• Breaking News

    Sistem Hukum di Indonesia

    Galih Gumelar - Bagaimanakah Sistem hukum di Indonesia, semoga penjelasan berikut yang diambail dari berbagai sumber bisa menjawab pertanyaan tersebut.

    Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang terorganisasi dan kompleks, suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks. Terdapat komponen yang terhubung dan mempunyai fungsi masing-masing terhubung menjadi sistem menurut pola. Sistem merupakan susunan pandangan, teori, asas yang teratur.

    Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan beberapa sistem hukum. Sistem hukum Indonesia merupakan perpaduan dari hukum agama, hukum adat, dan hukum negara eropa terutama Belanda sebagai Bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Belanda berada di Indonesia sekitar 3,5 abad lamanya. Maka tidak heran apabila banyak peradaban mereka yang diwariskan termasuk sistem hukum. 

    Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

    Bangsa Indonesia sebelumnya juga merupakan bangsa yang telah memiliki budaya atau adat yang sangat kaya. Bukti peninggalan atau fakta sejarah mengatakan bahwa di Indonesia dahulu banyak berdiri kerajaan-kerajaan hindu-budha seperti Sriwijaya, Kutai, Majapahit, dan lain-lain. Zaman kerajaan meninggalkan warisan-warisan budaya yang hingga saat ini masih terasa. Salah satunya adalah peraturan-peraturan adat yang hidup dan bertahan hingga kini. Nilai-nilai hukum adat merupakan salah satu sumber hukum di Indonesia. Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar maka tidak heran apabila bangsa Indonesia juga menggunakan hukum agama terutama Islam sebagai pedoman dalam kehidupan dan juga menjadi sumber hukum Indonesia.

    Sejarah Hukum di Indonesia

    Periode Kolonialisme
    Periode kolonialisme dibedakan menjadi tiga era, yaitu: Era VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga pendudukan Jepang.
    a. Era VOC
    Pada era penjajahan VOC, sistem hukum yang digunakan bertujuan untuk:
    1. Keperluan ekspolitasi ekonomi untuk membantu krisis ekonomi di negera Belanda;
    2. Pendisiplinan rakyat asli Indonesia dengan sistem yang otoriter
    3. Perlindungan untuk orang-orang VOC, serta keluarga, dan para imigran Eropa.

    Hukum Belanda diterapkan terhadap bangsa Belanda atau Eropa. Sedangkan untuk rakyat pribumi, yang berlaku ialah hukum-hukum yang dibuat oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata politik & pemerintahan pada zaman itu telah mengesampingkan hak-hak dasar rakyat di nusantara & menjadikan penderitaan yang pedih terhadap bangsa pribumi di masa itu.

    b. Era Liberal Belanda
    Tahun 1854 di Hindia-Belanda dikeluarkan Regeringsreglement (kemudian dinamakan RR 1854) atau Peraturan mengenai Tata Pemerintahan (di Hindia-Belanda) yang tujuannya adalah melindungi kepentingan usaha-usaha swasta di tanah jajahan & untuk yang pertama kalinya mencantumkan perlindungan hukum untuk rakyat pribumi dari pemerintahan jajahan yang sewenang-wenang. Hal ini bisa dilihat dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur soal pembatasan terhadap eksekutif (paling utama Residen) & kepolisian, dan juga jaminan soal proses peradilan yg bebas.
    Otokratisme administrasi kolonial masih tetap terjadi pada era ini, meskipun tidak lagi sekejam dahulu. Pembaharuan hukum yang didasari oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi, sebab eksploitasi masih terus terjadi.

    c. Era Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
    Politik Etis diterapkan  di awal abad ke-20. Kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum antara lain:
    1. Pendidikan bagi rakyat pribumi, termasuk juga pendidikan lanjutan hukum; 
    2. Pendirian Volksraad, yaitu lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; 
    3. Manajemen organisasi pemerintahan, yang utama dari sisi efisiensi; 
    4. Manajemen lembaga peradilan, yang utama dalam hal profesionalitas; 
    5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yg berorientasi pada kepastian hukum. 
    Sampai saat hancurnya kolonialisme Belanda, pembaruan hukum di Hindia Belanda meninggalkan warisan: i) Pluralisme/dualisme hukum privat dan pluralisme/dualisme lembaga-lembaga peradilan; ii) Pengelompokan rakyat ke menjadi tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa & Non-Tionghoa, & Pribumi.

    Masa penjajahan Jepang tidak banyak terjadi pembaruan hukum di semua peraturan perundang-undangan yang tidak berlawanan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sambil menghapus hak-hak istimewa orang-orang Belanda & Eropa lainnya. Sedikit perubahan perundang-undangan yang dilakukan: i) Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang awalnya hanya berlaku untuk golongan Eropa & yang setara, diberlakukan juga untuk kaum Cina; ii) Beberapa peraturan militer diselipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang terjadi adalah: i) Penghapusan pluralisme/dualisme tata peradilan; ii) Unifikasi kejaksaan; iii) Penghapusan pembedaan polisi kota & lapangan/pedesaan; iv) Pembentukan lembaga pendidikan hukum; v) Pengisian secara besar-besaran jabatan-jabatan administrasi pemerintahan & hukum dengan rakyat pribumi.

    Era Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal 
    a. Era Revolusi Fisik
    i) Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan melaksanakan penyederhanaan; 
    ii) Mengurangi serta membatasi peranan badan-badan pengadilan adat & swapraja, terkecuali badan-badan pengadilan agama yg bahkan diperkuat dengan pembentukan Mahkamah Islam Tinggi.

    b. Era Demokrasi Liberal
    Undang-undang Dasar Sementara 1950 yang sudah mengakui HAM. Namun pada era ini pembaharuan hukum & tata peradilan tidak banyak terjadi, yang terjadi adalah dilema untuk mempertahankan hukum & peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Selajutnya yang terjadi hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan & mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan & Kekuasaan Pengadilan.
    Era Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru 
    a. Era Demokrasi Terpimpin
    Perkembangan dan dinamika hukum di era ini
    i) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan & mendudukan MA & badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif; 
    ii) Mengubah lambang hukum "dewi keadilan" menjadi "pohon beringin" yang berarti pengayoman; 
    iii) Memberikan kesempatan kepada eksekutif untuk ikut campur tangan secara langsung atas proses peradilan sesuai UU No.19/1964 & UU No.13/1965; 
    iv) Menyatakan bahwa peraturan hukum perdata pada masa pendudukan tidak berlaku kecuali hanya sebagai rujukan, maka dari itu hakim harus mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional & kontekstual.

    b. Era Orde Baru
    Pembaruan hukum pada masa Orde Baru dimulai dari penyingkiran hukum dalam proses pemerintahan dan politik, pembekuan UU Pokok Agraria, membentuk UU yang mempermudah modal dari luar masuk dengan UU Penanaman modal Asing, UU Pertambangan, dan UU Kehutanan. Selain itu, orde baru juga melancarkan: i) Pelemahan lembaga hukum di bawah kekuasaan eksekutif; ii) Pengendalian sistem pendidikan & pembatasan pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Kesimpulannya, pada era orba tidak terjadi perkembangan positif  hukum Nasional.

    Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
    Semenjak kekuasaan eksekutif beralih ke Presiden Habibie sampai dengan sekarang, sudah dilakukan 4 kali amandemen UUD RI 1945. Beberapa pembaruan formal yang terjadi antara lain: 1) Pembaruan sistem politik & ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum & HAM; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.



    Sistem Hukum di Indonesia
    a. Pengertian sistem Hukum.
    Berbicara mengenai Sistem Hukum, dalam suatu sistem terdapat ciri-ciri tertentu, yakni terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. Dan kaitannya dengan hukum, maka Prof. Subekti,S.H. berpendapat bahwa: “sistem hukum adalah suatu susunan atau tataan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan”.
    Setiap sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya dan dapat dikatakan bahwa suatu sistem adalah tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya dengan demikian sifat sistem itu menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional. Kalau dikatakan bahwa hukum itu sebagai suatu sistem, artinya suatu susunan atau tataan teratur dati aturan-aturan hidup. Misalnya dalam hukum perdata sebagai sistem hukum Positif.

    b. Ciri-ciri sistem Hukum Indonesia.
    Dalam kajian-kajian teoretik, berdasarkan berbagai karakteristik sistem hukum dunia dibedakan antara: sistem hukum sipil; Sistem hukum anglo saxon atau dikenal juga dengan common law; hukum agama; hukum negara blok timur (sosialis). Eric L. Richard (dalam Suherman, 2004: 21)
    Sistem Hukum Eropah Kontinental lebih mengedapankan hukum tertulis, peraturan perundang-undangan menduduki tempat penting. Peraturan perundang-undangan yang baik, selain menjamin adanya kepastian hukum, yang merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban, juga dapat diharapkan dapat mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga peradilan harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis diharapkan dapat lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar sampai norma yang bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya mekanisme perubahan undang-undang.
    Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
    Sistem hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem hukum yang unik, sistem hukum yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada. Sistem hukum Indonesia tidak hanya mengedepankan ciri-ciri lokal, tetapi juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut oleh masyarakat internasional.
    Apapun sistem hukum yang dianut, pada dasarnya tidak ada negara yang hanya didasarkan pada hukum tertulis atau hukum kebiasaan saja. Tidak ada negara yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan pentingnya pengadilan
    Komitmen untuk menegakkan supremasi hukum selalu didengungkan, tetapi keberadaan hukum maupun sistem hukum bukanlah merupakan ciri mendasar dari supremasi hukum. Supremasi hukum ditandai dengan penegakan rule of law yang sesuai dengan, dan yang membawa keadilan sosial bagi masyarakat. Jadi yang terutama dan diutamakan adalah hukum dan sistem hukum yang membawa keadilan bagi masyarakat.

    c. Unsur-unsur dalam Sistem Hukum Indonesia.
    1) Sistem Hukum Islam.
    Sistem hukum ini mula-mula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebrangan agama Islam. Kemudian berkembang kenegara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara Individual atau kelompok.
    Sistem Hukum Islam bersumber Hukum kepada:
    1) Al-Quran, yaitu Kitab suci kaum muslim yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Rasul Allah Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril.
    2) Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadist) mengenai Nabi Muhammad.
    3) Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara bekerja (berorganisasi).
    4) Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode Ilmu Hukum berdasarkan deduksi dengan menciptakan atau menarik suatu garis hukum baru dari segi hukum lama dengan maksud memberlakukan yang baru itu kepada suatu keadaan karena persamaan yang ada didalamnya.
    Agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad dengan maksud menyusun ketertiban serta keselamatan umat manusia.
    Berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem hukum islam dalam “Hukuum Fikih” terdiri dari dua hukum pokok, yakni:
    1) Hukum Rohaniah, lazim disebut “Ibadat”, yaitu cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian kepada Allah, seperti Shalat, Puasa, Zakat, Dan menjalankan Haji.
    2) Hukum Duniawi, terdiri dari:
    a) Muamalat, yakni tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antar manusia dalam bidang jual beli, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, hukum perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
    b) Nikah, yakni perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan Monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
    c) Jinayat, yakni hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
    Sistem Hukum islam ini menganut suatu keyakinan dari ajaran Agama Islam dengan keimanan lahir secara individual.

    2). Sistem Hukum Adat.
    Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, Jepang dan negara lain. Istilahnya berasal dari bahasa Belanda “adatrecht” yang untuk pertama kali oleh Snouck Hurgronje, Pengertian Hukum Adat yang digunakan oleh Mr. C. Van Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa Hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum Adat dan Adat yang tidak dapat dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat Hukumnya. Kata “Hukum” dalam pengertian hukum adat lebih luas artinya dari istilah hukum di Eropa, karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhanya oleh berbagai golongan tertentu dalam ilmu lingkungan kehidupan sosialnya.

    Sistem Hukum Adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Dan Hukum Adat itu mempunyai tipe yang bersifat Tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenekk moyang.utuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang.
    Dari sumber hukum yang tidak tertulis itu, maka Hukum Adat dapat memperlihatkan kesanggupanya untuk menyesuaikan diri dan elastik. Misalnya, kalau seorang dari Minangkabau datang ke daerah Sunda dengan membawa ikatan-ikatan tradisinya, maka secara cepat ia menyesuaikan dengan daerah tradisi yang didatangi. Keadaan ini berbeda dengan hukum yang peraturan-peraturanya ditulis dan dikondifikasikan dalam sebuah kitab Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat diubah secara cepat untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertentu.
    Berdasarkan sumber hukum dan tipe Hukum Adat itu, maka dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia.

    Sistem Hukum Adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
    1) Hukum Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur tentang susunan dari ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtsgemeneschappen) serta dalam susunan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan pejabatnya.

    2) Hukum Adat mengenai Warga (hukum warga) terdiri dari:
    a) Hukum Pertalian Sanak (perkawinan, waris).
    b) Hukum Tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah).
    c) Hukum Perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang
    benda selain tanah dan jasa).

    3) Hukum Adat mengenai detik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang berbagai delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.
    Hukum Adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat indonesia, sedangkan masyarakat itu sendiri selalu berkembang, dengan tipeyang mudah berubah dan elastik, maka sejak penjajahan Belanda banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari polotik hukum yang ditanamkan oleh pemerintah penjajah itu.

    3). Sistem Hukum Barat.
    Hukum Barat mengacu pada tradisi hukum dari budaya Barat . Western culture has an idea of the importance of law which has its roots in both Roman law and the Bible . Budaya Barat memiliki gagasan tentang pentingnya hukum yang berakar baik dalam hukum Romawi dan Alkitab . As Western culture has a Graeco-Roman Classical and Renaissance cultural influence, so does its legal systems. Sebagai budaya Barat memiliki Graeco-Romawi Klasik dan Renaissance pengaruh budaya, begitu pula sistem hukum.
    Barat budaya hukum adalah bersatu dalam ketergantungan sistematis konstruksi hukum. Such constructs include corporations , contracts , estates , rights and powers to name a few. Konstruksi tersebut termasuk perusahaan , kontrak , perkebunan , hak dan kekuasaan untuk beberapa nama. These concepts are not only nonexistent in primitive or traditional legal systems but they can also be predominately incapable of expression in those language systems which form the basis of such legal cultures. Konsep-konsep ini tidak hanya tidak ada dalam sistem hukum primitif atau tradisional tetapi mereka juga dapat didominasi mampu berekspresi di sistem-sistem bahasa yang membentuk dasar dari budaya hukum tersebut.
    As a general proposition, the concept of legal culture depends on language and symbols and any attempt to analyse non western legal systems in terms of categories of modern western law can result in distortion attributable to differences in language. So while legal constructs are unique to classical Roman, modern civil and common law cultures, legal concepts or primitive and archaic law get their meaning from sensed experience based on facts as opposed to theory or abstract. Sebagai proposisi umum, konsep budaya hukum tergantung pada bahasa dan simbol-simbol dan setiap usaha untuk menganalisis sistem non-hukum Barat dalam hal kategori hukum Barat modern dapat mengakibatkan distorsi disebabkan perbedaan bahasa. Jadi, sementara konstruksi hukum unik untuk klasik Romawi, modern, budaya hukum sipil dan umum, konsep hukum atau hukum primitif dan kuno mereka mendapatkan arti dari pengalaman merasakan didasarkan pada fakta sebagai lawan teori atau abstrak. Legal culture therefore in the former group is influenced by academics, learned members of the profession and historically, philosophers. Budaya hukum karena itu dalam kelompok mantan dipengaruhi oleh akademisi, belajar anggota profesi dan historis, filsuf. The latter group’s culture is harnessed by beliefs, values and religion at a foundational level. Budaya kelompok terakhir ini dimanfaatkan oleh keyakinan, nilai dan agama pada tingkat dasar.

    4). Sistem Hukum Nasional.
    Sistem hukum Indonesia adalah kompleks karena merupakan pertemuan tiga sistem yang berbeda. Prior to the first appearance of Dutch traders and colonists in the late 16th century and early 17th century, indigenous kingdoms prevailed and applied a system of adat (customary) law. Sebelum penampilan pertama dari pedagang Belanda dan koloni di akhir abad ke-16 dan abad 17 awal, kerajaan pribumi menang dan menerapkan sistem adat (adat) hukum. Dutch presence and subsequent colonisation during the next 350 years until the end of World War II left a legacy of Dutch colonial law. Kehadiran Belanda dan penjajahan berikutnya selama 350 tahun berikutnya hingga akhir Perang Dunia II meninggalkan warisan hukum kolonial Belanda. A number of such colonial legislation continue to apply today. Sejumlah undang-undang kolonial seperti ini terus berlaku hari ini. Subsequently, after Indonesian declared independence on 17 August 1945, the Indonesian authorities began creating a national legal system based on Indonesian precepts of law and justice. Selanjutnya, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mulai menciptakan sistem hukum nasional Berdasarkan indonesian ajaran hukum dan keadilan.
    These three strands of adat law, Dutch colonial law and national law co-exist in modern Indonesia. Ketiga helai hukum adat, hukum kolonial Belanda dan hukum nasional hidup berdampingan di Indonesia modern. For example, commercial law is grounded upon the Commercial Code 1847 (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang or Wetboek van Koophandel), a relic of the colonial period. Sebagai contoh, hukum komersial didasarkan pada Kode Komersial 1847 (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel), sebuah peninggalan masa kolonial. However, commercial law is also supplemented by a large number of new laws enacted since independence. Namun, hukum komersial juga dilengkapi dengan sejumlah besar undang-undang baru diberlakukan sejak kemerdekaan. They include the Banking Law 1992 (amended in 1998), Company Law 1995, Capital Market Law 1995, Antimonopoly Law 1999 and the Oil & Natural Gas Law 2001. Mereka termasuk UU Perbankan 1992 (diamandemen pada 1998), Hukum Perusahaan 1995, Undang-undang Pasar Modal 1995, UU Antimonopoli 1999 dan Hukum Gas Alam Minyak & 2001. Adat law is less conspicuous. Hukum adat yang kurang mencolok. However, some adat principles such as “consensus through decision making” (musyawarah untuk mufakat) appear in modern Indonesian legislation. Namun, beberapa prinsip-prinsip adat seperti “konsensus melalui pengambilan keputusan” (musyawarah mufakat UNTUK) muncul dalam undang-undang Indonesia modern.

    Sistem Hukum Indonesia Saat Ini
    Seiring dengan panjangnya sejarah terbentunya bangsa ini, tentunya perjalanan sistem hukum yang dianut indonesia juga ikut mengalami perubahan seperti juga kelebihan demokasi pancasila . hukum sendiri meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang dapat disebut juga kaedah hukum yakni peraturan-peraturan kemasyarakatan. Setiap orang harus mengikuti dan menaaati pertaturan dan terikat pada hukum agar ketertiban di masyarakat dapat terwujud.

    Sistem hukum bersifat mengikat dan menjadi dasar atau panduan untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan kaidahnya. Terdapat ciri-ciri dari sistem hukum yang dianut oleh indonesia, ciri tersebut adalah :
    1. Terdapat perintah dan larangan.
    2. Terdapat sanksi tegas bagi yang melanggar.
    3. Perintah dan larangan harus ditaati untuk seluruh masyarakat.

    Berbagai definisi atau pengertian hukum menurut para ahlu bisa jadi bukan menjadi hal penting. Sebab yang paling penting adalah bagaimana sistem hukum tersebut di tegakkan dalam kehidupan masyarakat sehingga masyarakat dapat memperoleh rasa aman dan diperlakukan secara adil didepan hukum dalam prinsip-prinsip demokrasi pancasila .

    Jika berbicara mengenai sistem hukum yang saat ini diterapkan di Indonesia maka akan mengerucut pada sistem hukum pidana dan sistem hukum perdata. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi).

    Sistem Hukum Pidana di Indonesia, untuk Sistem Hukum Pidana Materiil nya diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Sedangkan Sistem Hukum Pidana Formil yang mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil, telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).

    Sedangkan hukum perdata diartikan sebagai ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan-kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat Indonesia yang dalam praktek hukumnya, karena Indonesia, merupakan bekas negara jajahan Belanda serta mempunyai penganut agama Islam mayoritas, juga mempunyai kultur dan budaya yang beragam, banyak dipengaruhi oleh tradisi hukum Eropa-Kontinental atau Civil Law, yakni hukum privat atau hukum perdata dan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran Islam terutama bagi penganut agama Islam yakni Hukum Islam.

    Dalam konstitusi sudah jelas dikatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Dari pernyataan ini dapat memancing pemikiran bahwa Indonesia bukan negara keadilan ini juga salah satu penyebab konflik horizontal . Mengapa bisa dikatakan demikian? Bisa kita lihat realita di sekitar kita saat ini, salah satu contohnya adalah Bagaimana dengan mudahnya seorang nenek yang mencuri 3 buah kakao dihukum seberat orang yang korupsi jutaan rupiah?

    Coba anda pikirkan seseorang yang hanya mencuri 3 buah kakao yang bila dijual hanya beberapa ribu saja dan tidak merugikan banyak orang dengan orang yang mencuri uang negara yang merugikan seluruh masyarakat terutama masyarakat kecil, bisa bisanya mendapat hukuman yang sama? Kaum atas memandang hukum itu hanya sebuah permainan semata dan masyarakat kecil semakin sengsara dengan keberadaan hukum di indonesia saai ini.

    Padahal dalam konstitusi mensyaratkan bahwa hukum merupakan sesuatu yang berkeadilan dimana semua sama di hadapan hukum. Tidak ada pengaruh jabatan, uang atau bahkan kekuasaaan sebagaimana dalam contoh kasus integrasi sosial dan contoh kasus perlindungan konsumen . Tentunya sudah banyak sekali kasus sejenis dan serupa yang kita lihat dan saksikan di televisi. Sangat miris tentunya sebab sistem hukum di Indonesia saat ini terkesan runcing kebawah namun tumpul keatas. Jika bertanya soal keadilan maka tentunya bukan seperti itu keadilan yang diharapkan oleh segenap masyarakat Indonesia.

    Sudah bukan hal yang tabu lagi jika sistem hukum negara kita bisa dibeli dengan uang. Bahkan sebuah fakta mencengangkan menunjukkan hasil bahwa begitu mudahnya para aparat penegak hukum untuk bisa disuap. Sehingga kemudian dapat mempengaruhi proses hukum yang dijalani. Apalagi bagi mereka yang memiliki kapasitas sebagai orang berkuasa arau berduit.

    Tentunya budaya ini mencoreng muka sistem peradilan dan sistem hukum yang ada di Indonesia. Jika tidak bisa memberikan keadilan maka tentu hukum tidak bisa memenuhi fungsinya. Kesan hukum yang bisa dibeli dengan uang masih tetap melakat. Apalagi setelah mencuatnya kasus penyuapan terhadap jaksa dan hakim. Sangan manusiawi memang jika kemudian manusia dipenuhi dengan nafsu dan serakah akan materi namun tentu hal tersebut melanggar sumpah jabatan.

    Jika kondisi demikian terus berlanjut maka tidak menutup kemungkinan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan menurun. Masyarakat akan bernuat semaunya, sehingga hukum rimba akan kembali berlaku. Tentunya hal ini malah akan menimbulkan masalah baru terutama dalam kestabilan serta keamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga diperlukam ketegasan pemerintah dalam upaya mengembalikan citra hukum Indonesia yang kini mulai tercoreng oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.

    hukum adalah bagian usaha untuk meraih keadilan dalam masyarakat, tatapi tidak sama persis dengan keadilan. Keadilan mencangkup hukum, namun hukum bukan satu-satunya cara menciptakan keadilan. Hukum Indonesia adalah produk politik, Karena itu seharusnya hukum kita bisa lebih progresif, mengingat tentang kepentingan semua pihak dapat dengan cepat tersampaikan. Dengan demikian harapannya kebahagiaan masyarakat terwujudkan

    Sumber :
    • Wikipedia
    • Dan Sumber Lainnya



    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo