misi KORPRI adalah:
    1. Mewujudkan organisasi KORPRI sebagai alat pemersatu bangsa dan negara;
    2. Memperkuat kedudukan, wibawa, dan martabat organisasi KORPRI;
    3. Meningkatkan peran serta KORPRI dalam mensukseskan pembangunan nasional;
    4. Meningkatkan perlindungan hukum dan pengayomanlcepada anggota;
    5. Meningkatkan ketaqwaan dan profesionalitas anggota;
    6. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarganya; Menegakkan peraturan perundang-undangan Pegawai Republik Indonesia; '
    7. Mewujudkan rasa kesetiakawanan dan solidaritas sesama anggota KORPRI;
    8. Mewujudkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.

    Pasal 10
    Program
    (l) Untuk mencapai visi dan misi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan 9, KORPRI melakukan Program Umum yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS). (2) Program masing-masing jenjang kepengurusan kepada Program Umum KORPRI dan diputus-kan oleh musyawarah menurut jenjangnya.

    BAB V
    JATI DIRI, KODE ETIK, LAMBANG, PANJI, LAGU, DAN ATRIBUT
    Pasal 11
    (1) Dalam rangka membina jiwa korsa, KORPRI mempunyai Jati Diri, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut.
    (2) Ketentuan mengenai Jati Diri, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh MUNAS.

    BAB VI
    KEANGGOTAAN, HAK, DAN KEWAJIBAN
    Pasal 12
    Keanggotaan
    Keanggotaan KORPRI terdiri dari:
    1. Anggota Biasa;
    2. Anggota Luar Biasa;
    3. Anggota Kehormatan.

    Pasal 13
    Hak Anggota
    (1) Anggota Biasa mempunyai hak :
    1. Memilih dan dipilih dalam kepengurusan;
    2. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi;
    3. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil;
    4. Mendapat bantuan hukum dalam menghadapi perkara hukum;
    5. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas kedinasan;
    6. Memperoleh gaji yang layak;
    7. Mendapat perlakuan yang adil dan jaminan tidak ada intervensi politik terhadap jabatan profesional karir pada jabatan struktural eselon I sampai dengan eselon V.
    (2) Anggota Luar Biasa mempunyai hak :
    1. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi;
    2. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil;
    3. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas organisasi.
    (3) Anggota Kehormatan mempunyai hak :
    1. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi;
    2. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil
    3. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas organisasi.

    Pasal 14
    Kewajiban Anggota
    (1) Anggota Biasa mempunyai kewajiban untuk :
    1. Mentaati Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) dan Keputusan/Peraturan Organisasi;
    2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi;
    3. Membela moral dan etika organisasi;
    4. Membayar iuran anggota;
    5. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
    (2) Angota Luar Biasa mempunyai kewajiban untuk
    1. Mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tanggal dan Keputusan/Peraturan Organisasi;
    2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi;
    3. Memelihara moral dan etika organisasi;
    4. Membayar iuran anggota;
    5. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
    (3) Anggota Kehormatan mempunyai kewajiban untuk:
    1. Mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan/Peraturan Organisasi;
    2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi;
    3. Memelihara moral dan etika organisasi;
    4. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.

    BAB VII
    KEPENGURUSAN
    Pasal 15
    Susunan kepengurusan dan wilayah kerjanya terdiri dari:
    1. Dewan Pengurus Nasional disingkat DPN meliputi seluruh wilayah Indonesia;
    2. Dewan Pengurus Provinsi disingkat DP-PROV meliputi wilayah Provinsi yang bersangkutan;
    3. Dewan Pengurus Kabupaten disingkat DP-KAB, Dewan Pengurus Kota disingkat DP-KOT dan Dewan Pengurus Kotamadya disingkat DP-KODYA meliputi wilayah Kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan;
    4. Pengurus Kecamatan/Distrik meliputi wilayah Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
    5. Pengurus Desa/Kelurahan meliputi wilayah Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
    6. Pengurus Unit Nasional meliputi Kementerian, Departemen, LPND, Lembaga Tinggi Negara, BUMN, BHMN, dan komponen PNS pada instansi TNI serta POLRI;
    7. Pengurus Unit Provinsi meliputi Perangkat Daerah, Lembaga Pusat yang ada di Daerah, Komponen PNS pada instansi TNI dan POLRI, BUMN, BHMN, dan BUMD di Provinsi yang bersangkutan;
    8. Pengurus Sub Unit Nasional meliputi komponen Kementerian, Departemen. LPND, BHMN dan BUMN serta unsur PNS pada instansi TNI dan POLRI;
    9. Pengurus Sub Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya meliputi Perangkat Daerah, Lembaga Pusat yang ada di Daerah, Komponen PNS pada instansi TNI dan POLRI, BUMN dan BHMN dan BUMD di Kabupaten/ Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
    10. Pengurus Kelompok meliputi komponen dalam sub unit Nasional.

    Pasal 16
    (1) Susunan kepengurusan sebagaimana tersebut pada Pasal 15 angka 6 secara horizontal berada dalam koordinasi langsung Dewan Pengurus Nasional.
    (2) Susunan kepengurusan sebagaimana tersebut pada Pasal 15 angka 6, 7, 8, dan 9 secara
    (3) vertikal dari tingkat nasional sampai ke tingkat Desa/Kelurahan mempunyai hubungan teknis fungsional dan secara horizontal dikoordinasikan oleh Dewan Pengurus sesuai dengan tingkat kedudukan wilayah masing-masing.

    BAB VIII
    DEWAN PENGURUS, DEWAN KEHORMATANAN DAN PENASEHAT NASIONAL
    Pasal 17
    Dewan Pengurus Nasional
    (1) Susunan Dewan Pengurus Nasional terdiri dari:
    1. Pengurus Harian
    2. Pengurus Pleno
    (2) Kepemimpinan Dewan Pengurus Nasional bersifat kolektif.

    Pasal 18
    Pengurus Harian
    (1) Susunan Pengurus Harian terdiri dari:
    1. Seorang Ketua Umum;
    2. Beberapa orang Ketua;
    3. Seorang Sekretaris Jenderal;
    4. Dua orang Wakil Sekretaris Jenderal;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara;
    7. Beberapa orang Ketua Departemen.
    (2) Jumlah anggota Pengurus Harian sesuai kebutuh-an.
    (3) Pengurus Harian bertugas dan berwenang memimpin pelaksanaan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan MUNAS.

    Pasal 19
    Pengurus Pleno
    (1) Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan Wakil-wakil dari setiap unsur Pengurus Unit Nasional yang diwakili masing-masing 1 (satu) orang.
    (2) Wakil-wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dan ditetapkan oleh masing-masing Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
    (3) Tugas Pokok dan Wewenang Pengurus Pleno :
    1. Merumuskan, mengawasi, dan menetapkan kebijakan kebijakan organisasi yang bersifat umum;
    2. Bersidang sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan

    Pasal 20
    Dewan Kehormatan
    (1) Untuk kesinambungan visi dan misi organisasi dibentuk Dewan Kehormatan.
    (2) Dewan Kehormatan bertugas dan berwenang memelihara keutuhan dan tegaknya kode etik organisasi.

    Pasal 21
    Penasehat Nasional
    (1) Penasehat Nasional adalah Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
    (2) Penasehat Nasional Harian adalah Menteri yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara.
    (3) Penasehat Nasional dan Penasehat Nasional Harian bertugas dan berwenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB IX
    DEWAN PENGURUS DAN PENASEHAT PROVINSI
    Pasal 22
    Dewan Pengurus provinsi
    (1) Susunan Dewan Pengurus Provinsi terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Beberapa orang Wakil Ketua
    3. Seorang Sekretaris;
    4. Seorang Wakil Sekretaris;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara;
    7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
    (2) Dewan Pengurus Provinsi merupakan kepengurusan kolektif.
    (3) Dewan Pengurus Provinsi ditetapkan oleh Musyawaran Provinsi dan disahkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
    (4) Dewan Pengurus Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai denga ketetapan Musyawarah Provinsi

    Pasal 23
    Penasehat Propinsi
    (1) Penasehat Provinsi adalahGubernur dan Wakil Gubernur
    (2) Penasehat Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB X
    DEWAN PENGURUS DAN PENASEHAT KABUPATEN/KOTA/KOTAMADYA
    Pasal 24
    Dewan Pengurus Kabupaten /Kota /Kotamadya
    (1) Susunan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Beberapa orang Wakil Ketua;
    3. Seorang Sekretraris;
    4. Seorang Wakil Sekretaris;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara;
    7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
    (2) Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kepengurusan kolektif.
    (3) Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Musyawarah Kabupaten/ Musyawarah Kota/Musyawarah Kotamadya dan disahkan oleh Dewan Pengurus Provinsi.
    (4) Dewan Pengurus Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai denga ketetapan Musyawarah Provinsi

    Pasal 25
    Penasehat Kabupaten /Kota /Kotamadya
    (1) Penasehat Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari Bupati/Walikota/Walikotamadya dan Wakil Bupati /Wakil Walikota/Wakil Walikotamadya.
    (2) Penasehat Kabupaten/Kota/Kotamadya bertugas dan berwenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB XI
    PENGURUS DAN PENASEHAT KECAMATAN/DISTRIK
    Pasal 26
    Pengurus Kecamatan/Distrik
    (1) Pengurus Kecamatan/Distrik terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Seorang Wakil Ketua;
    3. Seorang Sekretaris;
    4. Seorang Bendahara.
    (2) Pengurus Kecamatan/Distrik merupakan kepengurusan kolektif.
    (3) Pengurus Kecamatan ditetapkan oleh Musyawarah Kecamatan/Distrik dan disahkan oleh Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya
    (4) Pengurus Kecamatan/Distrik bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Musyawarah Kecamatan/Distrik
    (5) Apabila Ketua KORPRI Kecamatan/Distrik bukan dijabat oleh Camat, maka Camat menjadi Penasehat Kecamatan/Distrik

    Pasal 27
    Penasehat Kecamatan /Distrik
    (1) Penasehat Kecamatan/Distrik adalah Camat.
    (2) Penasehat Kecamatan/Distrik bertugas dan ber-wenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB XII
    PENGURUS DAN PENASEHAT DESA/KELURAHAN
    Pasal 28
    (1) Pengurus Desa/Kelurahan terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Seorang Sekretaris;
    3. Seorang Bendahara.
    (2) Pengurus Desa/Kelurahan merupakan kepengurus-an kolektif.
    (3) Pengurus Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Rapat Pengurus Desa/Kelurahan dan disahkan oleh De-wan Pengurus Kecamatan.
    (4) Pengurus Desa/Kelurahan bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Rapat Pengurus Desa/Kelurahan.

    Pasal 29
    Penasehat Desa /Kelurahan
    (1) Penasehat Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/ Lurah;
    (2) Penasehat Desa/Kelurahan bertugas memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB XIII
    PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT DAN SUB UNIT NASIONAL
    Pasal 30
    (1) Pengurus Unit Nasional terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Beberapa Wakil Ketua;
    3. Seorang Sekretaris;
    4. Seorang Wakil Sekretaris;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara;
    7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
    (2) Pengurus Unit Nasinal merupakan kepengurusan kolektif.
    (3) Pengurus Unit Nasional ditetapkan oleh Musyawarah Unit Nasional yang disahkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
    (4) Pengums Unit Nasional bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai ketetapan Musyawarah Unit Nasional.

    Pasal 31
    Penasehat Unit Nasional
    (1) Penasehat Unit Nasional adalah Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) atau Pimpinan dari instansi masing-masing.
    (2) Penasehat Unit Nasional bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.

    Pasal 32
    Pengurus Sub Unit Nasional
    (1) Susunan Pengurus Sub Unit Nasional terdiri dari
    1. Seorang Ketua;
    2. Seorang Wakil Ketua;
    3. Seorang Sekretaris;
    4. Seorang Wakil Sekretaris;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara;
    7. Beberapa Ketua Seksi sesuai dengan kebutuhan.
    (2) Pengurus Sub Unit Nasional merupakan kepeng-urusan kolektif.
    (3) Pengurus Sub Unit Nasional ditetapkan oleh Musyawarah Sub Unit Nasional dan disahkan oleh Pengurus Unit Nasional.
    (4) Pengurus Sub Unit Nasional bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai dengan rapat Sub Unit Nasional.
    Pasal 33
    (1) Penasehat Sub Unit Nasional adalah pimpinan dari instansi masing-masing.
    (2) Penasehat Sub Unit Nasional bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.

    Pasal 34
    Pengurus kelompok
    (1) Susunan Pengurus Kelompok Nasional terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Seorang Sekretaris;
    3. Seorang Bendahara.
    (2) Pengurus Kelompok Nasional merupakan ke-pengurusan kolektif.
    (3) Pengurus Kelompok Nasional ditetapkan oleh Rapat Kelompok Nasional dan disahkan oleh Pengurus Sub Unit Nasional.
    (4) Pengurus Kelompon Nasional bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Rapat Kelompok Nasional.

    BAB XIV
    PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT PROVINSI
    Pasal 35
    Pengurus Unit provinsi
    (l) Susunan Pengurus Unit Provinsi terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Seorang Wakil Ketua;
    3. Seorang Sekretaris;
    4. Seorang Wakil Sekretaris;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara
    7. Beberapa Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
    (2) Pengurus Unit Provinsi merupakan kepengurusan kolektif.
    (3) Pengurus Unit Provinsi ditetapkan oleh Musyawarah Unit Provinsi dan Disahkan Dewan Pengurus Provinsi.
    (4) Pengurus Unit Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Musyawarah Unit Provinsi.
    (5) Di Provinsi dapat dibentuk Unit Gabungan yang terdiri dari beberapa Kantor/Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen dan atau LPND.

    Pasal 36
    Penasehat Unit Provinsi
    (1) Penasehat Unit Provinsi adalah pimpinan instansi masing-masing.
    (2) Penasehat Unit Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB XV
    PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT KABUPATEN/KOTA/KOTAMADYA
    Pasal 37
    Pengurus Unit kabupaten /Kota / Kotamadya
    (1) Susunan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari:
    1. Seorang Ketua;
    2. Seorang Wakil Ketua;
    3. Seorang Sekretaris;
    4. Seorang Wakil Sekretaris;
    5. Seorang Bendahara;
    6. Seorang Wakil Bendahara;
    7. Beberapa Ketua Seksi sesuai dengan kebutuhan.
    (2) Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya merupakan kepengurusan kolektif.
    (3) Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya ditetapkan oleh Musyawarah Unit Kabupaten /Kota/Kotamadya yang bersangkutan
    (4) Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya bertu-gas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan ketetpan Musyawarah Unit Kabupaten/Kota /Kotamadya.
    (5) Di Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dibentuk Unit Gabungan yang terdiri dari beberapa Kantor/UPT Departemen dan atau LPND

    Pasal 38
    Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya
    (1) Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya adalah pimpinan instansi masing-masing.
    (2) Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya bertu-gas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.

    BAB XVI
    MUSYAWARAH DAN RAPAT KERJA
    Pasal 39
    (1) Musyawarah terdiri dari:
    1. Musyawarah Nasional disingkat MUNAS;
    2. Musyawarah Pimpinan disingkat MUSPIM;
    3. Musyawarah Provinsi disingkat MUSPROV;
    4. Musyawarah Kabupaten disingkat MUSKAB,
    5. Musyawarah Kota disingkat MUSKOT; Musyawarah Kotamadya disingkat MUSKODYA;
    6. Musyawarah Kecamatan disingkat MUSCAM, Musyawarah Distrik disingkat MUDIS;
    7. Musyawarah Unit disingkat MUSNIT.
    (2) Rapat kerja terdiri dari:
    1. Rapat Kerja Nasional disingkat RAKERNAS
    2. Rapat Kerja Provinsi disingkat RAKERPROV;
    3. Rapat Kerja Kabupaten disingkat RAKERKAB,
    4. Rapat Kerja Kota disingkat RAKERKOT;
    5. Rapat Kerja Kotamadya disingkat RAKER KODYA;
    6. Rapat Kerja Kecamatan disingkat RAKERCAM,
    7. Rapat Kerja Distrik disingkat RAKERDIS;
    8. Rapat Kerja Unit Nasional disingkat RAKERNITNAS;
    9. Rapat Kerja Unit Provinsi disingkat RAKERNIT PROV; 10. Rapat Kerja Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya disingkat RAKERNITKAB/ KOT /KODYA.
    (3) Selain musyawarah sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dimungkinkan adanya Musyawarah Luar Biasa sesuai dengan tingkatannya.
    (4) Ketentuan mengenai musyawarah dan rapat kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

    Pasal 40
    Musyawarah Nasional
    (1) Musyawaran Nasional atau MUNAS merupakan pemegang kedaulatan dan pelaksana kekuasaaan tertinggi organisasi.
    (2) MUNAS diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
    1. Dewan Pengurus Nasional;
    2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
    3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
    (3) MUNAS berwenang:
    1. Menetapkan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI;
    2. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Nasional;
    3. Menetapkan Program Umum Organisasi;
    4. Memilih Pengurus Nasional;'
    5. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlu-kan;
    6. Menetapkan Jati Diri, Kode Etik, Panji, Lambang, Lagu dan Atribut KORPRI.
    (4) Dalam keadaan luar biasa MUNAS dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Unit Nasional dan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Provinsi.
    (5) MUNAS Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila :
    1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
    2. Adanya suatu keadaan yang dihadapi oleh organisasi yang mengharuskan perlunya perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
    (6) Kewenangan MUNAS Luar Biasa sama dengan MUNAS.
    (7) Penundaan MUNAS
    : 1. MUNAS dapat ditunda paling lama 1 (satu) tahun atas permintaan Musyawarah Pimpinan;
    2. Apabila setelah ditunda selama 1 (satu) tahun ternyata tidak dapat dilaksanakan MUNAS maka setelah kesepakatan sekurang- kurangnya 2/3 dari seluruh Dewan Pengurus Nasional dibentuk caretaker dengan tugas melaksanakan MUNAS.

    Pasal 41
    Musyawarah Pimpinan
    (1) Musyawarah Pimpinan adalah kekuasaan tertinggi yang dilaksanakan antara 2 (dua) Musyawarah Nasional.
    (2) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh :
    1. Dewan Pengurus Nasional;
    2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
    3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi.
    (3) Musyawarah Pimpinan dipimpin oleh Ketua Umum.
    (4) Musyawarah Pimpinan dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah MUNAS.
    (5) Musyawarah Pimpinan berwenang untuk :
    1. Menilai, bermusyawarah, dan mensahkan laporan Dewan Pengurus Nasional antara 2 (dua) Musyawarah Nasional;
    2. Menilai, mengembangkan, dan menyempurna-kan pelaksanaan Program Umum Organisasi.

    Pasal 42
    Musyawarah Unit Nasional
    (1) Musyawarah Unit Nasional dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh :
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
    2. Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional yang bersangkutan;
    4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional.
    (2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Unit dapat dipercepat atas permintaan sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah Sub Unit Nasional dan 2/3 dari jumlah Kelompok Unit Nasional yang bersangkutan.
    (3) Musyawarah Unit Nasional berwenang untuk :
    1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
    2. Menetapkan Program Kerja Unit Nasional yang bersangkutan;
    3. Memilih dan menetapkan Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
    4. Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan.
    (4) Musyawarah Unit Nasional Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
    1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi.
    2. Ketua Unit Nasional berhenti/diberhentikan didasarkan aturan di dalam ART.
    (5) Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit.

    Pasal 43
    Musyawarah Provinsi
    (1) Musyawarah Provinsi dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
    2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersang kutan;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan
    (2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Provinsi dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya dan 2/3 dari jumlah Unit Provinsi yang bersangkutan
    (3) Musyawarah Provinsi berwenang untuk:
    1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi yang bersang-kutan;
    3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
    (4) Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat dilaksana-kan apabila:
    1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
    2. Ketua Unit Nasional berhenti/diberhentikan didasarkan aturan di dalam ART.
    (5) Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit.

    Pasal 44
    Musyawarah Provinsi
    (1) Musyawarah Provinsi dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
    2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersangkutan;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan
    (2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Provinsi dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya dan 2/3 dari jumlah Unit Provinsi yang bersangkutan.
    (3) Musyawarah Provinsi berwenang untuk:
    1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasiyang bersang-kutan;
    3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
    (4) Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat dilaksana-kan apabila:
    1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
    2. Ketua Dewan Pengurus Provinsi berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
    (5) Kewenangan Musyawarah Provinsi Luar Biasa sama dengan Musyawarah Provinsi.

    Pasal 44
    (l) Musayawarah Kabupaten/Kota/otamadya dilak-sanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
    1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
    2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/otamadya yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
    4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan
    (2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dipercepat atas perminta-an sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Kecamatan /Distrik dan 2/3 dari jumlah Unit kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan.
    (3) Musyawarah Kabupaten/Kota/ Kotamadya berwenang untuk:
    1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kbupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
    2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi yang bersangkutan;
    3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadyayang bersangkutan;
    4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
    (4) Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
    1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
    2. Ketua Dewan Pengurus Provinsi berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
    (5) Kewenangan Musyawarah Kabupaten/Kota/ Kotamadya Luar Biasa sama dengan Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya

    Pasal 45
    Musyawarah Kecamatan /Distrik
    (l) Musayawarah Kecamatan/Distrik dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
    1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
    2. Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Desa/ kelurahan yang bersangkutan.
    (2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Kecamatan/ Distrik dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Desa/Kecamatan yang bersangkutan.
    (3) Musyawarah Kecamatan/Distrik berwenang untuk:
    1. Menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
    2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi;
    3. Memilih dan menetapkan Pengurus Kecamat-an/Distrik yang bersangkutan;
    4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlu-kan.
    (4) Musyawarah Kecamatan/Distrik Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
    1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
    2. Ketua Pengurus Kecamatan/Distrik berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
    (5) Kewenangan Musyawarah Kecamatan/Distrik Luar Biasa sama dengan Musyawarah Kecamatan/ Distrik.

    Pasal 46
    Rapat Kerja Nasional
    (1) Rapat Kerja Nasional adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi. (2) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh :
    1. Dewan Pengurus Nasional;
    2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
    3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
    (3) Rapat Kerja Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
    (4) Rapat Kerja Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
    (5) Rapat Kerja Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Nasional untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.

    Pasal 47
    (1) Rapat Kerja Unit Nasional adalah forum evaluasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi.
    (2) Rapat Kerja Unit Nasional dihadiri oleh :
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
    2. Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional yang bersangkutan;
    4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional yang bersangkutan.
    (3) Rapat Kerja Unit Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
    (4) Rapat Kerja Unit Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
    (5) Rapat Kerja Unit Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pirnpinan Unit Nasional untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.

    Pasal 48
    Rapat Kerja Provinsi
    (1) Rapat Kerja Provinsi adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi.
    (2) Rapat Kerja Provinsi dihadiri oleh :
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasipnal;
    2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersang kutan;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan.
    (3) Rapat Kerja Provinsi dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
    (4) Rapat Kerja Provinsi dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Provinsi.
    (5) Rapat Kerja Provinsi berwenang memberikan rekomendasi kepada Gubernur selaku penasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.

    Pasal 49
    Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya
    (1) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program operasional di Kabupaten/Kota/Kotamadya.
    (2) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dihadiri oleh:
    1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
    2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
    4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan.
    (3) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
    (4) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan. Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya berwenang memberikan rekomendasi kepada Bupati/Walikota/Walikotamadya selakupenasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.

    Pasal 50
    Rapat Kerja Kecamatan/Distrik
    (l) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program operasional ditingkat Kecamatan/ Distrik.
    (2) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dihadiri oleh :
    1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
    2. Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
    3. Utusan Pengurus Unit Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
    (3) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
    (4) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dipimpin oleh Ketua Pengurus Kecamatan/Distrik.
    (5) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik berwenang memberikan rekomendasi kepada Camat selaku penasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi

    BAB XVII
    KEUANGAN
    Pasal 51
    (1) Keuangan diperoleh dari:
    1. Iuran Angggota;
    2. Bantuan Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah;
    3. Sumbangan yang tidak mengikat;
    4. Usaha-usaha lain yang sah.
    (2) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

    BAB XVIII
    LAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
    Pasal 52
    Laporan
    (1) Setiap jenjang kepengurusan KORPRI berkewajiban untuk menyusun laporan atas pelaksanaan tugasnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) disampaikan kepada Pengurus satu tingkat di atasnya setiap satu tahun sekali.

    Pasal 53
    Pertanggung jawaban
    (l) Setiap jenjang kepengurusan KORPRI berkewajib-an menyusun laporan perrtanggungjawaban (LPJ) atas pelaksanaan tugasnya pada akhir masa jabatan kepengurusannya.
    (2) Laporan sebagaimana tersebut ayat (1) disampai-kan dalam musyawarah pada jenjang masing-masing

    BAB XIX
    KETENTUAN LAIN-LAIN
    Pasal 54
    (1) Bagi Unit BUMN/BHMN/BUMD dan anak perusahaannya serta Komponen PNS pada instansi TNI/POLRI yang memerlukan pengaturan organi-sasi tersendiri sebagai kelengkapan untuk memenuhi peraturan perundangan dapat menyusun peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar KORPRI dan Peraturan Perundang-undangan.
    (2) Bagi Provinsi yang mempunyai undang-undang khusus dapat menggunakan nomenklatur khusus sesuai peraturan perundangan.

    BAB XX
    PENUTUP
    Pasal 55
    Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

    Ditetapkan di : Jakarta
    Padatanggal : 30 November 2004

    PIMPINAN MUSYAWARAH NASIONAL VI
    KORPRI TAHUN 2004

    Ketua,
    Ttd
    Prof.DR ERMAYA SURADINATA, Drs,SH,MS
    (DPP KORPRI)

    Wakil Ketua,                                           Sekretaris,
    Ttd                                                       Ttd
    DR. IR. INDRA DJATI SIDI                         ACHMAD SUGIONO P.
    (UNIT KORPRI DEP. DIKNAS)                     (DPD KORPRI PROP. JABAR)

    Anggota,                                                Anggota,
    Ttd                                                        Ttd
    SEMAN WIDJOJO                                      Drs. H.P. KAISIEPO, MM)
    (UNIT KORPRI DEP. DAGRI)                       (DPC KORPRI KAB. MERAUKE)

    Anggota,                                                 Anggota,
    Ttd                                                         Ttd
    H.SYAIFULTETENG                                    H. BADRUZZAMAN ISMAIL,SH, M.Hum
    (DPD KORPRI PROP. KALTIM)                      (DPC KORPRI KOTA BANDA ACEH)


    ANGGARAN RUMAH TANGGA
    KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA

    BAB I
    KEANGGOTAAN
    Pasal I
    Anggota KORPRI
    Anggota KORPRI terdiri dari:
    (1) Anggota KORPRI terdiri dari:
    1. Pegawai Negeri Sipil
    2. Pegawai BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya;
    3. Perangkat Pemerintahan Desa atau nama lain dari desa.
    (2) Anggota Luar Biasa, yaitu para Pensiunan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia, BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya.
    (3) Anggota Kehormatan, yaitu seseorang yang berjasa kepada organisasi KORPRI dan dipilin secara selektif serta ditetapkan oleh Pengurus Pleno.

    Pasal 2
    Tatacara Menjadi Anggota KORPRI
    (1) Anggota KORPRI sebagaimana tersebut pada Pasal 1 ayat (1) huruf a, b, dan c menganut Stelsel Pasif;
    (2) Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (2) menganut Stelsel Aktif;
    (3) Stelsel Pasif sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang bersangkutan menjadi anggota KORPRI secara langsung sejak diangkat sebagai PNS, Pegawai BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya dan perangkat Pemerintahan Desa;
    (4) Stelsel Aktif sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah yang bersangkutan menjadi anggota KORPRI dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus masing-masing jenjang.

    BAB II
    TATACARA PEMBENTUKAN DAN KEWENANGAN DEWAN PENGURUS
    Pasal 13
    (1) Kepengurusan dipilih dalam musyawarah sesuai jenjang organisasi;
    (2) Dewan Pengurus yang terpilih, disahkan dengan dikukuhkan dan dilantik oleh Dewan Pengurus 1 (satu) tingkat di atasnya;
    (3) Pengurus Unit dan Sub Unit yang terpilih, disahkan dengan dikukuhkan dan dilantik oleh Pengurus l(satu) tingkat di atasnya.

    Pasal 4
    Kewenangan Dewan Pengurus
    (1) Mewakili organisasi dalam pelaksanaan tugas baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan;
    (2) Mengelola aset-aset yang dimiliki oleh KORPRI sesuai dengan jenjang kepengurusannya;
    (3) Dalam pelaksanaan ayat (1) tersebut diwakili oleh 2 (dua) orang pimpinan yaitu unsur Ketua dan unsur Sekretaris.

    BAB III
    MUSYAWARAH
    Pasal 5
    (1) Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari:
    1. Dewan Pengurus Nasional;
    2. Dewan Pengurus Unit Nasional;
    3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
    (2) Peserta Musyawarah Pimpinan terdiri dari: 1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Utusan Dewan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi.
    (3) Peserta Musyawarah Unit Nasional terdiri dari: 1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Pengurus Unit Nasional 3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional; 4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional.
    (4) Peserta Musyawarah Provinsi terdiri dari:
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
    2. Dewan Pengurus Provinsi;
    3. Utusan Pengurus Sub Unit Provinsi
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota/ Kotamadya.
    (5) Peserta Musyawarah Kabutaten/Kota/ Kotamadya terdiri dari:
    1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
    2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya
    3. Utusan Pengurus Sub Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya;
    4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik.
    (6) Peserta Musyawarah Kecamatan/Distrik dihadiri oleh:
    1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya;
    2. Pengurus Kecamatan/Distrik;
    3. Utusan Pengurus Desa/Kelurahan.

    Pasal 6
    Musyawarah Luar Biasa
    (1) Musyawarah Luar Biasa dapat dilakukan pada semua tingkatan organisasi.
    (2) Musyawarah Luar Biasa sewbagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.
    (3) Musyawarah Luar Biasa diselenggarakan oleh suatu panitia Musyawarah Luar Biasa yang dibentuk khusus untuk Musyawarah Luar Biasa.

    Pasal 7
    Hak Suara Dalam Musywarah nasional
    (1) Yang mempunyai hak suara adalah :
    1. Dewan Pengurus Nasional;
    2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
    3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
    (2) Jumlah hak suara adalah :
    1. Utusan Dewan Pengurus Nasinal 20 (dua puluh) suara;
    2. Utusan Pengurus Unit Nasional 3 (tiga) suara;
    3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi 3 (tiga) suara;
    4. Utusan Dewan Pengurus Kabutpaten/Kota/ Kotamadya 1 (satu) suara.

    Pasal 8
    Hak Suara Dalam Musyawarah Pimpinan Setiap peserta Musyawarah Pimpinan mempunyai hak suara yang sama.

    Pasal 9
    Hak Suara Dalam Musyawarah Unit Nasional
    (1) Yang mempunyai hak suara adalah :
    1. Pengurus Unit Nasional;
    2. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional;
    3. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional
    (3) Jumlah hak suara adalah :
    1. Utusan Pengurus Unit Nasional 10 (sepuluh) suara;
    2. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional 2 (dua) suara;
    3. Utusan Pengurus Kelompok Nasional 1 (satu) suara.

    Pasal 10
    Hak Suara Dalam Musyawarah Provinsi
    (1) Yang mempunyai hak suara adalah :
    1. Pengurus Dewan Provinsi;
    2. Utusan Pengurus Unit Provinsi
    3. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
    (4) Jumlah hak suara adalah :
    1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi 10 (sepuluh) suara;
    2. Utusan Pengurus Unit Provinsi 2 (dua) suara;
    3. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 1 (satu) suara.

    Pasal 11
    Hak Suara Dalam Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya
    (1) Yang mempunyai hak suara adalah :
    1. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya;
    2. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya;
    3. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik.
    (5) Jumlah hak suara adalah :
    1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 5 (lima) suara;
    2. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya i(satu) suara;
    3. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik 1 (satu) suara.

    Pasal 12
    Hak Suara Dalam Musyawarah Kecamatan/Distrik
    (1) Yang mempunyai hak suara adalah:
    1. Pengurus Kecamatan/Distrik;
    2. Utusan Pengurus Desa/Kecamatan.
    (2) Jumlah hak suara adalah :
    1. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik 3 (tiga)suara;
    2. Utusan Pengurus Desa/Kelurahan 1 (satu) suara.

    BAB IV
    SAHNYA MUSYAWARAH
    Pasal 13
    (1) Musyawarah Nasional, Musyawarah Pimpinan, Musyawarah Unit Nasional, Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya, dan Musyawarah Kecamatan/Distrik dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah peserta yang berhak hadir dan mempunyai hak suara dalam musyawarah tersebut.
    (2) Apabila jumlah peserta musyawarah tidak memenuhi ayat (1) suara sah diambil oleh 2/3jumlah peserta yang hadir yang mempunyai hak suara.
    (3) Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga untuk Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkatan.

    Pasal 14
    Kuorum
    (1) Musyawarah Nasional, Musawarah Pimpinan, Musyawarah Unit Nasional, Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya, dan Musyawarah Kecamatan/Distrik dinyatakan memenuhi kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 jumlah peserta yang berhak hadir dan mempunyai hak suara.
    (2) Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) berlaku juga untuk Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkat

    Pasal 15
    Pengambilan Keputusan
    (1) Keputusan Musyawarah diambil dengan musyawarah dan mufakat.
    (2) Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ridak dicapai, dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak dari peserta yang hadir dan mempunyai hak suara.

    BAB V
    PERSYARATAN DAN LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN PENGURUS
    Pasal 16
    Persyaratan Jabatan Pengurus
    (1) Syarat untuk dapat menjadi Pengurus KORPRI pada semua tingkatan adalah anggota KORPRI.
    (2) Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haras memenuhi hal-hal sebagai berikut :
    1. Mempunyai kemampuan, komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap periuangan KORPRI;
    2. Telah mengabdikan dirinya bagi kepentingan KORPRI.

    Pasal 17
    Larangan Perangkapan Jabatan Pengurus Pengurus KORPRI pada semua tingkatan dilarang merangkap jabatan dalam dan antar kepengurusan KORPRI. *

    BAB VI
    KELENGKAPAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
    Pasal 18
    KELENGKAPAN ORGANISASI
    (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas pada semua tingkatan kepengurusan dapat dibentuk kelengkapan organisasi sesuai kebutuhan masing-masing dan ditetapkan dengan peraturan organisasi.
    (2) Kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain :
    1. Sekretariat Jenderal pada tingkat Dewan Pengurus Nasional dipimpin oleh yang Sekretaris Jenderal;
    2. Sekretariat pada semua tingkatan kepengurusan dipimpin oleh Sekreraris.
    (3) Ketentuan mengenai kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi

    Pasal 19
    Tata Kerja
    Pembagian Tugas dan Tata Kerja diatur dengan Petunjuk Operasional Organisasi.

    BAB VII
    TINDAKAN DISIPLIN DAN PEMBERHENTIAN
    Pasal 20
    Sanksi Pelanggaran Disiplin Pelanggaran disiplin dikenakan kepada Anggota Pengurus berupa sanksi:
    1. Peringatan (lisan atau tertulis);
    2. Skorsing;
    3. Pemberhentian tidak dengan hormat.
    (1) Sanksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dikenakan setelah memperoleh pertimbangan Penasehat dan Hasil Rapat Pengurus pada semua tingkatan.

    Pasal 21
    Peringatan Peringatan lisan maupun tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap Anggota Pengurus yang:
    1. Melakukan pelanggaran terhadap kode etik;
    2. Terbukti melalaikan tugas;
    3. Menyalahgunakan wewenang atau rnilik organisasi;
    4. Mencemarkan nama baik/citra organisasi;
    5. Melakukan perbuatan tercela sehingga merendah-kan martabat pribadi, keluarga, dan atau organisasi.

    Pasal 22
    Pembelaan Diri
    (1) Anggota Pengurus yang terkena sanksi, berhak untuk melakukan pembelaan diri secara lisan atau tertulis melalui Rapat Pimpinan masing-masing tingkatan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak sanksi dikenakan.
    (2) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengambil keputusan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pembelaan diri dilakukan.

    Pasal 23
    Skorsing
    (1) Skorsing dikenakan terhadap Pengurus yang telah diperingatkan baik secara lisan maupun tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut.
    (2) Skorsing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengurus untuk semua tingkatan masing-masing berdasarkan keputusan rapat yang diadakan khusus untuk itu.

    Pasal 24
    Pemberhentian
    Anggota Pengurus diberhentikan dengan hormat karena:
    1. Permintaan sendiri;
    2. Meninggal dunia;
    3. Pensiun dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan menjadi anggota;
    4. Pelanggaran disiplin.

    Pasal 25
    Pemberhentian tidak dengan hormat
    (1) Pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap Anfggota Pengurus apabila telah mendapatkan sanksi peringatan maupun skorsing sebagaimana dimaksud Pasal 21 dan Pasal 23.
    (2) Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Anggota Pengurus dilakukan oleh Pengurus dilakukan oleh Pengurus satu tingkat di atasnya atras usul Pengurus yang bersangkutan.

    BAB VIII
    PENGGANTI PENGURUS ANTAR WAKTU
    Pasal 26
    (1) Pengganti Pengurus Antar Waktu adalah tindakan pengisian kekosongan jabatan pengurus organisasi dikarenakan salah seorang anggota Pengurus berhenti.
    (2) Pengisian kekosaongan jabatan pengurus organisasi dapat dilakukan dengan mengangkat calon dari pengurus yang sudah ada dengan mempertimbangkan kemmapuan.
    (3) ZPengisian kekosongan jabatan pengurus organsasi dilakukan oleh Pengurus yang bersangkutan dan disahkan Pengurus satu tingkat diatasnya.

    BAB IX
    PENGELOLAAN KEUANGAN
    Pasal 27
    Iuran Anggota
    (1) Besaran iuran anggota ditentukan berdasarkan hasil musyawarah oleh pengurus nasional atau oleh pengurus pada tiap tingkatan
    (2) Pengalokasian dan penggunaan iuran angota pada tiap tingkat kepengurusan ditetapkan melalui musyawarah tingkat masing-masing.
    (3) Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pengalokasian dan penggunaansebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan untuk mendapat persetujuan pengurus satu tingkat di atasnya.
    (4) Pertanggungjawaban iuran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam musyawarah tiap tingkatan untuk mendapat pengesahan.

    Pasal 28
    Bantuan dan Pemanfaatan
    (1) KORPRI dapat menerima bantuan dari Pemerintah/Pemerintah Daerah dan atau sumbangan dari pihak yang tidak mengikat.
    (2) Setiap bantuan dan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima, wajib dicatat dan dipertangungjawabkan sesuai peraturan organisasi.
    (3) Dalam hal bantuan itu bersifat pinjaman, pengelolaan dan pertanggungjawabannya dilakukan sesuai peraturan perundangan.
    (4) Bantuan dan sumbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (3) dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi.

    BAB X
    BADAN USAHA DAN YAYASAN
    Pasal 29
    (1) Semua Badan Usaha, Yayasan, barang tidak bergerak berupa tanah dan bangunan, serta semua peralatan kantor yang ada dan dikuasai scara sah oleh sah oleh pengurus pada saat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini disahkan, menjadi hak milik dan kekayaan organisasi KORPRI pada tiap tingkat kepengurusan.
    (2) Kepengurusan Badan Usaha dan Yayasan ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya.
    (3) Kepengurusan Badan Usaha yang sudah dibentuk sebelum ketentuan ini agar menyesuaikan.
    (4) Kepengurusan Badan Usaha dan Yayasan yang ada sebelum perubahan AD/ART ini disahkan tetap berjalan sampai masa jabatannya berakhir.

    Pasal 30
    (1) Semua Badan Usaha dan Yayasan wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan sistem akuntansi yang ditetapkan oleh Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya.
    (2) Pada setiap akhir tahun anggaran, Badan Usaha dan Yayasan wajib membuat laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku umum, paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran sebelumnya;
    (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diaudit oleg uaditor independen paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran sebelumnya berakhir dan kemudian disampaikan kepada Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya untuk selanjutnya dipertanggung-jawabkan kepada anggota.

    BAB XI
    KETENTUAN LAIN-LAIN
    Pasal 31
    (l) Dalam hal Dewan Pengurus pada suatu tingkatan tidak berfungsi secara efektif sebagaimana mestinya, baik karena hal yang bersifat teknis maupun administratif serta sebab-sebab lainnya, Dewan Pengurus setingkat diatasnya wajib mengambil tindakan tertentu untuk menyelamat-kan kepentingan organisasi.
    (2) Tindakan Dewan Pengurus setingkat di atasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dengan keputusan Dewan Pengurus pada tiap tingkatan.

    BAB XII
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 32
    (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Operasional Organisasi.
    (2) Tugas dan Fungsi Sekretariat pada tiap tingkatan diatur dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), oleh Dewan Pengurus Nasional.
    (3) Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh dan dalam Musyawarah Nasional (MUNAS).
    (4) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal : 30 November 2004
    PIMPINAN MUSYAWARAN NASIONAL VI KORPRI
    TAHUN2004

    Ketua,
    Ttd
    Prof.DR. ERMAYA SURADINATA, Drs, SH, MS
    (DPP KORPRI)

    Wakil Ketua,                           Sekretaris,
    Ttd                                       Ttd
    DR.IRINDRADJATISIDI              ACHMAD SUGIONO P
    (UNIT KORPRI DIKNAS)            (DPPKORPRI PROP.JABAR)

    Anggota                                 Anggota
    Ttd                                        Ttd
    SEMAN WIDJOJO                      Drs. H.P.KAISIEPO, MM
    (UNIT KORPRI DEPDAGRI)          (DPC KORPRI KAB. MERAUKE)

    Anggota                                  Anggota
    Ttd Ttd
    H.SYAIFUL TETENG                   H.BADRUZZAMAN ISMAIL, SH, M.Hum
    (DPD KORPRI PROP.KALTIM)       (DPC KORPRI KOTA BANDA ACEH)

    Sumber : BKN

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo