• Breaking News

    Pengantar Hukum Indonesia

    Galih Gumelar - Penelaah dan penggiat hukum Indonesia. Pengertian Tata Hukum, yaitu menyusun dengan baik dan Tertib aturan-aturan hukum dalam pergaulan hidup supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap peristiwa hukum yang terjadi.

    Pengertian PHI atau Pengantar Hukum Indonesia terdiri dari tiga kata “Penghantar”, “Hukum”, dan “Indonesia”. Pengantar berarti menantarkan pada tujuan tertentu.  yang Pengantar dalam bahas Belanda disebut inleiding dan introduction (bahasa inggris) yang berarti memperkenalkan secara umum atau secara garis besar yang tidak mendalam atas sesuatu hal tertentu. Pada istilah Pengantar Hukum Indonesia yang diperkenalkan secara umum atau secara garis besar adalah hukum Indonesia.

    Istilah “Hukum Indonesia” yang dimaksud adalah hukum yang berlaku di Negara Indonesia pada waktu sekarang. Hukum yang berlaku pada waktu sekarang disuatu tempat atau wilayah disebut “Hukum Positif”, artinya hukum yang (dipositifkan) berlaku untuk masyarakat tertentu dan dalam waktu tertentu. Hukum positif juga disebut ius constitutum, artinya hukum yang sudah ditetapkan untuk diberlakukan saat ini pada suatu tempat atau Negara tertentu.

    Apa tujuan mempelajari Pengantar Hukum Indonesia (PHI) ??
    1. Untuk mengetahui dan memahami susunan sistematika tata hukum di Indonesia
    2. Untuk memelihara tata tertib di masuarakat
    3. Dengan mengetahui tata hukum, dapat menumbuhkan keksakdakran dan membedakan perbuatan yang melanggar hukum atau tidak
    4. Untuk mengetahui fungsi hukum yaitu ilmu yang mengajarkan dasar-dasar pengetahuan di antara hukum.

    Ruang Lingkup yang dipelajari di Pengantar Hukum Indonesia (PHI)
    Pengantar Hukum Indonesia membahas mengenai hukum positif yang berlaku di Indonesia sehingga fungsi dari pengantar hukum indonesia adalah untuk mengantarkan dan membantu setiap orang untuk mempelajari hukum positif yang berlaku di Indonesia.

    Fungsi dasar PTHI/PHI :
    1. Sebagai ilmu yang mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar hukum di Indonesia bagi para calon sarjana hukum yang menuntut ilmu di Indonesia yang penting bagi mereka untuk memahami pengetahuan dan pengertian tentang hukum ditingkat pendidikan yang lebih tinggi.
    2. Mengantar setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku di Indonesia (hukum positif).


    Maka dapat disimpulkan Pengantar Tata Hukum Indonesia (PTHI) atau sekarang Pengantar Hukum Indonesia (PHI) adalah suatu ilmu yang mengajarkan tentang tata hukum Indonesia dan segala seluk beluk yang terdapat di dalamnya. Jadi yang ,menjadi objek pembicaraan dalam pengantar hukum Indonesia ialah hanya tata hukum Indonesia (hukum positif) seperti HTN, HAN, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, dll.

    Sistem Hukum 
    Suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu dengan yang lain, tersusun dengan suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan.
    Hukum Sebagai suatu sistem, artinya suatu susunan atau tataan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain.

    A. RUANG LINGKUP PHI (Tata Hukum Indonesia)
    Tata Hukum di Indonesia ditetapkan oleh masyarakat Hukum Indonesia, ditetapkan oleh Negara Indonesia. Lahirnya Tata Hukum di Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dibentuklah tata hukumnya itu dinyatakan dalam :
    1.Proklamasi Kemerdekaan : “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”,
    2.Pembukaan UUD-1945: “ Atas berkat Rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Undang-undang dasar Negara Indonesia…”

    Pernyataan itu mengandung arti :
    1.Menjadikan Indonesia sauatu Negara yang merdeka dan berdaulat
    2.Pada saat itu menetapkan tata hukum Indonesia, sekedar mengenai bagian tertulis. D

    Didalam Undang-undang dasar Negara itulah tertulis tata hukum Indonesia (yang tertulis). Undang-undang hanyalah memuat ketentuan-ketentuan dasar merupakan rangka dari tata hukum Indonesia

    Tata Hukum di Indonesia meliputi :

    1. Sistem Hukum 
    Macam-macam Sistem Hukum
    a. Sistem Hukum Eropa Kontinental.
    b. Sistem Hukum Anglo Saxon
    c. Sistem Hukum Adat

    Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

    Hukum Tata Negara di Indonesia :
    1.Hukum perdata Indonesia
    2.Hukum Pidana Indonesia
    3.Hukum Tata Negara Indonesia
    4.Hukum Dagang
    5.Hukum Agraria
    6.Hukum Pajak
    7.Hukum Acara Pengadilan
    8.Hukum Administrasi Negara
    9.Hukum Adat
    10.Hukum Islam.

    Klasifikasi hukum
    1.Berdasarkan sifatnya
    Drs E. Utrecht, SH. Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Indonesia” (1953) telah membuat suatu batasan, Utrecht memberikan batasan Hukum sebagai Berikut: “Hukum itu adalah himpunan peratura-peraturan (perintah-Perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena harus ditaati oleh masyarakat. Itu. Akan tetapi tidaklah semua orang mau mentaati kaedah-kaedah hukum itu, maka peraturan kemasyarakatan itu harus dilengkapi dengan unsur memaksa. Dengan demikian Hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Hukum merupakan peraturan-peraturan hidup masyarakat yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberi sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.

    2.Berdasarkan fungsinya.
    Fungsi Hukum ialah untuk mengatur, sebagai petugas, serta sebagai sarana untuk menciptakan dan memelihara ketertiban. Yang akan diatur oleh Hukum ialah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat, adanya sanksi terhadap pelanggaran tersebut adalah tegas, bersifat memaksa, dan peraturan hukum diadakan oleh badan-badan resmi. Hukum yang diciptakan penguasa memiliki tiga tujuan yang hendak dicapai. Untuk menjelaskan tujuan ini ada 3 (tiga) teori yang menjelaskan tentang tujuan hukum, Teori Etis, tujuan hukum untuk mencapai keadilan, Teori Utilitas tujuan hukum untuk mencapai kebahagiaan manusia Teori campuran, tujuan hukum untuk mencapai ketertiban (yang utama) dan keadilan yang berbeda-beda isinya dan ukurannya menurut masyarakat dan zaman. Sedangkan tujuan Hukum Negara Republik Indonesia Menurut Hukum Positif tertuang dalam alinea keempat UUD Negara RI 1945 “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” tujuan Hukum sebagaimana disebutkan diatas intinya adalah menghendaki adanya keseimbangan, kepentingan, keadilan,ketertiban,ketentraman dan kebahagiaan setiap insan manusia, maka dari situ dapat diketahui apa sebenarnya fungsi dari hukum itu sendiri. 

    Secara umum fungsi hukum dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, yaitu :
    1.Alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.
    2.Sarana mewujudkan keadilan sosial.
    3.Alat penggerak pembangunan nasional.
    4.Alat kritik.
    5.Sarana penyelesaian sengketa atau perselisihan.

    3.Berdasarkan isinya.
    Hukum berdasarkan isinya adanya hukum Privat dan hukum publik. Pengertian dari masing-masing tersebut ialah, Hukum Privat, ialah Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Hukum privat ialah termasuk Hukum Pribadi, Hukum Keluarga, Hukum Kekayaan dan Hukum Waris, Contohnya seperti seseorng melakukan Perjanjian jual beli. Sedangkan Hukum Publik ialah bidang hukum dimana subyek hukum bersangkutan dengan subyek hukum lainnya, yang dimaksud ialah jika seseorang melanggar atau melakukan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam denga hukuman. Hukum publik ialah termasuk Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Pidana.

    4.Berdasarkan Waktu Berlakunya.
    Hukum berdasarkan Waktu Berlakunya berdasarkan Hukum Positif atau Tata-Hukum dengan nama asing disebut ius constitutum sebagai lawan kata dari pada ius constituendu. Yakni perbuatan hukum yang berdampak positif bagi masyarakat, seperti seseorang memliki keinginan untuk mencuri atau merampok, tetapi seseorang tersebut tidak jadi mencuri atau merampok karena mengetahui adanya hukuman atau sanksi bagi yang melakukan perbuatan tersebut. Berikut sebaliknya ius constituendum yakni Hukum Negatif ialah seseorang tersebut telah mengerti adanya hukuman atau sanksi bagi pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-kejahatan tersebut tetapi seseorang tersebut seakan tak mempedulikan hal tersebut, seperti Korupsi. Serta Hukum Antar Waktu yakni Hukum Yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hkm yang berlaku pada masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.

    5.Berdasarkan Wujudnya/Bentuknya.
    Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara:
    1.Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law), Yakni Hukum yang dicantumkan dalam
    berbagai peraturan-perundangan satu negara, Contohnya:
    1. Undang-Undang Dasar 1945
    2. Peraturan Pemerintah.
    3. Peraturan Presiden.
    4. Peraturan Daerah.

    Mengenai Hukum tertulis, ada yang telah dikondifikasikan, dan yang belum
    dikondifilasikan . KONDIFIKASI ialah pembukaan jenis-jenis hukum tertentu dalam
    kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Unsur Kondifikasi ialah, Jenis Hukum tertentu (misalnya hukum perdata), sistematis, lengkap. Tujuan Kondifikasi dari hukum tertulis ialah untuk memperoleh Kepastian hukum, penyederhanaan hukum, kesatuan hukum. Berikut ialah contoh hukum yang sudah dikondifikasikan:
    1)Kitab Undang-undang Hukum Sipil (1 Mei 1848).
    2)Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (1 Mei 1848).
    3)Kitab Undang-undang Hukum Pidana (1 Januari 1918).

    1.Hukum Tak Tertulis (unstatutery Law = unwritten Law), Yakni Hukum yang
    masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya
    ditaati seperti suatu peraturan perundangan (disebut juga hukum kebiasaan),
    disebut Hukum Adat (Adat Law).

    Perhatian dari luar terhadap hukum adat, Bangsa indonesia tidak lepas dari kontak dengan bengsa-bangsa lain. Istilah “Hukum Adat” adalah terjemahan dari perkataan Belanda “adatrecht”, istilah “adatrecht” ini ialah untuk pertama kali dipakai jadi merupakaniptaan, Snouck Hurgronje. Kemudian dipakai oleh pengarang-pengarang lain-lain. Tetapi kesemuanya ini memakainya masih secara sambil lalu dan hanya untuk hukum Indonesia asli, terlepas dan akibat pengaruh-pengaruh dari luar, seperti pengaruh agama.

    6.Berdasarkan waktu berlakunya.
    1. Hukum Nasional, Yaitu Hukum yang berlaku dinegara yang bersangkutan, misalnya Hukum Nasional Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menempatkan UUD 1945 sebagai hukum positif tertinggi.
    2. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukumyang terjadi dalam, pergaulan internasional.
    3. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku dinegara lain, misalnya bagi bangsa Indonesia adalah hukum yang berlaku di Malaysia, Amerika Serikat, Australia, dsb.
    4. Hukum Gereja, adalah hukum yang ditetapkan oleh gereja dan diperlakukan terhadap para jamaahnya.


    7.Berdasarkan Daya Kerjanya.
    - Hukum yang bersifat mengatur atau fakultatif atau subsidiair atau perlengkapan dispositif, yaitu hukum yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat para pihak.
    - Hukum yang bersifat memaksa atau imperatif (dwingendrecht),yaitu hukum yang dalam keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat para pihak, yang berarti kaedah hukumnya bersifat mengikat dan memaksa, tidak memberi wewenang lain, selain apa yang telah ditentukan dalam undang-undang.
    Biasanya hukum yang mengatur kepentingan umum bersifat memaksa, sedangkan hukum yang mengatur kepentingan perseorangan atau epentingan khusus bersifat mengatur. Persoalanya bagaimana caranya untuk mengetahui, apakah suatu peraturan hukum itu bersifat memaksa atau bersifat mengatur?
    Dalam hal ini ada 3 (tiga) pedoman, yaitu:
    -Berdasarkan Pasal 23 AB, yang menentukan bahwa suatu perbuatan atau perjanjian tidak dapat meniadakan kekuatan undang-undang yang berhubungan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan ketertiban umum kesusilaan itu bersifat memaksa.
    -Dengan membaca darri bunyi peraturan hukum yang bersangkutan, dapat diketahui bahwa suatu peraturan hukum bersifat memaksa atau tidak. Contoh: Pasal 1447 KUH Perdata yang menentukan bahwa penyerahan harus dilakukan ditempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan, jika tentang itu tidak telah diadakan persetujuan lai.
    -Dengan jalan interprestasi dapat diketahui bahwa peraturan hukum tersebut bersifat memaksa atau tidak. Contoh: pasal 1368 KUH Perdata yang menentukan bahwa pemilik seekor binatang, atau siapa yang memakainya, adalah selama binatang itu dipakainya bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada dibawah pengawasannya, maupun tersesat atau terlepas dari pengawasannya.

    2.Sejarah Hukum Indonesia.
    Ada beberapa periode sejarahberkembangnya Hukum diindonesia, Yakni:
    1.Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal

    Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
    1.Periode VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk: Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda, Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa. Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.

    2.Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas. Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

    3.Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah: Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum; Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi; Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi; Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas; Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan: Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan; Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
    Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi: Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan; Unifikasi kejaksaan; Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; Pembentukan lembaga pendidikan hukum; Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.

    3.TERBENTUKNYA HUKUM
    A) pandangan legisme ( akhir abad 19) :
    - hukum terbentuk oleh perundang-undangan
    - hakim secara mekanis merupakan terompet undang-undang
    - kebiasaan berlaku bila ada pengaruh
    - meinitik beratkan pada kepastian hukum

    B) pandangan freirechtlehre ( -20) :
    - hukum terbentuk oleh peradilan
    - undang-undang dan kebiasaan hanya sarana pembantu hakim menemukan hukum pada kasus konkrit
    - titik beratnya : social doelmatighe

    Pandangan modern terbentuknya hukum :
    1. hukum terbentuk dengan berbagai macam cara
    2. hukum oleh pembentuk UU dan hakim menerapkan UU
    3. penerapan UU tidak dapat mekanis tapi perlu penafsiran
    4. UU tidak sempurna sehingga penafsiran dan kekosongan hukum adalah tugas hakim melalui peradilan
    5. hukum terbentuk tidak hanya karena pembentukan UU dan peradilan tetapi pergaulan social juga dapat membentuk hokum
    6. peradilan kasasi berfungsi untuk memelihara kesatuan hukum dan pembentukannya

    7. Sumber Hukum dan Tertib Hukum. 
    1.Adapun yang dimaksud dengan Sumber Hukum ialah: Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
    2.Sumber Hukum itu dapat ditiinjau dari segi Material dan segi Formal:
    3.Sumber-sumber Hukum dari segi material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan sebagainya. 
    Contohnya: 
    1.Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
    2.Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

    2.Sumber-Sumber Hukum Formalantara lain: 
    1.Undang-undang (statute).
    2.Kebiasaan (costum).
    3.Keputusan-keputusan Hakim (jurisprudensi).
    4.Traktat (treaty).
    5.Pendapat Sarjana Hukum (doktrin).

    a.Undang-Undang.
    Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan dipelihara oleh penguasa negara, undang-undang juga peraturan Hukum tertinggi dinegara.
    Menurut Buys, undang-undang memiliki dua arti, yakni:
    1. Undang-undang dalam arti formal: setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang kerena cara pembuatanya (misalnya: dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan Parlemen).
    2. Undang-undang dalam arti material: setiap keputusan Pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
    1) Syarat-syarat berlakunya suatu undang-undang:
    Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaran Negara (LN) oleh Menteri/Sekertaris Negara (dahulu: Menteri Kehakiman). Tanggal berlakunya suatu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Jika tanggal berlakunya disebutkan dalam undang-undang, maka undang-undang itunmulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam L.N untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah lain-lainnya beru berlaku 100 hari setelah perundangan dalam L.N. setelah syarat tersebut dipenuhi, maka “SETIAP ORANG DIANGGAP TELAH MENGETAHUI ADANYA SESUATU UNDANG-UNGANG”. Hal ini berarti jika ada seseorang yang melanggar Undang-undang tersebut, ia tidak diperkenankan membela atau membebaskan diri dengan alasan apapun.
    2)Berakhirnya Kekuatan berlaku undang-undang 
    Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika:
    a)Jangka waktu berlaku yang telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah lampau.
    b)Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak lagi ada.
    c)Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
    d)Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yand dulu berlaku.

    Yang dimaksud dengan Lembaran Negara itu ialah suatu lembaran (sertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) semua peraturan-peraturan negara dan pemerintah agar sah berlaku. Misalnya:
    1)L.N. tahun 1962 No. 1 (L.N. 1962/1).
    2)L.N. tahun 1962 No. 2 (L.N. No. 2 tahun 1962).

    Contoh:
    1)L.N. 1950 No. 56 isinya: undang-undang dasar sementara (1950).
    2)L.N. No. 37 isinya: Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1959 tentang peraturan ujian Universitas bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta.
    3)L.N. 1961 No. 302 isinya: undang-undang No. 22 tahun 1961 tentang Peguruan Tinggi.
    Sedangkan yang dimaksud dengan Berita Negara ialah suatu penerbitan resmi Departemen Kehakiman (Sekertaris Negara) yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah da memuat surat-surat yang dianggap perlu seperti: akta pendirian PT, Firma, Koperasi, dan lain-lain.

    b.Kebiasaan (costum).
    Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran Hukum, maka demikian timbulah kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum. Contohnya: apabila seorang Komisioner sekali menerima 10% dari hasil atau pembelian sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang dan komisioner yang lainpun juga menerima upah yang sama yaitu 10% maka dari itu lambat laun kebiasaan (usance) berkembang menjadi Hukum Kebiasaan.

    c.Pendapat Sarjana Hukum (doktrin).
    Pendapat para Sarjana Hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh Hakim. Dalam Jurisprudensi terlihat bahwa hakim sering berpegang pada pendapat seorang atau beberapa Sarjana Hukum yang terkenal dalam Ilmu Pengetahuan Hukum. Hakim sering menyebut (mengutip) pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikan. Terutama dalam hubungan internasional pendapat-pendapat para Sarjana Hukum berpengaruh yang besar. Bagi Hukum Internasional pendapat para Sarjana Hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting.Mahkamah Internasional dalamPiagam Mahkamah Internasional (Statute of the International Court of Justice) pasal 38 ayat 1 mengakui, bahwa dalam menimbang dan memutuskan suatu perselisihan dapat dipergunakan beberapa pedoman yang antara lain:
    a)Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions).
    b)Kebiasaan-kebiasaan Internasional (International Costums).
    c)Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The general principles of law recorgnised by civilised nations).
    d)Keputusan hakim, (Judical decisions) dan pendapat-pendapat sarjana hukum.

    C. Struktur peraturan perundangan.
    Sebelum membahas tentang struktur peraturan perundangan, istilah peraturan Peundang-undangan (wettelijke regeling), dalam khazanah keperpustakaan hukum, khususnya Eropa Kontinental, peraturan perundang-undangan (wet in meteriele zin, gesetz in materiellen sinne), dijabarkan lagi kedalam tiga unsur utama, yakni meliputi:
    (a)Norma Hukum (rechtsnormen).
    (b)Berlaku ke luar (naar buitenwerken).
    (c)Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin).

    Dengan unsur demikian, maka pembentukan peraturan perundang-undangan ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku keluar dan yang bersifat umum dalam arti luas.
    Dijelaskan oleh Bagir Manan, bahwa yang dimaksud dengan peraturan perundag-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh leembaga pejabat negara yang mempunyai fungsi Legeslatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.

    Unsur-unsur yang termuat dalam peraturan perundang-undangan, menurut Bagir Manan adalah:
    1.Peraturan Perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis karena merupakan keputusan tertulis, maka peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum lazim disebut hukum tertulis (geschreven, written law).
    2.Peraturan perundang-undangan dibentuk oleh pejabat atau lingkungan jabatan (badan Organ), yang mempunyai wewenang membuat “peraturan” yang berlaku umum atau mengikat umum (algemeen).
    3.Peraturan perundang-undangan bersifat mengikat umum, tidak dimaksudkan mengikat oleh semua orang,mengikat umum hanya menunjukan bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku pada peristiwa konkret atau individu tertentu. Lebih tepatnya disebut sebagai sesuatu yang mengikat secara (bersifat) umum dari mengikat umum.

    1)Masa Sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
    Berdasarkan atau sumber pada undang-undang dasar sementara 1950 dan konstitusi RIS-1949. Peraturan-peraturan di Indonesia terdiri dari:
    1.Undang-undang Dasar (UUD).
    2.Undang-undang (biasa) dan Undang-undang Darurat.
    3.Peraturan Pemerintah tingkat Pusat.
    4.Peraturan Pemerintah tingkat Daerah.

    1)UUD ialah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan memuat garis-garis besar dan tujuan negara.
    Suatu Uud mempunyai rangka seperti berikut:
    1.Mukadimah atau Pembukaan atau Preamblue.
    2.Bab-bab yang terbagi atas bagian-bagian.
    3.Bagian terdiri atas pasa-pasal.
    4.Pasal terdiri dari ayat-ayat.

    Rangka Undang-Undang Dasar 1945:
    (1) Pembukaan: 4 alinea.
    (2) Isi UUD-1945:
    a)16 Bab.
    b)37 pasal.
    c)4 pasal Aturan Peralihan.
    d)2 ayat Aturan Tambahan.
    (3) Penjelasan UUD-1945.
    UUD biasanya juga disebut Konstitusi, akan tetapi sebenarnya Konstitusi tak sama dengan UUD. UUD itu merupakan Hukum Negara yang tertulis sedangkan Konstitusi tidak saja meliputi peraturan tertulis, tetapi juga mencakup peraturan hukum yang tidak tertulis (Conventions). Jadi makna Konstitusi lebih luas dari pada UUD.

    2)Undang-Undang (biasa) ialah peraturan negara yang diadakan untuk menyelenggarakan pemerintahan pada umumnya yang dibentuk berdasarkan dan untuk melaksanakan UUD. Menurut UUD pasal 89 UU dibentuk oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
    Suatu undang-undang terdiri atas:
    a.Konsiderans : yakni alasan-alasam yang menyebabkan dibentuknya suatu undang-undang. Dinyatakan dengan kata-kata Menimbang; mengingat;
    b.Diktum : keputusan yang diambil oleh pembuat UU, setelah disebutkan alasan pembentukannya. Diiktum dinyatakan dengan kata-kata: Memutuskan: Menetaplan
    c.Isi : isi UU itu terdiri dari: Bab-bab, Bagian, Pasal, Ayat-ayat.
    Undang-undang Darurat ialah UU yang dibuat oleh Pemerintah sendiri atas kekuasaan dan tanggungjawab Pemerintah yang karena KEADAAN YANG MENDESAK perlu diatur dengan segera.

    UUD Darurat dikeluarkan dengan bentuk dan keterangan-keterangan seperti UU biasa dengan perbedaan:
    (1) Dalam menimbang harus diterangkan bahwa karena keadaan yang mendesak peraturan ini perlu segera diadakan.
    (2) Kalimat “dengan persetujuan DPR” dihilangkan. UUD Darurat dapat kemudian disahkan oleh presiden dengan persetujuan DPR menjadi UUD biasa. UUD Darurat juga memiliki derajat yang sama denga undang-undang biasa.
    (3) Peraturan Pemerintah (pusat) adalah suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk melaksanakan suatu UU. Peraturan Pemerintah dibuat semata-mata oleh Pemerintah tanpa kerja sama dengan DPR. Peraturan Pemerintah dikeluarkan yang seperti UU Darurat dengan perbedaan menghilangkan kalimat “bahwa keadaan mendesak....” dihilangkan.
    (4) Peraturan daerah ialah semua peraturan yang dibuat oleh Pemerintah setempat untuk melaksanakan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi derajatnya. Berdasarkan Undang-undang No.22 tahun 1948 dikenal.
    (a) Peraturan Propinsi.
    (b) Peraturan Kotapraja.
    (c) Peraturan Kabupaten.
    (d) Peraturan Desa.

    Sekarang ini berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1974 dikenal:
    (1) Peraturan Daerah Tingkat I.
    (2) Peraturan Daerah Tingkat II.

    Masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (sekarang).
    1) Bentuk dan Tata urutan peraturan perundangan
    Untuk mengatur masyarakat dan menyelenggarakan kesejahteraan, Pemerintah mengeluarkan berbagai macam peraturan yang disebut peraturan perundangan. Dengan demikian peraturan perundangan Republik Indonesia dikeluarkan harus berdasarkan dan/atau melaksanakan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).
    Bentuk-bentuk dan Tata urutan peraturan perundangan menurut ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (kemudian dikuatkan oleh ketetapan MPR No. V/MPR/1973) ialah berikut: 
    a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD-1945).
    b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (ketetapan MPR).
    c) Undang-Undang (UU) dan peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU).
    d) Peraturan Pemerintah (PP).
    e) Keputusan Presiden (KEPPRES).
    f) Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.

    Tata urutan yang hierarki diatas tidak dapat diubah dan dipertukarkan tingkat kedudukannya, dari peraturan yang tertinggi dan rendahnya. Karena dalam penyusunan tersebut menunjukan tinggi rendahnya tingkat kedudukan peraturan negara tersebut.peraturan yang lebih rendah tingkat kedudukannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, misalkan: Undan-Undang tidak boleh bertentangan isinya dengan ketetapan MPR, peraturan Pemerintah dengan UU, dan sebagainya.

    a) Undang-Undang Dasar 1945.
    Undang-Undang Dasar adalah peraturan negara yang tertinggi dalam negara, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari pada peraturan perundangan lainnya yang kemudian dikeluarkan oleh negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar tertulis, sedangkan disamping UUD ini berlaku juga hukum dasar yag tidak tertulis, yang merupakan sumber hukum lain, misalnya kebiasaan-kebiasaan, traktat-traktat (perjanjian-perjanjian), dan sebagainya.

    b) Ketetapan MPR.
    Mengenai ketetapan MPR ada dua macam:

    a) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatip dilaksanakan dengan Undang-Undang.

    b) Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.

    c) Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang (PERPU)
    PERPU diatur dalam UUD-1945 pasal 22 sebagai berikut:
    (a) Dalam hak-ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
    (b)Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan.
    (c) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
    Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR; oleh karena itulah PERPU dalam pasal 22 UUD 1945 yang sama kekuatannya dengan Undang-Undang harus disahkan pula oleh DPR. Ketentuan UUD 1945 tersebut sebenarnya memberikan suatu kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden, oleh karena itu PERPU yang ditetapkan sendiri oleh Presiden mempunyai derajat/kekuatan berlaku yang sama dengan suatu Undang-Undang.
    Presiden dengan menjalankan mengeluarkan PERPU yang dibuat sendiri dapat merubah atau menarik kembali suatu Undang-Undang biasa yang ditetapkan oleh Presiden bersama-sama dengan DPR.
    Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.
    Pasal 5 ayat 2 UUD 1945, di samping kekuasaan membentuk PERPU, UUD 1945 memberikan lagi kekuasaan kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
    Selain peraturan Pemerintah (pusat), dikenal pula Peraturan Pemerintah Daerah Seperti misalnya Peraturan-Peraturan Daerah Tingkat I, dan Daerah Tinggak II. Peraturan Pemerintah (pusat) memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Undang-Undang, sedangkan Peraturan Pemerintah daerah memuat aturan-aturan umum untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah isinya tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat, dan jika bertentangan maka peraturan Pemerintah yang bersangkutan dengan sendirinya Batal (tidak berlaku).

    4. Asas-asas dalam peraturan perundangan.
    Menurut Van der Vilies, perumusan tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (algemeen beginselen van behoorlijke regelgeving), dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni asas formal (formele beginselen) dan asas materiil (materiele beginselen).
    Asas formal meliputi,
    1) Asas tujuan yang jelas.
    2) Asas organ /lembaga yang tepat.
    3) Asas perlunya pengaturan.
    4) Asas dapat dilaksanakan.
    5) Asas Konsensus.
    Asas Materil meliputi,
    1) Asas Terminologi dan sistematika yang jelas.
    2) Asas dapat dikenali.
    3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum.
    4) Asas kepastian hukum.
    5) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individu.
    Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, mencoba memperkenalkan beberapa asas-asas dalam perundang-undangan, yakni:
    1) Undang-undang tidak boleh berlaku surut.
    2) Undang-Undang yang dimuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
    3) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum ( lex spesialis derogat lex generali).
    4) Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriore derogat lex priori).
    5) Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
    6) Undang-undang sebagai sarana unuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).

    Untuk pemahaman yang lebih baik, harus diperhatikan, bahwa dalam asas ini sebagaian besar diarahkan pada kecenderungan masyarakatnya, situasi politik, dan pemerintahan yang ada.
    Asas-asas tujuan yang jelas darus memuat tujuan umum daran kerangka aturan yang terlihat jelas. Disamping itu juga harus ada yang bersifat khusus. Hal itu berkaitan dengan bantuan khusus dari peraturan untuk mencapai tujuan umum.
    Montesquie dalam bukunya L’ Esprit des lois menjelaskan bahwa, dalam pembentukan peraturan-peraturan perundang-undangan hal-hal yang dapat dijadikan asas-asas, antara lain:
    1) Gaya harus padat (concise) dan mudah (simple) kalimat-kalimat bersifat kebesaran dan retorika hanya tambahan yang membingungkan.
    2) Istilah yang dipilih hendaknya sebisa mungkin bersifat mutlak dan relatif, dengan maksud meminimalisasi kesepakatan untuk perbedaan pendapat dari individu.
    3) Hukum hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang rill dan aktual, menghindarkan sesuatu yang metaforik dan hipotetik.
    4) Hukum hendaknya, tidak halus (not be subtle), karena hukum dibentuk untuk rakyat dengan pengertian yang sedang, bahkan hukum bukan latihan logoka, melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata.
    5) Hukum hendaknya, tidak merancukan pokok masalah dengan pengecualian, pembatasan, atau pengubahan, kecuali hanya apabila benar-benar diperlukan.
    6) Hukum hendaknya tidak bersifat argumentasi/dapat diperdebatkan; adalah bahaya merinci alasan-alasan hukum karena hal itu akan lebih menumbuhkan pertentangan-pertentangan.
    7) Lebih daripada semua tiu, pembentukan hukum hendaknya dipertimbangkan masak-masak dan mempunyai manfaat praktis, dan hendaknya tidak mengoyahkan sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan,dan hakekat permasalahan; sebab hukum yang lemah, tidak perlu, dan tidak adil hanya akan membawa seluruh sistem perundang-undangan kepada image yang buruk dan menggoyahkan kewajiban negara.

    5. Sistem Hukum Indonesia. 
    a. Pengertian sistem Hukum.
    Berbicara mengenai Sistem Hukum, dalam suatu sistem terdapat ciri-ciri tertentu, yakni terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. Dan kaitannya dengan hukum, maka Prof. Subekti,S.H. berpendapat bahwa: “sistem hukum adalah suatu susunan atau tataan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan”.
    Setiap sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya dan dapat dikatakan bahwa suatu sistem adalah tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya dengan demikian sifat sistem itu menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional. Kalau dikatakan bahwa hukum itu sebagai suatu sistem, artinya suatu susunan atau tataan teratur dati aturan-aturan hidup. Misalnya dalam hukum perdata sebagai sistem hukum Positif.

    b. Ciri-ciri sistem Hukum Indonesia.
    Dalam kajian-kajian teoretik, berdasarkan berbagai karakteristik sistem hukum dunia dibedakan antara: sistem hukum sipil; Sistem hukum anglo saxon atau dikenal juga dengan common law; hukum agama; hukum negara blok timur (sosialis). Eric L. Richard (dalam Suherman, 2004: 21)
    Sistem Hukum Eropah Kontinental lebih mengedapankan hukum tertulis, peraturan perundang-undangan menduduki tempat penting. Peraturan perundang-undangan yang baik, selain menjamin adanya kepastian hukum, yang merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya ketertiban, juga dapat diharapkan dapat mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan kemanfaatan. Lembaga peradilan harus mengacu pada undang-undang. Sifat undang-undang tertulis yang statis diharapkan dapat lebih fleksibel dengan sistem bertingkat dari norma dasar sampai norma yang bersifat teknis, serta dengan menyediakan adanya mekanisme perubahan undang-undang.
    Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
    Sistem hukum di Indonesia dewasa ini adalah sistem hukum yang unik, sistem hukum yang dibangun dari proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem yang telah ada. Sistem hukum Indonesia tidak hanya mengedepankan ciri-ciri lokal, tetapi juga mengakomodasi prinsip-prinsip umum yang dianut oleh masyarakat internasional.
    Apapun sistem hukum yang dianut, pada dasarnya tidak ada negara yang hanya didasarkan pada hukum tertulis atau hukum kebiasaan saja. Tidak ada negara yang sistem hukumnya menafikan pentingnya undang-undang dan pentingnya pengadilan
    Komitmen untuk menegakkan supremasi hukum selalu didengungkan, tetapi keberadaan hukum maupun sistem hukum bukanlah merupakan ciri mendasar dari supremasi hukum. Supremasi hukum ditandai dengan penegakan rule of law yang sesuai dengan, dan yang membawa keadilan sosial bagi masyarakat. Jadi yang terutama dan diutamakan adalah hukum dan sistem hukum yang membawa keadilan bagi masyarakat.

    c. Unsur-unsur dalam Sistem Hukum Indonesia.
    1) Sistem Hukum Islam.
    Sistem hukum ini mula-mula dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya dan penyebrangan agama Islam. Kemudian berkembang kenegara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara Individual atau kelompok.
    Sistem Hukum Islam bersumber Hukum kepada:
    1) Al-Quran, yaitu Kitab suci kaum muslim yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Rasul Allah Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril.
    2) Sunnah Nabi, ialah cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita (hadist) mengenai Nabi Muhammad.
    3) Ijma, ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam cara bekerja (berorganisasi).
    4) Qiyas, ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metode Ilmu Hukum berdasarkan deduksi dengan menciptakan atau menarik suatu garis hukum baru dari segi hukum lama dengan maksud memberlakukan yang baru itu kepada suatu keadaan karena persamaan yang ada didalamnya.
    Agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad dengan maksud menyusun ketertiban serta keselamatan umat manusia.
    Berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem hukum islam dalam “Hukuum Fikih” terdiri dari dua hukum pokok, yakni:
    1) Hukum Rohaniah, lazim disebut “Ibadat”, yaitu cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian kepada Allah, seperti Shalat, Puasa, Zakat, Dan menjalankan Haji.
    2) Hukum Duniawi, terdiri dari:
    a) Muamalat, yakni tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antar manusia dalam bidang jual beli, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, hukum perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
    b) Nikah, yakni perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan Monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
    c) Jinayat, yakni hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
    Sistem Hukum islam ini menganut suatu keyakinan dari ajaran Agama Islam dengan keimanan lahir secara individual.

    2). Sistem Hukum Adat.
    Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, Jepang dan negara lain. Istilahnya berasal dari bahasa Belanda “adatrecht” yang untuk pertama kali oleh Snouck Hurgronje, Pengertian Hukum Adat yang digunakan oleh Mr. C. Van Vollenhoven (1928) mengandung makna bahwa Hukum Indonesia dan kesusilaan masyarakat merupakan hukum Adat dan Adat yang tidak dapat dipisahkan dan hanya mungkin dibedakan dalam akibat-akibat Hukumnya. Kata “Hukum” dalam pengertian hukum adat lebih luas artinya dari istilah hukum di Eropa, karena terdapat peraturan-peraturan yang selalu dipertahankan keutuhanya oleh berbagai golongan tertentu dalam ilmu lingkungan kehidupan sosialnya.

    Sistem Hukum Adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Dan Hukum Adat itu mempunyai tipe yang bersifat Tradisional dengan berpangkal kepada kehendak nenekk moyang.utuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang.
    Dari sumber hukum yang tidak tertulis itu, maka Hukum Adat dapat memperlihatkan kesanggupanya untuk menyesuaikan diri dan elastik. Misalnya, kalau seorang dari Minangkabau datang ke daerah Sunda dengan membawa ikatan-ikatan tradisinya, maka secara cepat ia menyesuaikan dengan daerah tradisi yang didatangi. Keadaan ini berbeda dengan hukum yang peraturan-peraturanya ditulis dan dikondifikasikan dalam sebuah kitab Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat diubah secara cepat untuk penyesuaian dalam situasi sosial tertentu.
    Berdasarkan sumber hukum dan tipe Hukum Adat itu, maka dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia.

    Sistem Hukum Adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
    1) Hukum Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur tentang susunan dari ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtsgemeneschappen) serta dalam susunan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan pejabatnya.

    2) Hukum Adat mengenai Warga (hukum warga) terdiri dari:
    a) Hukum Pertalian Sanak (perkawinan, waris).
    b) Hukum Tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah).
    c) Hukum Perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang
    benda selain tanah dan jasa).

    3) Hukum Adat mengenai detik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang berbagai delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu.
    Hukum Adat yang merupakan pencerminan kehidupan masyarakat indonesia, sedangkan masyarakat itu sendiri selalu berkembang, dengan tipeyang mudah berubah dan elastik, maka sejak penjajahan Belanda banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari polotik hukum yang ditanamkan oleh pemerintah penjajah itu.

    3). Sistem Hukum Barat.
    Hukum Barat mengacu pada tradisi hukum dari budaya Barat . Western culture has an idea of the importance of law which has its roots in both Roman law and the Bible . Budaya Barat memiliki gagasan tentang pentingnya hukum yang berakar baik dalam hukum Romawi dan Alkitab . As Western culture has a Graeco-Roman Classical and Renaissance cultural influence, so does its legal systems. Sebagai budaya Barat memiliki Graeco-Romawi Klasik dan Renaissance pengaruh budaya, begitu pula sistem hukum.

    Barat budaya hukum adalah bersatu dalam ketergantungan sistematis konstruksi hukum. Such constructs include corporations , contracts , estates , rights and powers to name a few. Konstruksi tersebut termasuk perusahaan , kontrak , perkebunan , hak dan kekuasaan untuk beberapa nama. These concepts are not only nonexistent in primitive or traditional legal systems but they can also be predominately incapable of expression in those language systems which form the basis of such legal cultures. Konsep-konsep ini tidak hanya tidak ada dalam sistem hukum primitif atau tradisional tetapi mereka juga dapat didominasi mampu berekspresi di sistem-sistem bahasa yang membentuk dasar dari budaya hukum tersebut.

    As a general proposition, the concept of legal culture depends on language and symbols and any attempt to analyse non western legal systems in terms of categories of modern western law can result in distortion attributable to differences in language. So while legal constructs are unique to classical Roman, modern civil and common law cultures, legal concepts or primitive and archaic law get their meaning from sensed experience based on facts as opposed to theory or abstract. Sebagai proposisi umum, konsep budaya hukum tergantung pada bahasa dan simbol-simbol dan setiap usaha untuk menganalisis sistem non-hukum Barat dalam hal kategori hukum Barat modern dapat mengakibatkan distorsi disebabkan perbedaan bahasa. Jadi, sementara konstruksi hukum unik untuk klasik Romawi, modern, budaya hukum sipil dan umum, konsep hukum atau hukum primitif dan kuno mereka mendapatkan arti dari pengalaman merasakan didasarkan pada fakta sebagai lawan teori atau abstrak. Legal culture therefore in the former group is influenced by academics, learned members of the profession and historically, philosophers. Budaya hukum karena itu dalam kelompok mantan dipengaruhi oleh akademisi, belajar anggota profesi dan historis, filsuf. The latter group's culture is harnessed by beliefs, values and religion at a foundational level. Budaya kelompok terakhir ini dimanfaatkan oleh keyakinan, nilai dan agama pada tingkat dasar.

    4). Sistem Hukum Nasional.
    Sistem hukum Indonesia adalah kompleks karena merupakan pertemuan tiga sistem yang berbeda. Prior to the first appearance of Dutch traders and colonists in the late 16th century and early 17th century, indigenous kingdoms prevailed and applied a system of adat (customary) law. Sebelum penampilan pertama dari pedagang Belanda dan koloni di akhir abad ke-16 dan abad 17 awal, kerajaan pribumi menang dan menerapkan sistem adat (adat) hukum. Dutch presence and subsequent colonisation during the next 350 years until the end of World War II left a legacy of Dutch colonial law. Kehadiran Belanda dan penjajahan berikutnya selama 350 tahun berikutnya hingga akhir Perang Dunia II meninggalkan warisan hukum kolonial Belanda. A number of such colonial legislation continue to apply today. Sejumlah undang-undang kolonial seperti ini terus berlaku hari ini. Subsequently, after Indonesian declared independence on 17 August 1945, the Indonesian authorities began creating a national legal system based on Indonesian precepts of law and justice. Selanjutnya, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mulai menciptakan sistem hukum nasional Berdasarkan indonesian ajaran hukum dan keadilan.

    These three strands of adat law, Dutch colonial law and national law co-exist in modern Indonesia. Ketiga helai hukum adat, hukum kolonial Belanda dan hukum nasional hidup berdampingan di Indonesia modern. For example, commercial law is grounded upon the Commercial Code 1847 (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang or Wetboek van Koophandel), a relic of the colonial period. Sebagai contoh, hukum komersial didasarkan pada Kode Komersial 1847 (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel), sebuah peninggalan masa kolonial. However, commercial law is also supplemented by a large number of new laws enacted since independence. Namun, hukum komersial juga dilengkapi dengan sejumlah besar undang-undang baru diberlakukan sejak kemerdekaan. They include the Banking Law 1992 (amended in 1998), Company Law 1995, Capital Market Law 1995, Antimonopoly Law 1999 and the Oil & Natural Gas Law 2001. Mereka termasuk UU Perbankan 1992 (diamandemen pada 1998), Hukum Perusahaan 1995, Undang-undang Pasar Modal 1995, UU Antimonopoli 1999 dan Hukum Gas Alam Minyak & 2001. Adat law is less conspicuous. Hukum adat yang kurang mencolok. However, some adat principles such as “consensus through decision making” (musyawarah untuk mufakat) appear in modern Indonesian legislation. Namun, beberapa prinsip-prinsip adat seperti "konsensus melalui pengambilan keputusan" (musyawarah mufakat UNTUK) muncul dalam undang-undang Indonesia modern.

    6. Politik Hukum Nasional Indonesia.
    a) Sendi-sendi Hukum Nasional.
    b) Sistem Peradilan di Indonesia dan Penegakkanya.
    c) Kebijakan dan Program Pembangunan Hukum Nasional menyangkut 
    (materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana).

    7. Bidang-bidang/lapangan hukum dalam tata hukum Indonesia 
    a) Hukum Pidana.
    dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan yang mendesak,kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakkan untuk mempertahankan status diri.
    Hukum Pidana ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam menindakan pelanggaran kepentingan umum.
    Secara Konkrit tujuan hukum pidana ada dua, ialah:
    1) Untuk menakut-nakuti semua orang agar jangan sampai nelakukan perbuatan yang tidak baik.
    2) Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya.
    Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala sosial yang kurang sehat disamping pengobatan bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Tujuan hukum pidana itu juga memberi sistemdalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu: asas-asas dihubungkan satu sama lain sehingga dapat dimasukkan dalam satu sistem.
    Ilmu-ilmu pembantunya dalam hukum pidana antaranya:
    1) Antropologi
    2) Filsafat
    3) Etihca
    4) Statistik
    5) Medicina forensic (ilmu kedokteran bagian kehakiman)
    6) Psychiatrie - kehakiman
    7) Kriminologi
    Peristiwa Pidana, yang juga disebut tindakan pidana (delict), ialah suatu perbuatan atau suatu rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan Hukum pidana. Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut:

    1) Hukum Pidana Obyektif, (Jus Punale),
    Yakni suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat hukum yang oleh hukumdilarang oleh dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif disini adalah tindakannya.
    Hukum Pidana Obyektif yang dapat dibagi:
    a) Hukum Pidana Material
    b) Hukum Pidana Formal (hukum Acara Pidana)

    Pengertian dari Hukum Pidana Material, ialah peraturan-peraturan yang menegaskan:
    (1) Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.
    (2) Siapa yang dapat dihukum.
    (3) Dengan hukuman apa menghukum seseorang.

    Jadi hukuman pidana material mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat bila seseorang dapat dihukum.
    Pengertian dari Hukum Pidana Formal, ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari hukum pidana material).

    2) Hukum Pidana Subyektif (Jus Puniendi),
    Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seorang atau beberapa orang).

    3) Hukum Pidana Umum, ialah Hukum pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapapun juga diseluruh indonesia) kecuali anggota ketentaraan.

    4) Hukum Pidana Khusus, ialah hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu.
    Contoh:
    a) Hukum Pidana Militer, berlaku khusus untuk anggota militer dan mereka yang dipersamakan dalam militer.
    b) Hukum Pidana Pajak, berlaku khusus untuk perseorangan dan meraka yang membayar pajak (wajib pajak).

    Maka jika ada sesuatu yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana, syarat yang harus dipenuhi sebagai peristiwa pidana ialah:
    1) Harus ada suatu perbuatan. Maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Kegiatan itu terlihat sebagai suatu perbuatantertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa.
    2) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum, artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu. Pelakunya memang benar-benar telah berbuat sepertiyang terjadi danterhadapnya wajib mempertanggungjawabkan akibat yang timbul dari perbuatan itu.
    3) Harus terbukti adana kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan.
    4) Harus berlawanan dengan hukum.
    5) Harus tersedia ancaman hukumnya.

    Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam hukum pidana. Kita telah mengetahui bahwa sifat hukum ialah memaksa dan dapat dipaksakan; dan paksaan itu perlu untuk menjaga tertibnya, diturutinya peraturan-peraturan hukum. Tapi dalam hukum Pidana paksaan itu disertai sesuatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman. Hukuman itu bermacam-macam jenisnya. 

    Menurut KUHP pasal 10 hukuman atau pidana terdiri atas:
    1.Pidana Mati.
    2.Pidana Penjara:
    3.Pidana seumur hidup.
    4.Pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun).
    5.Pidana Kurungan, (sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1 tahun).
    6.Pidana denda.
    7.Pidana tutupan.

    2). Pidana Tambahan:
    1) pencabutan hak-hak tertentu.
    2) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
    3) pengumuman keputusan hakim.

    Hukuman-hukuman itu telah dipandang perlu, agar kepentingan umum dapat tetap terjaga dan terjamin keselamatannya.
    1.Hukum Pokok 

    a. Hukuman Mati
    Sejak hukum pidana berlaku dicantumkan sebagai Wetboek van strafrecht voor nederlandsch Indie diadakan dan dilaksanakan hukuman mati supaya masyarakat memperhatikan bahwa pwmwrintah tidak menghendaki adanya ganguan terhadap ketentraman yang sangat ditakuti umum. Pelaksanaan hukuman mati dicantumkan dalam pasal 11 yang menyatakan bahwa “Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher si terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantung dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya”. Ketentuan pasal ini mengalami perunahan yang ditentukan dalam S. 1945:123 dan mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1945. Pasal 1 aturan itu menyatakan bahwa “Menyimpang dari apa yang tentang hal ini ditentukan dalam undang-undang lain, hukuman mati yang dijatuhkan pada orang-orang sipil (bukan militer), sepanjang tidak ditentukan lain oleh GubernurJenderal dilakukan secara menembak mati”. Maka hukuman mati dilaksanakan dengan “menembak mati” terhukum.

    b. Hukuman penjara
    Penjara adalah suatu tempat khusus dibuat dandigunakan para terhukum dalam menjalankan hukumannya sesuai putusan hakim. Demikian diharapkan terhukum kelak kalau selesai menjalankan hukumanya akan menjadi insyaf dan tidak mau lagi melakukan tindak pidana kejahatan. Maka Pemerintah mengubah fungsi penjara menjadi “Lembaga Pemasyarakatan” artinya para terhukum ditempatkan bersama dan proses penempatan serta kegiatannya sesuai jadwal sejak terhukum masuklembaga disamping lamanya menjalani hukuman itu.

    c. Hukuman Kurungan
    Hukuman kurungan hampir sama dengan hukuman penjara hanya perbedaannya terletak pada sifat hukuman yang ringan dan ancaman hukumannya pun ringan. Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa lamnya kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan tidak lebih dari satu tahun empat bulan.

    d. Hukuman denda
    Ketentuan Hukuman Denda dicantumkan dalam pasal 30-33. Pembayaran denda tidak ditentukan harus terpidana,maka akan dilakukan oleh setiap orang yang sanggup membayarnya. Pelaksanaan pembayaran yang demikian akan mengaburkan sifat hukumannya.

    2. Hukuman Tambahan
    Hukuman tambahan ini hanya sebagai penambah hukuman pokok kalau dalam putusan hakim ditetapkan hukuman tambahannya. Misalnya seorang warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana tertentu oleh hakim diputus dengan menjalankan hukuman penjaran dan dicabut hak pilihanya dalam pemilihan umum yang akan datang.
    1) Undang-Undang Hukum Pidana.
    Undang-undang Hukum Pidana Ialah peraturan hidup (norma) yang ditetapkan oleh instansi kenegaraan yang berhak membuatnya, norma mana ditambah dengan ancaman hukuman yang merupakan penderitaan (sanksi) terhadap barang siapa yang melanggarnya.
    Sistematika Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
    Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang terdiri atas 569 pasal secara sistematik dibagi dalam:
    - Buku I:Memuat tentang ketentuan-ketentuan umum (Algemene Leerstruken)Pasal 1–103,
    - Buku II:mengatur tentang tindak Pidana Kejahatan (Misdrijven)pasal 104–488
    - Buku III:mengatur tentang tindak pidana Pelanggaran (Overstredingen)Pasal 489 – 569.

    Buku I sebagai Algemene leerstrukken mengatur mengenai pengertian dan asas-asas hukum pidana positif pada umumnya baik mengenai ketentuan-ketentuannya yang dicantumkan dalam buku II dan III maupun peraturan perundangan hukum pidana lainnya yang ada diluar KUHP.

    2)Asas berlakunya Hukum Pidana.
    Asas Nullum delictum ini memuat pengertian bahwa suatu perbuatan yang dilakukan tanpa Undang-undang yang sebelumnya telah mengatur tentang perbuatan itu tidak dipidanakan.
    Asas Nullum delictum juga bertujuan melindungi kemerdekaan individu terhadap tindakan-tindakan sewenang-wenang dari peradilan Arbitrer pada zaman sebelum Revolusi Prancis (1789-1795).
    Asas iitu mempunyai makna yang bertujuan melindungi individu (legalitas). Pasal 1 ayat 1 KUHP yang memiliki asas legalitas itu mengandung beberapa pokok pemikiran sebagai berikut:
    1) Hukum Pidana hanya berlaku terhadap perbuatan setelah adanya peraturan.
    2) Dengan adanya sanksi pidana, maka hukum Pidana bermanfaat bagi masyarakat yang bertujuan tidak akan ada tindakan pidana karena setiap orang harus mengetahui lebuh dahulu peraturan dan ancaman hukum pidananya.
    3) Menganut adanya kesamaan kepentingan yaitu selain memuat ketentuan tentang perbuatan pidana juga mengatur ancaman hukumanya.
    4) Kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan individu.
    Asas legalitas ini memiliki rancangan luas yang artinya dalam mengembangkan hukum pidana dapat disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat.

    3). Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana.
    Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana itu ada empat, yakni:
    1) Asas Teritorialitas (Teritorialiteits beginsel)
    Ketentuan asas ini dicantumkan dalam pasal 2 yang menyatakan bahwa “Ketentuan Pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana”. Bagi orang asing sebagai penghuni Indonesia, jika melakukan tindak pidana terhadapnya akan dikenakan tindak pidana aturan Indonesia. Berlakunya tindak pidana di Indonesia diperluas dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa “ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap kapal yang berbendera Indonesia dan bergerak diluar wilayah teritorial, maka aturan pidana terus mengikutinya.
    2) Asas Nasionalitas Aktif (actief nationalitetsbeginsel)
    Aturan Nasionalitas Indonesia tujuanya untuk melindungi kepentingan umum (nasional). Asas kepentingan Nasional dalam aturan Hukum Pidana Indonesia disebut “Nasionalitas Aktif” atau Personalitas (personalitetsbeginsel). Terhadap asas personalitas ini ada pembatasan hukumannya yang dicantumkan dalam pasal 6 dan menyatakan bahwa “berlakunya pasal 5 ayat 1 sub 2 itu dibatasi hingga tidak boleh dijatuhkan pidana mati untuk peristiwa yang tidak diancam dengan hukuman mati menurut undang-undang negara tempat peristiwa itu dilakukan”.
    3) Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationalitets beginsel)
    Asas ini juga disebut “asas Perlindungan” (beschermingsbeginsel) bertujuan melindungi kepentingan terhadap tindakan baik warga negara sendiri maupun orang asing yang melakukan tindak pidana diluar wilayah Indonesia yang dilakukannya untuk menjatuhkanwibawa dan martabat Indonesia. Pasal 8 menyatakan bahwa “ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi nakhoda dan pelayar bahtera Indonesia yang diluar wilayah, walaupun tidak berada diatas pelayaran, melakukan salah satu tindak pidana yang diterangkandalam Bab XXIX buku kedua dan Bab IX buku ketiga, demikian juga yang diterapkan dalam Peraturan umum tentang surat laut dan pas kapal di Indonesia dan dalam Ordonansi kapal 1927.
    4) Asas Universalitas (Universaliteits beginsel)
    Asas Universalitas bertujuan untuk melindungi hubungan antarnegara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya. Yang diperhatikan adalah kepentingan negara lain sebagai tempat dilakukan suatu tindak pidana tertentu. Tercantum dalam pasal 4 sub 4 yang menyatakan bahwa “melakukan salah satu kejahatan yang ditentukan dalam pasal 438, 444-446 tentang pembajakan dan yang ditentukan dalam pasal 447 tentang menyerahkan suatu bahtera kapada kekuatan pembajak laut.

    Istilah “Hukum Indonesia” yang dimaksud adalah hukum yang berlaku di Negara Indonesia pada waktu sekarang. Hukum yang berlaku pada waktu sekarang disuatu tempat atau wilayah disebut “Hukum Positif”, artinya hukum yang (dipositifkan) berlaku untuk masyarakat tertentu dan dalam waktu tertentu. Hukum positif juga disebut ius constitutum, artinya hukum yang sudah ditetapkan untuk diberlakukan saat ini pada suatu tempat atau Negara tertentu.


    Hukum positif (hukum yang ditetapkan) yaitu hukum yang berlaku saat ini disuatu tempat baik hukum itu berasal dari hukum yang lama yang masih ditetapkan berlaku maupun hukum yang baru yang juga ditetapkan berlaku.


    Menurut Soediman Kartohadiprodjo, yang dimaksud dengan “Tata Hukum di Indonesia” itu ialah “Hukum yang sekarang berlaku di Indonesia”, berlaku berarti yang memberi akibat hukum kepada peristiwa-peristiwa dalam pergaulan hidup; sekarang menunjukkan kepada pergaulan hidup pada saat ini, dan tidak pada pergaulan hidup yang telah lampau, pula tidak pada pergaulan hidup masa yang kita cita-citakan di kemudian hari; di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang terdapat di Republik Indonesia dan tidak di Negara lain. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa hukum positif disebut juga ius constitutum sebagai lawan dari ius constituendum, yakni kaidah hukum yang dicita-citakan.

    Unsur-unsur lain dari hukum positif, yaitu:
    a. Hukum Positif “mengikat secara umum atau khusus”.

    Mengikat secara umum adalah aturan hukurn yang berlaku umum yaitu peraturan perundang-undangan (UUD, UU, PP, Peraturan Daerah), hukurn adat, hukum yurisprudensi, dan hukum agama yang dijadikan atau diakui sebagai hukum positif seperti hukurn perkawinan agama (UU No. l Tahun 1974). Khusus bagi yang beragama Islam ditambah dengan hukum waris, wakaf, dan beberapa bidang hukum lainnya (UU No. 7 Tahun 1989), Mengikat secara khusus, adalah hukurn yang mengikat subyek tertentu atau obyek tertentu saja yaitu yang secara keilmuan (Ilmu Hukum Administrasi Negara) dinamakan beschikkivg.

    b. Hukum positif “ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan“.

    Manusia hidup dan diatur, serta tunduk pada berbagai aturan. Selain aturan umum atau khusus yang telah disebutkan diatas, manusia juga diatur dan tunduk pada aturan adat-istiadat (hukum kebiasaan), hukum agama (sepanjang belum menjadi hukum positif), hukum moral. Hukum kebiasaan, hukum agama, hukum moral mempunyai daya ikat yang kuat bagi seseorang atau suatu kelompok tertentu. Jadi merupakan hukum bagi mereka, tetapi tidak merupakan (bukan) hukum positif. Ketaatan terhadap hukum kebiasaan, hukum agama, atau hukum moral tergantung pada sikap orang perorangan dan sikap kelompok masyarakat yang bersangkutan. Negara, dalam hal ini pemerintah dan pengadilan tidak mempunyai kewajiban hukum untuk mempertahankan atau menegakkan hukum tersebut. Tetapi tidak berarti hukum kebiasaan, hukum agama, atau hukum moral tidak berpehtang mempunyai kekuatan sebagai hukum positif.

    c. Hukum positif “berlaku dan ditegakkan di Indonesia“. Unsur ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa, hukum positif adalah suatu aturan hukum yang bersifat nasional, bahkan mungkin lokal. Selain hukum positif Indonesia, akan didapati hukum positif Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, clan lain-lain negara atau suatu masyarakat hukum tertentu. Apakah mungkin ada hukum positif yang bersifat supra nasional, misalnya.dalam lingkungan ASEAN, UNI EROPA, dan lain-lain. Sangat mungkin, asal dipenuhi syarat ada badan pada tingkat supra nasional yang bersangkutan yang menegakkan aturan hukum tersebut apabila ada pelanggaran.



    Hukum positif yang mengatur kehidupan masyarakat Indonesia adalah hukum yang berlaku di Indonesia pada waktu ini. Hukum positif (Indonesia) adalah keseluruhan asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakakat.


    Hukum positif adalah terjemahan dari ius positum dari bahasa Latin, yang secara harafiah berarti “hukum yang ditetapkan” (Gesteldrecht). Jadi, hukum positif adalah hukum yang ditetapkan oleh manusia, karena itu dalam ungkapan kuno disebut stellig recht.


    Dari pendapat para ahli hukum tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai pengertian atau definisi hukum positif. Pertama, hukum positif (ius positum) itu ditetapkan oleh manusia atau oleh penguasa (pembuat hukum) yang berwenang untuk masyarakat tertentu dalam wilayah tertentu. Kedua, hukum positif (ius positum) identik atau sama dengan ius constitutum, artinya hukum yang telah dipilih atau ditentukan atau ditetapkan berlakunya untuk mengatur kehidupan ditempat tertentu pada waktu sekarang. Jika hukum itu masih dicita-citakan (ide) dan akan berlaku untuk waktu yang akan datang, disebut ius constituendum kebalikan dari ius constitutum atau ius positum.


    Ius constitutum atau ius positun, selain berbeda dengan ius constituendum juga berbeda dengan konsep hukum menurut “hukum alam” atau “hukum kodrat” (ius natural atau natural law) yang bersifat universal karena berlakunya tidak terbatas oleh waktu dan tempat.


    Ius positum atau ius constitutum atau disebut juga ius operatum, artinya hukum yang telah ditetapkan atau dipositifkan (positum) atau dipilih atau ditentukan (contitutum) berlakunya sekarang (operatum) dalam masyarakat atau wilayah tertentu. Ius operatum mengandung arti bahwa hukum atau peraturan perundang-undangan telah berlaku dan dilaksanakan di masyarakat.


    Ius constituendum dapat menjadi ius constitutum atau ius positum atau ius operatum apabila sudah ditetapkan berlaku oleh penguasa yang berwenang, dan pemberlakuannya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum positif lainnya yang mengatur pemberlakuan suatu hukum (undang-undang), misalnya perundang-undangan harus telah disahkan oleh lembaga pembuat undang-undang dan diundangkan oleh lembaga yang berwenang.


    Ius positum (hukum positif) atau ius constitutum atau ius operatum adalah hukum yang berlaku pada waktu sekarang di wilayah tertentu, untuk masyarakat tertentu.


    Secara etimologis, istilah “hukum” (Indonesia) disebut law (Inggris) dan recht (Belanda dan Jerman) atau droit (Prancis). Istilah recht berasal dari bahasa latin rectum berarti tuntunan atau bimbingan, perintah atau pemerintahan. Rectum dalam bahasa romawi adalah rex yang berarti raja atau perintah raja. Istilah-istilah tersebut (recht, rectum, rex) dalam bahasa inggris menjadi right (hak atau adil) juga berarti “hukum”.


    Istilah hukum dalam bahasa latin juga disebut ius dari kata iubere, artinya mengatur atau memerintah atau hukum. Perkataan mengatur dan memerintah bersumber pada kekuasaan Negara atau pemerintah. Istilah ius (hukum) sangat erat dengan tujuan hukum, yaitu keadilan atau iustitia. Iustitia atau justitia adalah dewi “keadilan” bangsa Yunani dan Romawi kuno. Iuris atau juris (Belanda) berarti “hukum” atau kewenangan (hak), dan jurist (Inggris dan Belanda) adalah ahli hukum atau hakim. Istilah jurisprudence (Inggris) berasal dari kata iuris merupakan bentuk jamak dari ius yang berarti “hukum” yang dibuat oleh masyarakat atau sebagai hukum kebiasaan, atau berarti “hak”, dan “prudensi” berarti melihat ke depan atau mempunyai keahlian. Dengan demikian. Jurisprudence mempunyai arti ilmu pengetahuan hukum, ilmu hukum, atau ilmu yang mempelajari hukum.


    Beberapa definisi hukum menurut para ahli hukum adalah sebagai berikut :
    1. Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
    2. Paul Scholten dalam bukunya Algemeen Deel menyatakan, bahwa hukum itu suatu petunjuk tentang apa yang layak dikerjakan apa yang tidak, jadi hukum itu bersifat suatu perintah.



    Dapat disimpulkan, bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan antara manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dan barangsiapa yang melanggar norma hukum dapat dijatuhi sanksi atau dituntut oleh pihak yang berwenang atau oleh pihak yang hak-haknya dirugikan.


    Tujuan mempelajari hukum (positif) Indonesia ialah ingin mengetahui :
    1. Macam-macam hukum (bentuk,isi) yang berlaku di Indonesia;
    2. Perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan yang diharuskan serta yang diperbolehkan menurut hukum Indonesia;
    3. Kedudukan, hak dan kewajiban setiap orang dalam masyarakat dan Negara menurut hukum Indonesia;
    4. Macam-macam lembaga atau institusi pembentuk atau pembuat dan pelaksana atau penegak hukum menurut hukum Indonesia;
    5. Prosedur hukum (acara peradilan dan birokrasi hukum/pemerintahan) apabila menghadapi masalah hukum dengan setiap orang dan para pelaksana hukum Indonesia. Dalam hal ini yang ingin diketahui adalah bilamana terjadi sangketa hukum atau penyelesaian sengketa hukum di pengadilan maupun di luar pengadilan menurut hukum positi Indonesia.

    Persamaan PIH dengan PHI :
    PHI dan PIH sama-sama merupakan mata kuliah prasyarat dan pengantar atau sebagai mata kuliah dasar (basis leervakken) bagi mata kuliah atau studi lanjut tentang “Hukum” (cabang-cabang hukum positif). Oleh karena itu, PIH dan PHI bukan mata kuliah jurusan atau pilihan.
    PIH dan PHI merupakan ilmu dasar bagi siapa saja yang ingin mempelajari ilmu hukum secara luas.
    Objek studi PIH dan PHI adalah “hukum”. PIH dan PHI memperkenalkan konsep-konsep dasar, pengertian-pengertian hukum, dan generalisasi-generalisasi tentang hukum dan teori hukum positif (dogmatik hukum) yang secara umum dapat diaplikasikan.
    PIH dan PHI memperkenalkan hukum sebagai suatu kerangka yang menyeluruh, yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu, sehingga orang dapat memperoleh suatu overzicht atau suatu pemahaman yang umum dan lengkap tentang hukum. PIH dan PHI menyajikan satu ringkasan yang komprehensif dari konsep atau teori hukum dalam keseluruhan.


    Perbedaan PIH dengan PHI :
    PHI atau Inleiding tot het positiefrecht van Indonesie (bahasa Belanda) atau Introduction Indonesian of Law atau Introduction Indonesian Positive Law (bahasa Inggris) mempelajari hukum positif yang berlaku secara khusus di Indonesia. Artinya PHI menguraikan secara analisis dan deskriptif mengenai tatanan hukum dan aturan-aturan hukum, lembaga-lembaga hukum di Indonesia yang meliputi latar belakang sejarahnya, positif berlakunya, apakah sesuai dengan asas-asas hukum dan teori-teori hukum positif (dogmatik hukum).
    PIH atau Inleiding tot de Rechtswetenschap (bahasa Belanda) atau Introduction of Jurisprudence atau Introduction science of Law (bahasa Inggris) merupakan pengantar guna memperkenalkan dasar-dasar ajaran hukum umum (algemeine rechtslehre).
    PIH mempelajari ilmu hukum secara umum dengan memperkenalkan pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar tentang hukum pada umumnya yang tidak hanya berlaku di Indonesia saja tetapi yang berlaku pada masyarakat hukum lainnya.
    PIH mempelajari dan memperkenalkan pengertian-pengertian dan konsep-konsep dasar serta teori-teori hukum secara umum, termasuk mengenai sejarah terbentuknya lembaga-lembaga hukum maupun pengantar falsafahnya dalam arti kerohanian kemasyarakatan.
    Kesimpulannya PIH membahas atau mempelajari dasar-dasar hukum secara umum atau yang berlaku secara universal, misalnya mengenai pengertian-pengertian, konsep-konsep dasar dan teori-teori hukum, serta sejarah terbentuknya hukum dan lembaga-lembaga hukum dari sudut pandang falsafah kemasyarakatan.

    Sedangkan PHI mempelajari konsep-konsep, pengertian-pengertian dasar dan sejarah terbentuknya hukum dan lembaga-lembaga hukum, aturan-aturan hukum serta teori hukum positif Indonesia.

    Hubungan antara PIH dengan PHI :
    1. PIH mendukung atau menunjang kepada setiap orang yang akan mempelajari hukum positif Indonesia (Tata Hukum Indonesia).
    2. PIH menjadi dasar dari PHI, yang berarti bahwa, untuk mempelajari PHI (Tata Hukum Indonesia) harus belajar PIH dahulu karena pengertian-pengertian dasar yang berhubungan dengan hukum diberikan di dalam PIH. Sebaliknya pokok-pokok bahasan PHI merupakan contoh kongkrit apa yang dibahas di dalam PIH.

    Freemasonry adalah sebuah organisasi persaudaraan yang asal-usulnya tidak jelas antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Freemasonry kini ada dalam beragam bentuk di seluruh dunia dengan jumlah anggota diperkirakan sekitar 6 juta orang, termasuk 150000 orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Skotlandia dan Loji Besar Irlandia, lebih dari seperempat juga orang di bawah yurisdiksi Loji Besar Bersatu Inggris dan kurang dari dua juta orang di Amerika Serikat. Organisasi Freemasonry tidak memunyai pusat dan setiap negara memunyai organisasi yang berdiri sendiri. Sekalipun demikian setiap organisasi Freemasonry di mana pun akan memunyai nomor pendirian dan berhubungan satu dengan lainnya. Freemasonry merupakan organisasi yang tertutup dan ketat dalam penerimaan anggota barunya. Organisasi ini bukan merupakan organisasi agama dan tidak berdasarkan pada teologi apapun. Tujuan utamanya adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi.


    Monoteisme Kultural yaitu berketuhanan yang satu.


    Lex Posterior yaitu hukum baru, derogate lex prior yaitu sebelumnya. Lex posterior derogat legi priori adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang terbaru (posterior) mengesampingkan hukum yang lama (prior). Asas ini biasanya digunakan baik dalam hukum nasional maupun internasional.


    Rechtsvacuum yaitu kekosongan hukum. “kekosongan hukum” dapat diartikan sebagai “suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang-undangan (hukum) yang mengatur tata tertib (tertentu) dalam masyarakat”, sehingga kekosongan hukum dalam Hukum Positif lebih tepat dikatakan sebagai “kekosongan undang-undang/peraturan perundang-undangan”


    Het Recht Hink Achter De Feiten Aan pengertian secara istilah motto hukum Belanda ini yaitu hukum / undang-undang berjalan dibelakang kejadian/peristiwa yang muncul di masyaarakat. Undang-undang senantiasa terseok-seok / tertatih-tatih berupaya mengejar peristiwa / fakta yang seyogianya diaturnya.


    Teori Stufenbau adalah teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm).
    Menurut Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit (abstrak). Contoh norma hukum paling dasar abstrak adalah Pancasila





    Lex Specialist derogat lex generalis adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Contohnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kota harus dipilih secara demokratis. Aturan ini bersifat umum (lex generalis). Pasal yang sama juga menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus (lex specialis), sehingga keistimewaan daerah yang gubernurnya tidak dipilih secara demokratis seperti Daerah Istimewa Yogyakarta tetap dipertahankan
    Di Inggris, Yurisprudensi, jurist artinya ahli hukum. Prudence artinya kebijakan, ketetapan, kehati-hatian.


    Terjadinya Yurisprudensi. Terjadi Rechtsvacuum – dibutuhkan keputusan – melakukan perundingan – putusan yang adil – dicontoh hakim lain dalam kasus yang serupa.


    Paul Scholten berpendapat hukum ada didalam Undang-Undang tapi masih harus diketemukan (ditafsirkan adil atau tidak).


    Politik Hukum Nasional. Politik hukum merupakan policy atau kebijakan Negara dibidang hukum yang sedang dan akan berlaku dalam suatu Negara. Dengan adanya politik hukum, Negara dapat menentukan jenis-jenis atau macam-macam hukum, bentuk hukum, materi, dan/atau sumber hukum yang diberlakukan dalam suatu Negara pada saat ini dan yang akan datang. Selain itu, dapat diketahuinya lembaga-lembaga pembuat atau pembentuk hukum (rechtvorming), lembaga pelaksana dan penegak hukum, lembaga penemu atau penggali dan penafsir hukum (rechtsvinding) dalam suatu Negara.


    Apabila dihubungkan dengan pengertian “politik hukum” dan “nasional”, maka politik hukum nasional merupakan policy atau kebijakan dasar penyelenggara Negara dalam bidang hukum nasional, baik yang sedang berlaku (ius constitutum) maupun yang akan berlaku (ius constituendum) guna pencapaian tujuan bangsa dan Negara yang diamanatkan oleh UUD 945.


    Politik Hukum Nasional seyogianya memuat:
    Pembentukan dan mengkodifikasi hukum nasional yang berwatak nasional untuk mengganti hukum warisan kolonal;
    Penataan hukum nasional yang menyeluruh, terpadu, serta mengakui keberadaan hukum agama dan adat masing-masing;
    Menciptakan hukum yang responsive yang berkeadilan dan  berkepastian hukum;
    Menciptakan proses peradilan yang cepat, tepat, mudah (sederhana), murah, terbuka, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN);
    Mengembangkan dan meenciptakan kesadaran hukum masyarakat yang demokratis dan menghormati serta menjunjung tinggi hak asasi manusia;
    Menciptakan hukum yang mampu meningkatkan kesejahteran atau kemakmuran untuk rakyat;
    Meningkatkan profesionalisme pembentuk atau pembuat dan pelaksana/penegak hukum.


    Idealnya politik hukum nasional (hukum nasional) harus ditekankan pada pencapaian tujuan atau mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan UU 1945 yakni :
    Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
    Memajukan kesejahteraan umum;
    Mencerdaskan kehidupan bangsa;
    Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


    politik hukum nasional bertujuan meletakkan dasar-dasar Negara Indonesia sebagai Negara hukum (rechtsstaat) yang demokratis dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.


    Hukum merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub sistem hukum yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan hukum, yakni keadilan (gerechtigkeit), kemanfaatan (zweckmassigkeit), dan kepastian hukum (rechtssicherheit).


    Berdasarkan kriterianya hukum dapat dibedakan sebagai berikut:
    Menurut sumbernya, hukum dibedakan sebagai berikut :
    Sumber hukum formal, terdiri dari :
    1)      Hukum undang-undang;

    2)      Hukum kebiasaan/hukum adat;

    3)      Hukum traktat (perjanjian);

    4)      Hukum yurisprudensi;

    5)      Doktrin hukum (pendapat atau ajaran ahli hukum).

    Sumber hukum material terdiri dari :
    1)      Filosofis (menurut filosofi),

    2)      Sosiologis (hukum yang disesuaikan dengan fakta sosial), dan

    3)      Historis (dengan mempertimbangkan sejarah).

    Menurut bentuknya, hukum ini terdiri dari :
    Hukum tertulis, hukum ini terdiri dari:
    1)      Hukum tertulis yang dikodifikasikan, misalnya Hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Hukum Perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK).

    2)      Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan, misalnya Undang-Undang: Merek, Hak Cipta, Hak Paten, Kepailitan, Arbitrase, Perseroan Terbatas, Yayasan, Koperasi, Notaris, dan sebagainya.

    Kodifikasi adalah membukukan hukum sejenis, secara lengkap, sistematis menjadi satu dalam satu kitab undang-undang. Berbeda dengan unifikasi, adalah penyatuan hukum yang berlaku secara nasional.

    Hukum tidak tertulis (Hukum Kebiasaan dan Hukum Adat), yaitu hukum yang tumbuh dan berkembang dari keyakinan dan kesadaran hukum masyarakat, tetapi tidak tertulis, dan masyarakat menaatinya seperti halnya menaati undang-undang (hukum tertulis).
    Menurut tempat berlakunya, hukum dibedakan sebagai berikut.
    Hukum nasional, yaitu hukun yang berlaku dalam suatu Negara.
    Hukum internasionl, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara Negara dan/atau antara organisasi/lembaga internasional).
    Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku di Negara lain atau Negara asing.
    Hukum gereja (Kanonik), yaitu hukum yang ditetapkan oleh gereja (katolik Roma) berlaku untuk anggotanya.
    Hukum Islam, yaitu hukum yang berlaku untuk orang-orang yang beragama Islam.
    Menurut waktu berlakunya hukum dibagi dalam:
    Ius Constitutum (ius positum/ius operatum), yaitu hukum yang berlaku pada waktu sekarang dalam suatu masyarakat di wilayah tertentu;
    Ius constituendum, yaitu hukum yang diterapkan berlaku untuk waktu yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan;
    Hukum asasi (kodrat), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dan kapan aja tidak terbatas oleh ruang waktu dan tempat. Hukum asasi ini berlaku untuk semua bangsa dan bersifat abadi.
    Menurut fungsinya atau cara mempertahankannya, dibedakan sebagai berikut.
    Hukum material (materiel recht atau substantive law), yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antar subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain yang mengutamakan kepentingan tertentu.
    Hukum formal atau (formeelrecht/procesrecht/ajective law) atau hukum acara, yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material, misalnya Hukum Acara Pidana.
    Menurut sifatnya, hukum dibedakan sebagai berikut.
    Hukum yang memaksa atau hukum imperaktif (dwingendrecht), yaitu peraturan atau norma hukum yang dalam keadaan konkret tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak yang bersengketa atau harus ditaati secara mutlak.
    Hukum pelengkap atau hukum yang bersifat mengatur (hukum fakultatif), yaitu peraturan atau norma hukum yang dalam keadaan konkret dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian, seperti tentang bentuk perjanjian boleh tertulis dan boleh tidak tertulis, boleh dilakukan atau dibuat dihadapan notaris atau di bawah tangan.
    Menurut isinya, hukum dibedakan sebagai berikut :
    Hukum publik (public law/recht),  yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara Negara dengan orang dan atau badan yang mengutamakan kepentingan umum, seperti Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Administrasi Negara/Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Pidana, Hukum Internasional (Publik) dan Hukum Acara (Pidana, Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Konstitusi).
    Hukum privat atau hukum sipil (private law/privaatrecht), yaitu keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan dan/atau badan pribadi yang mengutamakan kepentingan pribadi, atau keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain untuk kepentingan pribadi, seperti Hukum Dagang dalam (WvK).


    Sumber-sumber Hukum, sumber hukum ialah “asal mulanya hukum” segala seuatu yang dapat menimbulkan aturan-aturan hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Yang dimaksud “segala sesuatu” tersebut adalah factor-faktor yang mempengaruhi terhadap timbulnya hukum, dari mana hukum ditemukan atau dari mana berasalnya norma hukum.


    Sumber hukum material adalah faktor-faktor yang menentukan kaidah hukum, tempat dari mana berasalnya isi hukum, atau faktor-faktor yang menentukan isi hukum yang berlaku.


    Faktor-faktor yang menentukan isi hukum dapat dikelompokkan atas “faktor ideal (filosofis), faktor sejarah (historis) dan faktor kemasyarakatan (Sosiologis)”.


    Sumber Hukum Formal ialah tempat dari mana dapat ditemukan atau diperoleh aturan-aturan hukum yang berlaku yang mempunyai kekuatan mengikat masyarakat dan pemerintah sehingga ditaati.


    Sumber hukum formal (van Apeldoorn) adalah dari mana timbulnya hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan penduduk). Sumber hukum formal adalah yang menjadi determinan formal membentuk hukum (formele detrminanten van de rechtsvorming), menentukan berlakunya hukum.


    Bentuk sumber-sumber hukum formal ialah
    Undang-Undang. Undang-undang dalam arti material (wet in materiele zin) adalah “setiap keputusan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa yang berwenang yang isinya mengikat secara umum” atau setiap “keeputusan atau ketetapan pemerintah atau penguasa yang berwenang yang memuat ketentuan-ketentuan umum” atau “peraturan-peraturan umum yang dibuat oleh penguasa yang berwenang”.
    Undang-undang dalam arti “formal” (wet in formale zin) ialah “setiap keputusan pemerintah atau penguasa yang berwenang yang karena prosedur terjadinya atau pembentukannya dan bentuknya dinamkan “undang-undang”.

    Kebiasaan ialah perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang tetap, dilakukan berulang-ulang dalam rangkaian perbuatan yang sama dan dalam waktu yang lama.
    Yurisprudensi, berasal dari kata jurisprudential (bahasa latin) yang berarti “pengetahuan hukum” (rechtsgeleerdheid), dalam bahasa inggris jurisprudence artinya ilmu hukum atau ajaran hukum umum atau teori hukum umum (algemene rechtsleer atau general theory of law).
    Traktat atau treaty atau perjanjian internasional dipergunakan sebgai sumber hukum dalam arti formal, karena itu harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat dinamakan perjanjian internasional.
    Doktrin Hukum, doktrin atau ajaran-ajaran atau pendapat para ahli hukum/sarjana hukum terkemuka dan berpengaruh, besar pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil putusan.


    Konflik Antarumber Hukum, konflik dapat terjadi antara sumber hukum formal, misalnya sebagai berikut.
    a)      Lex specialis derogate lex generalis, yaitu apabila terjadi konflik antar undang-undang yang bersifat khusus dengan undang-undang yang bersifat umum, maka undang-undang yang bersifat umum harus dikesampingkan.

    b)      Lex superiori derogate lex inferiori, yaitu apabila ada dua undang-undang yang tidak sederajat tingkatannya mengatur objek yang sama dan saling bertentangan, maka undang-undang yang lebih tinggi tingkatannya mengesampingkan undang-undang yang tingkatannya dibawahnya.

    c)      Lex posteriori derogate lex priori, yaitu undang-undang atau peraturan yang berlaku belakangan (baru) mengesampingkan undang-undang atau peraturan terdahulu (lama).



    Konflik antara undang-undang dengan kebiasaan, apabila terjadi konflik antara undang-undang dengan kebiasaan maka pada prinsipnya undang-undang yang harus diberlakukan atau dipergunakan, terutama undang-undang yang bersifat memaksa.


    Konflik antara undang-undang dengan putusan pengadilan, apabila terjadi konflik antara undang-undang dengan putusan pengadilan dapat diselesaikan dengan asas res judicata pro veritate habetur, artinya “putusan hakim (pengadilan) adalah benar”.

    Sumber : Berbagai Sumber

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo