• Breaking News

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL


    LEMBARAN NEGARA
    REPUBLIK INDONESIA
    No.63, 2017 ADMINISTRASI. Kepegawaian. PNS. Manajemen.
    Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 6037)
    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 11 TAHUN 2017
    TENTANG
    MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17, Pasal 18
    ayat (4), Pasal 19 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 57, Pasal
    67, Pasal 68 ayat (7), Pasal 74, Pasal 78, Pasal 81, Pasal 85,
    Pasal 86 ayat (4), Pasal 89, Pasal 91 ayat (6), Pasal 92 ayat (4),
    dan Pasal 125 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
    Aparatur Sipil Negara, perlu menetapkan Peraturan
    Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil;
    Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
    Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5494);
    MEMUTUSKAN:
    Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI
    NEGERI SIPIL.

    -2-
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
    Pasal 1
    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
    1. Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan
    pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri
    sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi,
    bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
    kolusi, dan nepotisme.
    2. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN
    adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
    pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada
    instansi pemerintah.
    3. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut
    Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai
    pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh
    pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam
    suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara
    lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangundangan.
    4. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
    adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
    tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
    pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
    pemerintahan.
    5. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
    selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara
    Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat
    berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu
    tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
    pemerintahan.
    6. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan fungsi,
    tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang
    pegawai ASN dalam suatu satuan organisasi.

    2017, No.63
    -3-
    7. Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPT
    adalah sekelompok Jabatan tinggi pada instansi
    pemerintah.
    8. Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang
    menduduki JPT.
    9. Jabatan Administrasi yang selanjutnya disingkat JA
    adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas
    berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi
    pemerintahan dan pembangunan.
    10. Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang
    menduduki JA pada instansi pemerintah.
    11. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah
    sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas
    berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan
    pada keahlian dan keterampilan tertentu.
    12. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki
    JF pada instansi pemerintah.
    13. Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan,
    dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
    dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang
    teknis Jabatan.
    14. Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan,
    keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
    diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau
    mengelola unit organisasi.
    15. Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
    keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
    diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
    berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal
    agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
    kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip,
    yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan
    untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran,
    fungsi dan Jabatan.
    16. Pejabat yang Berwenang yang selanjutnya disingkat PyB
    adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
    melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan

    -4-
    pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    17. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat
    PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan
    menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
    pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen
    ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    18. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi
    daerah.
    19. Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah
    nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan
    kesekretariatan lembaga nonstruktural.
    20. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan
    perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi
    sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat
    daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
    21. Pemberhentian dari Jabatan adalah pemberhentian yang
    mengakibatkan PNS tidak lagi menduduki JA, JF, atau
    JPT.
    22. Pemberhentian Sementara sebagai PNS adalah
    pemberhentian yang mengakibatkan PNS kehilangan
    statusnya sebagai PNS untuk sementara waktu.
    23. Batas Usia Pensiun adalah batas usia PNS harus
    diberhentikan dengan hormat dari PNS.
    24. Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang
    berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja
    secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar
    belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis
    kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi
    kecacatan.
    25. Pengisian JPT secara Terbuka yang selanjutnya disebut
    Seleksi Terbuka adalah proses pengisian JPT yang
    dilakukan melalui kompetisi secara terbuka.
    26. Pendidikan dan Pelatihan Terintegrasi yang selanjutnya
    disebut Pelatihan Prajabatan adalah proses pelatihan
    untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat

    -5-
    dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter
    kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan
    memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang
    bagi calon PNS pada masa percobaan.
    27. Cuti PNS yang selanjutnya disebut dengan Cuti, adalah
    keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka
    waktu tertentu.
    28. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan
    data mengenai pegawai ASN yang disusun secara
    sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis
    teknologi.
    29. Sekolah Kader adalah sistem pengembangan kompetensi
    yang bertujuan untuk menyiapkan pejabat administrator
    melalui jalur percepatan peningkatan jabatan.
    30. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat
    BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
    diberi kewenangan melakukan pembinaan dan
    menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional
    sebagaimana diatur dalam undang-undang.
    31. Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya disingkat
    LAN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang
    diberi kewenangan melakukan pengkajian dan
    pendidikan dan pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam
    undang-undang.
    32. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
    Pasal 2
    Manajemen PNS meliputi:
    a. penyusunan dan penetapan kebutuhan;
    b. pengadaan;
    c. pangkat dan Jabatan;
    d. pengembangan karier;
    e. pola karier;
    f. promosi;
    g. mutasi;
    h. penilaian kinerja;

    -6-
    i. penggajian dan tunjangan;
    j. penghargaan;
    k. disiplin;
    l. pemberhentian;
    m. jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan
    n. perlindungan.
    Pasal 3
    (1) Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi
    pembinaan PNS berwenang menetapkan pengangkatan,
    pemindahan, dan pemberhentian PNS.
    (2) Presiden dapat mendelegasikan kewenangan
    menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan
    pemberhentian PNS kepada:
    a. menteri di kementerian;
    b. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah
    nonkementerian;
    c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara
    dan lembaga nonstruktural;
    d. gubernur di provinsi; dan
    e. bupati/walikota di kabupaten/kota.
    (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2), pengangkatan, pemindahan, dan
    pemberhentian bagi pejabat pimpinan tinggi utama,
    pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat fungsional
    keahlian utama.
    (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
    a termasuk:
    a. Jaksa Agung; dan
    b. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
    b termasuk juga:
    a. Kepala Badan Intelijen Negara; dan
    b. Pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden.
    (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
    c termasuk juga Sekretaris Mahkamah Agung.

    -7-
    BAB II
    PENYUSUNAN DAN PENETAPAN KEBUTUHAN
    Bagian Kesatu
    Umum
    Pasal 4
    Penyusunan dan penetapan kebutuhan jumlah dan jenis
    Jabatan PNS dilakukan sesuai dengan siklus anggaran.
    Bagian Kedua
    Penyusunan Kebutuhan
    Pasal 5
    (1) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan
    jumlah dan jenis Jabatan PNS berdasarkan analisis
    Jabatan dan analisis beban kerja.
    (2) Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan PNS
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
    jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu)
    tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
    (3) Penyusunan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) harus mendukung pencapaian tujuan
    Instansi Pemerintah.
    (4) Penyusunan kebutuhan PNS untuk jangka waktu 5 (lima)
    tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
    berdasarkan rencana strategis Instansi Pemerintah.
    (5) Dalam rangka penyusunan kebutuhan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan dinamika/
    perkembangan organisasi Kementerian/Lembaga.
    Pasal 6
    (1) Analisis Jabatan dan analisis beban kerja sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan oleh Instansi
    Pemerintah mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
    Menteri.

    -8-
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan
    analisis Jabatan dan analisis beban kerja sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 7
    Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis Jabatan PNS
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) meliputi
    kebutuhan jumlah dan jenis:
    a. JA;
    b. JF; dan
    c. JPT.
    Pasal 8
    Rincian kebutuhan PNS setiap tahun sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 5 ayat (2) disusun berdasarkan:
    a. hasil analisis Jabatan dan hasil analisis beban kerja;
    b. peta Jabatan di masing-masing unit organisasi yang
    menggambarkan ketersediaan dan jumlah kebutuhan
    PNS untuk setiap jenjang Jabatan; dan
    c. memperhatikan kondisi geografis daerah, jumlah
    penduduk, dan rasio alokasi anggaran belanja pegawai.
    Pasal 9
    (1) Hasil penyusunan kebutuhan PNS 5 (lima) tahunan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
    disampaikan oleh PPK Instansi Pemerintah kepada
    Menteri dan Kepala BKN dengan melampirkan dokumen
    rencana strategis Instansi Pemerintah.
    (2) Rincian penyusunan kebutuhan PNS setiap tahun
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) untuk
    penetapan kebutuhan PNS tahun berikutnya
    disampaikan oleh PPK Instansi Pemerintah kepada
    Menteri dan Kepala BKN paling lambat akhir bulan Maret
    tahun sebelumnya.
    (3) Dalam hal terjadi perubahan rencana anggaran tahun
    berikutnya yang mengakibatkan perubahan dalam
    perencanaan kebutuhan PNS, penyampaian rincian

    -9-
    penyusunan kebutuhan PNS setiap tahun sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan paling lambat
    akhir bulan April tahun sebelumnya.
    Pasal 10
    (1) Penyusunan kebutuhan PNS dilaksanakan dengan
    menggunakan aplikasi yang bersifat elektronik.
    (2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan penyusunan
    kebutuhan yang bersifat elektronik sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 11
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
    penyusunan kebutuhan PNS diatur dengan Peraturan Kepala
    BKN.
    Bagian Ketiga
    Penetapan Kebutuhan
    Pasal 12
    (1) Kebutuhan PNS secara nasional ditetapkan oleh Menteri
    pada setiap tahun, setelah memperhatikan pendapat
    menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
    bidang keuangan dan pertimbangan teknis Kepala BKN.
    (2) Pertimbangan teknis Kepala BKN sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri paling lambat
    akhir bulan Juli tahun sebelumnya.
    (3) Berdasarkan pertimbangan teknis Kepala BKN
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menyusun
    rencana pemenuhan kebutuhan PNS berdasarkan
    prioritas pembangunan nasional.
    (4) Rencana pemenuhan kebutuhan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Menteri kepada
    menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
    bidang keuangan untuk dimintakan pendapat paling
    lambat akhir bulan April untuk rencana pemenuhan
    kebutuhan PNS tahun berikutnya.

    -10-
    (5) Pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Menteri
    paling lambat akhir bulan Mei untuk rencana
    pemenuhan kebutuhan PNS tahun berikutnya.
    (6) Penetapan kebutuhan PNS pada setiap Instansi
    Pemerintah setiap tahun ditetapkan oleh Menteri paling
    lambat akhir bulan Mei tahun berjalan.
    (7) Penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan berdasarkan usul dari:
    a. PPK Instansi Pusat; dan
    b. PPK Instansi Daerah yang dikoordinasikan oleh
    Gubernur.
    Pasal 13
    Dalam pemberian pertimbangan teknis Kepala BKN dan
    penetapan kebutuhan PNS oleh Menteri sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) harus memperhatikan:
    a. untuk Instansi Pusat:
    1. susunan organisasi dan tata kerja;
    2. jenis dan sifat urusan pemerintahan yang menjadi
    tanggungjawabnya;
    3. jumlah dan komposisi PNS yang tersedia untuk
    setiap jenjang Jabatan;
    4. jumlah PNS yang akan memasuki Batas Usia
    Pensiun;
    5. rasio jumlah antara PNS yang menduduki Jabatan
    administrator, Jabatan pengawas, Jabatan
    pelaksana, dan JF; dan
    6. rasio antara anggaran belanja pegawai dengan
    anggaran belanja secara keseluruhan.
    b. untuk Instansi Daerah provinsi:
    1. data kelembagaan;
    2. jumlah dan komposisi PNS yang tersedia pada setiap
    jenjang Jabatan;
    3. jumlah PNS yang akan memasuki Batas Usia
    Pensiun;

    -11-
    4. rasio antara jumlah PNS dengan jumlah kabupaten
    atau kota yang dikoordinasikan; dan
    5. rasio antara anggaran belanja pegawai dengan
    anggaran belanja secara keseluruhan.
    c. untuk Instansi Daerah kabupaten/kota:
    1. data kelembagaan;
    2. luas wilayah, kondisi geografis, dan potensi daerah
    untuk dikembangkan;
    3. jumlah dan komposisi PNS yang tersedia pada setiap
    jenjang Jabatan;
    4. jumlah PNS yang akan memasuki Batas Usia
    Pensiun;
    5. rasio antara jumlah PNS dengan jumlah penduduk;
    dan
    6. rasio antara anggaran belanja pegawai dengan
    anggaran belanja secara keseluruhan.
    Pasal 14
    Dalam hal kebutuhan PNS yang telah ditetapkan pada
    Instansi Pemerintah tidak seluruhnya direalisasikan, Menteri
    dapat mempertimbangkan sebagai tambahan usulan
    kebutuhan PNS untuk tahun berikutnya.
    BAB III
    PENGADAAN
    Bagian Kesatu
    Umum
    Pasal 15
    Pengadaan PNS di Instansi Pemerintah dilakukan
    berdasarkan pada penetapan kebutuhan PNS sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 12.
    Pasal 16
    (1) Untuk menjamin kualitas PNS, pengadaan PNS
    dilakukan secara nasional.

    -12-
    (2) Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi
    kebutuhan:
    a. Jabatan Administrasi, khusus pada Jabatan
    Pelaksana;
    b. Jabatan Fungsional Keahlian, khusus pada JF ahli
    pertama dan JF ahli muda; dan
    c. Jabatan Fungsional Keterampilan, khusus pada JF
    pemula dan terampil.
    Pasal 17
    (1) Dalam rangka menjamin obyektifitas pengadaan PNS
    secara nasional, Menteri membentuk panitia seleksi
    nasional pengadaan PNS.
    (2) Panitia seleksi nasional pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Kepala BKN.
    (3) Panitia seleksi nasional pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
    a. kementerian yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur
    negara;
    b. kementerian yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri;
    c. kementerian yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang keuangan;
    d. kementerian yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang pendidikan;
    e. BKN;
    f. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
    dan/atau
    g. kementerian atau lembaga terkait.
    (4) Panitia seleksi nasional pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
    a. mendesain sistem seleksi pengadaan PNS;
    b. menyusun soal seleksi kompetensi dasar;
    c. mengoordinasikan instansi pembina JF dalam
    penyusunan materi seleksi kompetensi bidang;

    -13-
    d. merekomendasikan kepada Menteri tentang ambang
    batas kelulusan seleksi kompetensi dasar untuk
    setiap Instansi Pemerintah;
    e. melaksanakan seleksi kompetensi dasar bersamasama dengan Instansi Pemerintah;
    f. mengolah hasil seleksi kompetensi dasar;
    g. mengawasi pelaksanaan seleksi kompetensi dasar
    dan seleksi kompetensi bidang;
    h. menetapkan dan menyampaikan hasil seleksi
    kompetensi dasar dan mengintegrasikan hasil
    seleksi kompetensi dasar dan seleksi kompetensi
    bidang; dan
    i. mengevaluasi dan mengembangkan sistem
    pengadaan PNS.
    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan dan
    mekanisme kerja panitia seleksi nasional pengadaan PNS
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sampai dengan
    ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 18
    (1) Dalam rangka pelaksanaan pengadaan PNS di Instansi
    Pemerintah, PPK membentuk panitia seleksi instansi
    pengadaan PNS.
    (2) Panitia seleksi instansi pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh PyB.
    (3) Panitia seleksi instansi pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur:
    a. unit kerja yang membidangi kepegawaian;
    b. unit kerja yang membidangi pengawasan;
    c. unit kerja yang membidangi perencanaan;
    d. unit kerja yang membidangi keuangan; dan/atau
    e. unit kerja lain yang terkait.
    (4) Panitia seleksi instansi pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
    a. menyusun jadwal pelaksanaan seleksi pengadaan
    PNS;

    14-
    b. mengumumkan jenis Jabatan yang lowong, jumlah
    PNS yang dibutuhkan, dan persyaratan pelamaran;
    c. melakukan seleksi administrasi terhadap berkas
    lamaran dan dokumen persyaratan lainnya
    sebagaimana tercantum dalam pengumuman;
    d. menyiapkan sarana pelaksanaan seleksi kompetensi
    dasar dan seleksi kompetensi bidang;
    e. melaksanakan seleksi kompetensi dasar bersamasama dengan panitia seleksi nasional pengadaan
    PNS;
    f. melaksanakan seleksi kompetensi bidang;
    g. mengumumkan hasil seleksi administrasi, hasil
    seleksi kompetensi dasar, dan hasil seleksi
    kompetensi bidang; dan
    h. mengusulkan hasil seleksi tes kompetensi bidang
    kepada panitia seleksi nasional.
    Pasal 19
    Pengadaan PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
    dilakukan melalui tahapan:
    a. perencanaan;
    b. pengumuman lowongan;
    c. pelamaran;
    d. seleksi;
    e. pengumuman hasil seleksi;
    f. pengangkatan calon PNS dan masa percobaan calon PNS;
    dan
    g. pengangkatan menjadi PNS.
    Bagian Kedua
    Perencanaan
    Pasal 20
    (1) Panitia seleksi nasional pengadaan PNS dan panitia
    seleksi instansi pengadaan PNS menyusun dan
    menetapkan perencanaan pengadaan PNS.

    -15-
    (2) Perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) paling sedikit meliputi:
    a. jadwal pengadaan PNS; dan
    b. prasarana dan sarana pengadaan PNS.
    Bagian Ketiga
    Pengumuman Lowongan
    Pasal 21
    (1) Panitia seleksi nasional pengadaan PNS mengumumkan
    lowongan Jabatan PNS secara terbuka kepada
    masyarakat.
    (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    paling sedikit memuat:
    a. nama Jabatan;
    b. jumlah lowongan Jabatan;
    c. kualifikasi pendidikan; dan
    d. Instansi Pemerintah yang membutuhkan Jabatan
    PNS.
    Pasal 22
    (1) Panitia seleksi instansi pengadaan PNS mengumumkan
    lowongan Jabatan PNS secara terbuka kepada
    masyarakat berdasarkan pengumuman lowongan oleh
    panitia seleksi nasional pengadaan PNS sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 21.
    (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan paling singkat 15 (lima belas) hari kalender.
    (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    paling sedikit memuat:
    a. nama Jabatan;
    b. jumlah lowongan Jabatan;
    c. unit kerja penempatan;
    d. kualifikasi pendidikan;
    e. alamat dan tempat lamaran ditujukan;
    f. jadwal tahapan seleksi; dan
    g. syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar.

    -16-
    Bagian Keempat
    Pelamaran
    Pasal 23
    (1) Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan
    yang sama untuk melamar menjadi PNS dengan
    memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. usia paling rendah 18 (delapan belas) tahun dan
    paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat
    melamar;
    b. tidak pernah dipidana dengan pidana penjara
    berdasarkan putusan pengadilan yang sudah
    mempunyai kekuatan hukum tetap karena
    melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 2
    (dua) tahun atau lebih;
    c. tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak
    atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat
    sebagai PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia,
    anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau
    diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai
    swasta;
    d. tidak berkedudukan sebagai calon PNS, PNS,
    prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia;
    e. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik
    atau terlibat politik praktis;
    f. memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan
    persyaratan Jabatan;
    g. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan
    Jabatan yang dilamar;
    h. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara
    Kesatuan Republik Indonesia atau negara lain yang
    ditentukan oleh Instansi Pemerintah; dan
    i. persyaratan lain sesuai kebutuhan Jabatan yang
    ditetapkan oleh PPK.

    -17-
    (2) Batas usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
    dapat dikecualikan bagi Jabatan tertentu, yaitu paling
    tinggi 40 (empat puluh) tahun.
    (3) Jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    ditetapkan oleh Presiden.
    Pasal 24
    (1) Setiap pelamar wajib memenuhi dan menyampaikan
    semua persyaratan pelamaran yang tercantum dalam
    pengumuman.
    (2) Setiap pelamar berhak untuk memperoleh informasi
    tentang seleksi pengadaan PNS dari Instansi Pemerintah
    yang akan dilamar.
    Pasal 25
    Penyampaian semua persyaratan pelamaran sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 24 diterima paling lama 10 (sepuluh)
    hari kerja sebelum pelaksanaan seleksi.
    Bagian Kelima
    Seleksi dan Pengumuman Hasil Seleksi
    Pasal 26
    (1) Seleksi pengadaan PNS sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 19 huruf d terdiri atas 3 (tiga) tahap:
    a. seleksi administrasi;
    b. seleksi kompetensi dasar; dan
    c. seleksi kompetensi bidang.
    (2) Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf a dilakukan untuk mencocokkan antara
    persyaratan administrasi dengan dokumen pelamaran
    yang disampaikan oleh pelamar.
    (3) Seleksi kompetensi dasar sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b dilakukan untuk menilai kesesuaian
    antara kompetensi dasar yang dimiliki oleh pelamar
    dengan standar kompetensi dasar PNS.

    -18-
    (4) Standar kompetensi dasar sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) meliputi karakteristik pribadi, intelegensia
    umum, dan wawasan kebangsaan.
    (5) Seleksi kompetensi bidang sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf c dilakukan untuk menilai kesesuaian
    antara kompetensi bidang yang dimiliki oleh pelamar
    dengan standar kompetensi bidang sesuai dengan
    kebutuhan Jabatan.
    Pasal 27
    (1) Panitia seleksi instansi pengadaan PNS melaksanakan
    seleksi administrasi terhadap seluruh dokumen
    pelamaran yang diterima.
    (2) Panitia seleksi instansi pengadaan PNS wajib
    mengumumkan hasil seleksi administrasi secara terbuka.
    (3) Dalam hal dokumen pelamaran tidak memenuhi
    persyaratan administrasi, pelamar dinyatakan tidak lulus
    seleksi administrasi.
    Pasal 28
    (1) Pelamar yang lulus seleksi administrasi sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 27 mengikuti seleksi kompetensi
    dasar.
    (2) Seleksi kompetensi dasar sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilaksanakan oleh panitia seleksi instansi
    pengadaan PNS bersama panitia seleksi nasional
    pengadaan PNS.
    (3) Pelamar dinyatakan lulus seleksi kompetensi dasar
    apabila memenuhi nilai ambang batas minimal kelulusan
    yang ditentukan dan berdasarkan peringkat nilai.
    Pasal 29
    (1) Pelamar yang dinyatakan lulus seleksi kompetensi dasar
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengikuti seleksi
    kompetensi bidang.

    -19-
    (2) Seleksi kompetensi bidang sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilaksanakan oleh panitia seleksi instansi
    pengadaan PNS.
    (3) Jumlah peserta yang mengikuti seleksi kompetensi
    bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan
    paling banyak 3 (tiga) kali jumlah kebutuhan masingmasing Jabatan berdasarkan peringkat nilai seleksi
    kompetensi dasar.
    Pasal 30
    Dalam hal diperlukan, panitia seleksi instansi pengadaan PNS
    dapat melakukan uji persyaratan fisik, psikologis, dan/atau
    kesehatan jiwa dalam pelaksanaan seleksi kompetensi bidang
    sesuai dengan persyaratan Jabatan pada Instansi Pemerintah.
    Pasal 31
    (1) Hasil seleksi kompetensi bidang disampaikan oleh panitia
    seleksi instansi pengadaan PNS kepada panitia seleksi
    nasional pengadaan PNS.
    (2) Panitia seleksi nasional pengadaan PNS menetapkan
    hasil akhir seleksi berdasarkan integrasi dari hasil seleksi
    kompetensi dasar dan hasil seleksi kompetensi bidang.
    Pasal 32
    PPK mengumumkan pelamar yang dinyatakan lulus seleksi
    pengadaan PNS secara terbuka, berdasarkan penetapan hasil
    akhir seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
    Bagian Keenam
    Pengangkatan Calon PNS dan
    Masa Percobaan Calon PNS
    Pasal 33
    Pelamar yang dinyatakan lulus seleksi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 32 diangkat dan ditetapkan sebagai calon PNS
    oleh PPK setelah mendapat persetujuan teknis dan penetapan
    nomor induk pegawai dari Kepala BKN.

    -20-
    Pasal 34
    (1) Calon PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 wajib
    menjalani masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
    (2) Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    merupakan masa prajabatan.
    (3) Masa prajabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan.
    (4) Proses pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) dilakukan secara terintegrasi untuk
    membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan
    motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter
    kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan
    memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.
    (5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4) hanya dapat diikuti 1 (satu) kali.
    (6) Pembinaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala LAN.
    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan
    pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5),
    dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepala LAN.
    Pasal 35
    Calon PNS yang mengundurkan diri pada saat menjalani
    masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
    dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti seleksi pengadaan
    PNS untuk jangka waktu tertentu.
    Bagian Ketujuh
    Pengangkatan Menjadi PNS
    Pasal 36
    (1) Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi
    persyaratan:
    a. lulus pendidikan dan pelatihan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 34; dan
    b. sehat jasmani dan rohani.

    -21-
    (2) Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat menjadi
    PNS oleh PPK ke dalam Jabatan dan pangkat sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Pasal 37
    (1) Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberhentikan sebagai
    calon PNS.
    (2) Selain pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1), calon PNS diberhentikan apabila:
    a. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
    b. meninggal dunia;
    c. terbukti melakukan pelanggaran disiplin tingkat
    sedang atau berat;
    d. memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar
    pada waktu melamar;
    e. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
    putusan pengadilan yang sudah mempunyai
    kekuatan hukum yang tetap;
    f. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
    atau
    g. tidak bersedia mengucapkan sumpah/janji pada
    saat diangkat menjadi PNS.
    Pasal 38
    Dalam hal calon PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
    tewas, diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Bagian Kedelapan
    Sumpah/Janji
    Pasal 39
    (1) Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib
    mengucapkan sumpah/janji.

    -22-
    (2) Pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan pada saat pelantikan oleh PPK.
    (3) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan menurut agama atau kepercayaannya kepada
    Tuhan Yang Maha Esa.
    Pasal 40
    Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
    berbunyi sebagai berikut:
    “Demi Allah, saya bersumpah:
    bahwa saya, untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil,
    akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
    negara, dan pemerintah;
    bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundangundangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan
    yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian,
    kesadaran, dan tanggung jawab;
    bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan
    negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta
    akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada
    kepentingan saya sendiri, seseorang, atau golongan;
    bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut
    sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
    bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan
    bersemangat untuk kepentingan negara”.
    Pasal 41
    (1) Dalam hal calon PNS berkeberatan untuk mengucapkan
    sumpah karena keyakinannya tentang agama atau
    kepercayaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, PNS yang
    bersangkutan mengucapkan janji.
    (2) Dalam hal calon PNS mengucapkan janji sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), maka frasa “Demi Allah, saya
    bersumpah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
    diganti dengan kalimat: “Demi Tuhan Yang Maha Esa,

    -23-
    saya menyatakan dan berjanji dengan sungguhsungguh”.
    (3) Bagi calon PNS yang beragama Kristen, pada akhir
    sumpah/janji ditambahkan frasa yang berbunyi:
    “Kiranya Tuhan menolong Saya”.
    (4) Bagi calon PNS yang beragama Hindu, frasa “Demi Allah”
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diganti dengan
    frasa “Om Atah Paramawisesa”.
    (5) Bagi calon PNS yang beragama Budha, frasa “Demi Allah“
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diganti dengan
    frasa “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
    (6) Bagi calon PNS yang beragama Khonghucu, frasa “Demi
    Allah“ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diganti
    dengan frasa “Kehadirat Tian di tempat yang Maha tinggi
    dengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi,
    Dipermuliakanlah”.
    (7) Bagi calon PNS yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang
    Maha Esa selain beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha,
    dan Khonghucu, frasa “Demi Allah” sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 40 diganti dengan kalimat lain
    yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan
    Yang Maha Esa.
    Pasal 42
    (1) Sumpah/janji diambil oleh PPK di lingkungannya
    masing-masing.
    (2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk
    mengambil sumpah/janji.
    Pasal 43
    (1) Pengambilan sumpah/janji sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 39 dilakukan dalam upacara khidmat.
    (2) Calon PNS yang mengangkat sumpah/janji sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) didampingi oleh seorang
    rohaniwan.

    -24-
    (3) Pengambilan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) disaksikan oleh 2 (dua) orang PNS yang
    Jabatannya paling rendah sama dengan Jabatan calon
    PNS yang mengangkat sumpah/janji.
    (4) Pejabat yang mengambil sumpah/janji sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 42 mengucapkan sumpah/janji
    kalimat demi kalimat dan diikuti oleh calon PNS yang
    mengangkat sumpah/janji.
    (5) Pada saat pengambilan sumpah/janji sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4), semua orang yang hadir dalam
    upacara diwajibkan berdiri.
    (6) Calon PNS yang telah mengucapkan sumpah/janji
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menjadi
    PNS.
    Pasal 44
    (1) Pejabat yang mengambil sumpah/janji membuat berita
    acara tentang pengambilan sumpah/janji.
    (2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditandatangani oleh pejabat yang mengambil
    sumpah/janji, PNS yang mengangkat sumpah/janji, dan
    saksi.
    (3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
    rangkap 3 (tiga), yaitu:
    a. 1 (satu) rangkap untuk PNS yang mengangkat
    sumpah/janji;
    b. 1 (satu) rangkap untuk arsip Instansi Pemerintah
    PNS yang bersangkutan; dan
    c. 1 (satu) rangkap untuk arsip BKN.
    Pasal 45
    Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis pengadaan
    PNS diatur dengan Peraturan Kepala BKN.

    -25-
    BAB IV
    PANGKAT DAN JABATAN
    Bagian Kesatu
    Pangkat dan Jabatan
    Pasal 46
    (1) Pangkat merupakan kedudukan yang menunjukan
    tingkatan Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan,
    tanggung jawab, dampak, dan persyaratan kualifikasi
    pekerjaan yang digunakan sebagai dasar penggajian.
    (2) Pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
    dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai
    gaji, tunjangan dan fasilitas bagi PNS.
    Pasal 47
    Jabatan PNS terdiri atas:
    a. JA;
    b. JF; dan
    c. JPT.
    Pasal 48
    (1) Nomenklatur Jabatan dan pangkat JPT utama dan JPT
    madya ditetapkan oleh Presiden atas usul Instansi
    Pemerintah terkait setelah mendapat pertimbangan
    Menteri.
    (2) Nomenklatur Jabatan dan pangkat JPT pratama, JA, dan
    JF untuk masing-masing satuan organisasi Instansi
    Pemerintah ditetapkan oleh pimpinan Instansi
    Pemerintah setelah mendapat persetujuan Menteri.
    Pasal 49
    (1) Pengisian Jabatan pelaksana, JF keahlian jenjang ahli
    pertama, JF keterampilan jenjang pemula, dan JF
    keterampilan jenjang terampil dapat dilakukan melalui
    pengadaan PNS.

    -26-
    (2) Pengisian Jabatan administrator, Jabatan pengawas, JF
    keahlian jenjang ahli utama, JF keahlian jenjang ahli
    madya, JF keahlian jenjang ahli muda, JF keterampilan
    jenjang penyelia, JF keterampilan jenjang mahir,
    dan/atau JPT dapat dilakukan melalui rekrutmen dan
    seleksi dari PNS yang tersedia, baik yang berasal dari
    internal Instansi Pemerintah maupun PNS yang berasal
    dari Instansi Pemerintah lain.
    Bagian Kedua
    Jabatan Administrasi
    Paragraf 1
    Jenjang, Tanggung Jawab, dan Akuntabilitas
    Pasal 50
    Jenjang JA dari yang paling tinggi ke yang paling rendah
    terdiri atas:
    a. Jabatan administrator;
    b. Jabatan pengawas; dan
    c. Jabatan pelaksana.
    Pasal 51
    (1) Pejabat administrator sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 50 huruf a bertanggung jawab memimpin
    pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta
    administrasi pemerintahan dan pembangunan.
    (2) Pejabat pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
    huruf b bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan
    kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana.
    (3) Pejabat pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    50 huruf c bertanggung jawab melaksanakan kegiatan
    pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan
    pembangunan.

    -27-
    Pasal 52
    (1) Setiap pejabat administrasi harus menjamin
    akuntabilitas Jabatan.
    (2) Akuntabilitas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) meliputi terlaksananya:
    a. seluruh kegiatan yang sudah direncanakan dengan
    baik dan efisien sesuai standar operasional prosedur
    dan terselenggaranya peningkatan kinerja secara
    berkesinambungan, bagi Jabatan administrator;
    b. pengendalian seluruh kegiatan pelaksanaan yang
    dilakukan oleh pejabat pelaksana sesuai standar
    operasional prosedur, bagi Jabatan pengawas; dan
    c. kegiatan sesuai dengan standar operasional
    prosedur, bagi Jabatan pelaksana.
    Pasal 53
    Pejabat administrasi dilarang rangkap Jabatan dengan JF.
    Paragraf 2
    Persyaratan dan Pengangkatan
    Pasal 54
    (1) Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan
    administrator sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling
    rendah sarjana atau diploma IV;
    c. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    d. memiliki pengalaman pada Jabatan pengawas paling
    singkat 3 (tiga) tahun atau JF yang setingkat dengan
    Jabatan pengawas sesuai dengan bidang tugas
    Jabatan yang akan diduduki;
    e. setiap unsur penilaian prestasi kerja paling sedikit
    bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
    f. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi yang dibuktikan berdasarkan hasil

    -28-
    evaluasi oleh tim penilai kinerja PNS di instansinya;
    dan
    g. sehat jasmani dan rohani.
    (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dikecualikan bagi PNS yang mengikuti dan lulus sekolah
    kader dengan predikat sangat memuaskan.
    (3) Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan
    pengawas sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling
    rendah diploma III atau yang setara;
    c. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    d. memiliki pengalaman dalam Jabatan pelaksana
    paling singkat 4 (empat) tahun atau JF yang
    setingkat dengan Jabatan pelaksana sesuai dengan
    bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;
    e. setiap unsur penilaian prestasi kerja paling sedikit
    bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;
    f. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi yang dibuktikan berdasarkan hasil
    evaluasi oleh tim penilai kinerja PNS di instansinya;
    dan
    g. sehat jasmani dan rohani.
    (4) Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan
    pelaksana sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling
    rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau yang
    setara;
    c. telah mengikuti dan lulus pelatihan terkait dengan
    bidang tugas dan/atau lulus pendidikan dan
    pelatihan terintegrasi;
    d. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    e. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai dengan
    standar kompetensi yang ditetapkan; dan

    -29-
    f. sehat jasmani dan rohani.
    (5) Bagi PNS yang berasal dari daerah tertinggal, perbatasan,
    dan/atau terpencil yang akan diangkat dalam Jabatan
    administrator pada Instansi Pemerintah di daerah
    tertinggal, perbatasan, dan/atau terpencil, dikecualikan
    dari persyaratan kualifikasi dan tingkat pendidikan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
    (6) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib
    memenuhi persyaratan kualifikasi dan tingkat
    pendidikan paling lama 5 (lima) tahun sejak diangkat
    dalam Jabatan.
    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sekolah kader
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
    Peraturan Presiden.
    Pasal 55
    (1) Kompetensi Jabatan administrator, Jabatan pengawas,
    dan Jabatan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 54 ayat (1) huruf f, ayat (3) huruf f, dan ayat (4)
    huruf e meliputi Kompetensi Teknis, Kompetensi
    Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural.
    (2) Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan
    teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis.
    (3) Kompetensi Manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural
    atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan.
    (4) Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan
    masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan
    budaya sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan
    Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan
    Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
    Menteri.

    -30-
    Paragraf 3
    Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Administrasi
    Pasal 56
    (1) Setiap PNS yang memenuhi syarat Jabatan mempunyai
    kesempatan yang sama untuk diangkat dalam JA yang
    lowong.
    (2) PyB mengusulkan pengangkatan PNS dalam JA kepada PPK setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerjaPNS pada Instansi Pemerintah.
    (3) Pertimbangan tim penilai kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi,syarat Jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, tanpa
    membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.
    (4) PPK menetapkan keputusan pengangkatan dalam JA.
    (5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat memberikan kuasa kepada pejabat di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan dalam JA.
    (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
    kuasa pengangkatan dalam JA sebagaimana dimaksud
    pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Paragraf 4
    Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji
    Jabatan Administrasi
    Pasal 57
    Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat administrator dan
    pejabat pengawas wajib dilantik dan mengangkat
    sumpah/janji Jabatan menurut agama atau kepercayaannya
    kepada Tuhan Yang Maha Esa.
    Pasal 58
    Sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    57 berbunyi sebagai berikut:

    -31-
    "Demi Allah, saya bersumpah:
    bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang
    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan
    menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
    selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan
    negara;
    bahwa saya dalam menjalankan tugas Jabatan, akan
    menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya,
    dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
    bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan
    kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
    Pasal 59
    (1) Dalam hal PNS berkeberatan untuk mengucapkan
    sumpah karena keyakinan tentang agama atau
    kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, PNS
    yang bersangkutan mengucapkan janji Jabatan.
    (2) Dalam hal seorang PNS mengucapkan janji Jabatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kalimat
    “Demi Allah, saya bersumpah” sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 58 diganti dengan kalimat: “Demi Tuhan
    Yang Maha Esa, saya menyatakan dan berjanji dengan
    sungguh-sungguh”.
    (3) Bagi PNS yang beragama Kristen, pada akhir
    sumpah/janji Jabatan ditambahkan kalimat yang
    berbunyi: “Kiranya Tuhan menolong saya”.
    (4) Bagi PNS yang beragama Hindu, maka frasa “Demi Allah”
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diganti dengan
    “Om Atah Paramawisesa”.
    (5) Bagi PNS yang beragama Budha, maka frasa “Demi Allah”
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diganti dengan
    “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
    (6) Bagi PNS yang beragama Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diganti dengan “Kehadirat Tian di tempat yang Maha tinggidengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi, Dipermuliakanlah”.

    -32-
    (7) Bagi PNS yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
    Esa selain beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan
    Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 58 diganti dengan kalimat lain
    yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan
    Yang Maha Esa.
    Pasal 60
    (1) Sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 57 diambil oleh PPK di lingkungannya masingmasing.
    (2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk
    mengambil sumpah/janji Jabatan.
    Pasal 61
    (1) Pengambilan sumpah/janji Jabatan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 57 dilakukan dalam suatu
    upacara khidmat.
    (2) PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didampingi oleh
    seorang rohaniwan dan 2 (dua) orang saksi.
    (3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
    PNS yang Jabatannya paling rendah sama dengan
    Jabatan PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan.
    (4) Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 mengucapkan
    setiap kata dalam kalimat sumpah/janji Jabatan yang
    diikuti oleh PNS yang mengangkat sumpah/janji
    Jabatan.
    Pasal 62
    Pengambilan sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dituangkan dalam berita acara yangditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji
    Jabatan, PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, dansaksi.

    -33-
    Pasal 63
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan
    pengambilan sumpah/janji Jabatan administrator dan
    Jabatan pengawas diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
    Paragraf 5
    Pemberhentian dari Jabatan Administrasi
    Pasal 64
    (1) PNS diberhentikan dari JA apabila:
    a. mengundurkan diri dari Jabatan;
    b. diberhentikan sementara sebagai PNS;
    c. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
    d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
    e. ditugaskan secara penuh di luar JA; atau
    f. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.
    (2) Dalam keadaan tertentu, permohonan pengunduran diri
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat
    ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun.
    (3) Selain alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    pejabat administrator dapat juga diberhentikan apabila
    tidak melaksanakan kewajiban untuk memenuhi
    persyaratan kualifikasi dan tingkat pendidikan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (6).
    (4) PNS yang diberhentikan dari JA karena alasan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai
    dengan huruf e dapat diangkat kembali sesuai dengan JA
    yang terakhir apabila tersedia lowongan Jabatan.
    Paragraf 6
    Tata Cara Pemberhentian dari
    Jabatan Administrasi
    Pasal 65
    (1) Pemberhentian dari JA diusulkan oleh PyB kepada PPK.
    (2) PPK menetapkan keputusan pemberhentian dalam JA.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -34-
    Pasal 66
    (1) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
    dapat memberikan kuasa kepada pejabat di
    lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dalam
    JA.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
    kuasa dalam pemberhentian dari JA sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Bagian Ketiga
    Jabatan Fungsional
    Paragraf 1
    Kedudukan, Tanggung Jawab, Tugas, Kategori, Jenjang,
    Kriteria, dan Akuntabilitas Jabatan Fungsional
    Pasal 67
    Pejabat Fungsional berkedudukan dibawah dan bertanggung
    jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi
    pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang
    memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF.
    Pasal 68
    JF memiliki tugas memberikan pelayanan fungsional yang
    berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
    Pasal 69
    (1) Kategori JF terdiri atas:
    a. JF keahlian; dan
    b. JF keterampilan.
    (2) Jenjang JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf a, terdiri atas:
    a. ahli utama;
    b. ahli madya;
    c. ahli muda; dan
    d. ahli pertama.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -35-
    (3) Jenjang JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b, terdiri atas:
    a. penyelia;
    b. mahir;
    c. terampil; dan
    d. pemula.
    (4) Jenjang JF ahli utama sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang
    mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tertinggi.
    (5) Jenjang JF ahli madya sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang
    mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi.
    (6) Jenjang JF ahli muda sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang
    mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan.
    (7) Jenjang JF ahli pertama sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi utama
    yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar.
    (8) Jenjang JF penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi
    dalam JF keterampilan.
    (9) Jenjang JF mahir sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama dalam JF
    keterampilan.
    (10) Jenjang JF terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat
    lanjutan dalam JF keterampilan.
    (11) Jenjang JF pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat
    dasar dalam JF keterampilan.
    Pasal 70
    JF ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
    a. fungsi dan tugasnya berkaitan dengan pelaksanaan
    fungsi dan tugas Instansi Pemerintah;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -36-
    b. mensyaratkan keahlian atau keterampilan tertentu yang
    dibuktikan dengan sertifikasi dan/atau penilaian
    tertentu;
    c. dapat disusun dalam suatu jenjang Jabatan berdasarkan
    tingkat kesulitan dan kompetensi;
    d. pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri dalam
    menjalankan tugas profesinya; dan
    e. kegiatannya dapat diukur dengan satuan nilai atau
    akumulasi nilai butir-butir kegiatan dalam bentuk angka
    kredit.
    Pasal 71
    (1) Setiap pejabat fungsional harus menjamin akuntabilitas
    Jabatan.
    (2) Akuntabilitas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) meliputi terlaksananya:
    a. pelayanan fungsional berdasarkan keahlian tertentu
    yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja
    organisasi secara berkesinambungan bagi JF
    keahlian; dan
    b. pelayanan fungsional berdasarkan keterampilan
    tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan
    kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF
    keterampilan.
    Paragraf 2
    Klasifikasi Jabatan Fungsional
    Pasal 72
    (1) JF dikelompokkan dalam klasifikasi Jabatan berdasarkan
    kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi Jabatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
    Peraturan Menteri.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -37-
    Paragraf 3
    Penetapan Jabatan Fungsional
    Pasal 73
    (1) Penetapan JF dilakukan oleh Menteri berdasarkan
    usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah dengan
    mengacu pada klasifikasi dan kriteria JF.
    (2) Dalam hal diperlukan, Menteri dapat menetapkan JF
    tanpa usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah.
    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan
    dan penetapan JF diatur dengan Peraturan Menteri.
    Paragraf 4
    Pengangkatan dan Persyaratan Jabatan Fungsional
    Pasal 74
    (1) Pengangkatan PNS ke dalam JF keahlian dan JF
    keterampilan dilakukan melalui pengangkatan:
    a. pertama;
    b. perpindahan dari Jabatan lain; atau
    c. penyesuaian.
    (2) Selain pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1), pengangkatan ke dalam JF tertentu dapat dilakukan
    melalui pengangkatan PPPK.
    (3) Jenis JF tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    diatur dengan Peraturan Presiden.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
    JF melalui pengangkatan PPPK diatur dengan Peraturan
    Pemerintah.
    Pasal 75
    (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui pengangkatan
    pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a
    harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    c. sehat jasmani dan rohani;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -38-
    d. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV
    sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang
    dibutuhkan;
    e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis,
    Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
    Kultural sesuai standar kompetensi yang telah
    disusun oleh instansi pembina;
    f. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    1 (satu) tahun terakhir; dan
    g. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan
    kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan
    PNS.
    Pasal 76
    (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui perpindahan
    dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
    huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    c. sehat jasmani dan rohani;
    d. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV
    sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang
    dibutuhkan;
    e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis,
    Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
    Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang
    telah disusun oleh instansi pembina;
    f. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di
    bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua)
    tahun;
    g. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    2 (dua) tahun terakhir;
    h. berusia paling tinggi:
    1. 53 (lima puluh tiga) tahun untuk JF ahli
    pertama dan JF ahli muda;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -39-
    2. 55 (lima puluh lima) tahun untuk JF ahli
    madya; dan
    3. 60 (enam puluh) tahun untuk JF ahli utama
    bagi PNS yang telah menduduki JPT; dan
    i. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan JF keahlian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan
    kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.
    Pasal 77
    (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui penyesuaian
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus
    memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    c. sehat jasmani dan rohani;
    d. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV;
    e. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di
    bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua)
    tahun;
    f. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    2 (dua) tahun terakhir; dan
    g. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan dalam JF keahlian sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS yang
    bersangkutan pada saat penetapan JF oleh Menteri
    memiliki pengalaman dan masih menjalankan tugas di
    bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan
    PyB.
    (3) Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk paling
    lama 2 (dua) tahun sejak penetapan JF dengan
    mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.
    Pasal 78
    (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui
    pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -40-
    Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai
    berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    c. sehat jasmani dan rohani;
    d. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat
    atas atau setara sesuai dengan kualifikasi
    pendidikan yang dibutuhkan;
    e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis,
    Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
    Kultural sesuai standar kompetensi yang telah
    disusun oleh instansi pembina;
    f. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    1 (satu) tahun terakhir; dan
    g. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan
    kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan
    PNS.
    Pasal 79
    (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui
    perpindahan dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 74 huruf b harus memenuhi persyaratan
    sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    c. sehat jasmani dan rohani;
    d. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat
    atas atau setara sesuai dengan kualifikasi
    pendidikan yang dibutuhkan;
    e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis,
    Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
    Kultural sesuai standar kompetensi yang telah
    disusun oleh instansi pembina;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -41-
    f. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di
    bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua)
    tahun;
    g. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    2 (dua) tahun terakhir;
    h. usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun; dan
    i. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan JF keterampilan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan
    lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.
    Pasal 80
    (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui
    penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
    huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. berstatus PNS;
    b. memiliki integritas dan moralitas yang baik;
    c. sehat jasmani dan rohani;
    d. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat
    atas atau setara;
    e. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di
    bidang JF yang akan diduduki paling singkat 2 (dua)
    tahun;
    f. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    2 (dua) tahun terakhir; dan
    g. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan dalam JF keterampilan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS
    yang pada saat penetapan JF oleh Menteri memiliki
    pengalaman dan masih menjalankan tugas di bidang JF
    yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.
    (3) Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk jangka
    waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
    penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan
    Jabatan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -42-
    Pasal 81
    (1) Pengangkatan dalam JF keahlian dan JF keterampilan
    melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
    huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis,
    Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial
    Kultural sesuai standar kompetensi yang telah
    disusun oleh instansi pembina;
    b. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam
    2 (dua) tahun terakhir; dan
    c. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
    (2) Pengangkatan JF keahlian dan JF keterampilan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
    mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan
    untuk JF yang akan diduduki.
    Paragraf 5
    Tata Cara Pengangkatan Pertama
    dalam Jabatan Fungsional
    Pasal 82
    (1) PyB mengusulkan pengangkatan pertama PNS dalam JF
    kepada PPK untuk:
    a. JF ahli pertama;
    b. JF ahli muda;
    c. JF pemula; dan
    d. JF terampil.
    (2) Pengangkatan pertama dalam JF sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.
    Paragraf 6
    Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan
    Fungsional melalui Perpindahan Jabatan
    Pasal 83
    (1) Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan Jabatan
    diusulkan oleh:
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -43-
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan
    menduduki JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF
    selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a.
    (2) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.
    (3) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.
    Paragraf 7
    Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
    melalui Penyesuaian
    Pasal 84
    (1) Pengangkatan PNS yang akan menduduki JF melalui
    penyesuaian diusulkan oleh PyB kepada PPK.
    (2) Pengangkatan PNS dalam JF sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.
    Paragraf 8
    Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
    melalui Promosi
    Pasal 85
    (1) Pengangkatan dalam JF melalui promosi diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan
    menduduki JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF
    selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a.
    (2) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.
    (3) Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -44-
    Paragraf 9
    Pendelegasian Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional
    Pasal 86
    (1) PPK dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang
    ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan
    pengangkatan dalam JF selain JF ahli madya.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
    kuasa pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Paragraf 10
    Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji
    Pasal 87
    Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat fungsional wajib
    dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau
    kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
    Pasal 88
    Sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    87 berbunyi sebagai berikut:
    "Demi Allah, saya bersumpah:
    bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang
    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan
    menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
    selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan
    negara;
    bahwa saya dalam menjalankan tugas Jabatan, akan
    menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya,
    dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
    bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan
    kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
    Pasal 89
    (1) Dalam hal PNS berkeberatan untuk mengucapkan
    sumpah karena keyakinan tentang agama atau
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -45-
    kepercayaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, PNS yang
    bersangkutan mengucapkan janji Jabatan.
    (2) Dalam hal seorang PNS mengucapkan janji Jabatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kalimat
    “Demi Allah, saya bersumpah” sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat: “Demi Tuhan
    Yang Maha Esa, saya menyatakan dan berjanji dengan
    sungguh-sungguh”.
    (3) Bagi PNS yang beragama Kristen, pada akhir
    sumpah/janji Jabatan ditambahkan kalimat: “Kiranya
    Tuhan menolong saya”.
    (4) Bagi PNS yang beragama Hindu, maka frasa “Demi Allah”
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan
    “Om Atah Paramawisesa”.
    (5) Bagi PNS yang beragama Budha, maka frasa “Demi Allah”
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan
    “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
    (6) Bagi PNS yang beragama Khonghucu maka frasa “Demi
    Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti
    dengan “Kehadirat Tian di tempat yang Maha tinggi
    dengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi,
    Dipermuliakanlah”.
    (7) Bagi PNS yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
    Esa selain beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan
    Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat lain
    yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan
    Yang Maha Esa.
    Pasal 90
    (1) Sumpah/janji Jabatan diambil oleh PPK di
    lingkungannya masing-masing.
    (2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk
    mengambil sumpah/janji Jabatan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -46-
    Pasal 91
    (1) Pengambilan sumpah/janji Jabatan dilakukan dalam
    suatu upacara khidmat.
    (2) PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan didampingi
    oleh seorang rohaniwan.
    (3) Pengambilan sumpah/janji Jabatan disaksikan oleh dua
    orang PNS yang Jabatannya serendah rendahnya sama
    dengan Jabatan PNS yang mengangkat sumpah/janji
    Jabatan.
    (4) Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan,
    mengucapkan susunan kata-kata sumpah/janji Jabatan
    kalimat demi kalimat dan diikuti oleh PNS yang
    mengangkat sumpah/janji Jabatan.
    Pasal 92
    (1) Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan membuat
    berita acara tentang pengambilan sumpah/ janji Jabatan
    tersebut.
    (2) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditandatangani oleh pejabat yang mengambil
    sumpah/janji Jabatan, PNS yang mengangkat
    sumpah/janji Jabatan, dan saksi.
    (3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
    rangkap 3 (tiga), yaitu satu rangkap untuk PNS yang
    mengangkat sumpah/janji Jabatan, satu rangkap untuk
    Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dan satu
    rangkap untuk BKN.
    Pasal 93
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan
    pengambilan sumpah/janji JF diatur dengan Peraturan
    Kepala BKN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -47-
    Paragraf 11
    Pemberhentian dari Jabatan Fungsional
    Pasal 94
    (1) PNS diberhentikan dari JF apabila:
    a. mengundurkan diri dari Jabatan;
    b. diberhentikan sementara sebagai PNS;
    c. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
    d. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
    e. ditugaskan secara penuh di luar JF; atau
    f. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.
    (2) PNS yang diberhentikan dari JF karena alasan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c,
    huruf d, dan huruf e dapat diangkat kembali sesuai
    dengan jenjang JF terakhir apabila tersedia lowongan
    Jabatan.
    Paragraf 12
    Tata Cara Pemberhentian dari Jabatan Fungsional
    Pasal 95
    (1) Pemberhentian dari JF diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JF
    ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JF selain
    JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf
    a.
    (2) Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.
    (3) Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.
    Pasal 96
    PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) dapat
    memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di
    lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dari JF
    selain JF ahli madya.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -48-
    Pasal 97
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dari
    JF diatur dengan Peraturan Menteri.
    Paragraf 13
    Rangkap Jabatan
    Pasal 98
    Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian
    kinerja organisasi, pejabat fungsional dilarang rangkap
    Jabatan dengan JA atau JPT, kecuali untuk JA atau JPT yang
    kompetensi dan bidang tugas Jabatannya sama dan tidak
    dapat dipisahkan dengan kompetensi dan bidang tugas JF.
    Paragraf 14
    Instansi Pembina
    Pasal 99
    (1) Instansi pembina JF merupakan kementerian, lembaga
    pemerintah nonkementerian, atau kesekretariatan
    lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan
    fungsinya ditetapkan menjadi instansi pembina suatu JF.
    (2) Instansi pembina berperan sebagai pengelola JF yang
    menjadi tanggung jawabnya untuk menjamin
    terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas
    Jabatan.
    (3) Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), instansi pembina memiliki tugas sebagai berikut:
    a. menyusun pedoman formasi JF;
    b. menyusun standar kompetensi JF;
    c. menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
    teknis JF;
    d. menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman
    penilaian kualitas hasil kerja pejabat fungsional;
    e. menyusun pedoman penulisan karya tulis/karya
    ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas JF;
    f. menyusun kurikulum pelatihan JF;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -49-
    g. menyelenggarakan pelatihan JF;
    h. membina penyelenggaraan pelatihan fungsional
    pada lembaga pelatihan;
    i. menyelenggarakan uji kompetensi JF;
    j. menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di
    bidang tugas JF;
    k. melakukan sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan
    petunjuk teknis JF;
    l. mengembangkan sistem informasi JF;
    m. memfasilitasi pelaksanaan tugas pokok JF;
    n. memfasilitasi pembentukan organisasi profesi JF;
    o. memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik
    profesi dan kode perilaku JF;
    p. melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan
    mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan
    oleh LAN;
    q. melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan JF
    di seluruh Instansi Pemerintah yang menggunakan
    Jabatan tersebut; dan
    r. melakukan koordinasi dengan instansi pengguna
    dalam rangka pembinaan karier pejabat fungsional.
    (4) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf i dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah
    pengguna JF setelah mendapat akreditasi dari instansi
    pembina.
    (5) Instansi pembina dalam melaksanakan tugas pengelolaan
    wajib menyampaikan secara berkala setiap tahun hasil
    pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf
    k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf q, dan huruf
    r, pengelolaan JF yang dibinanya sesuai dengan
    perkembangan pelaksanaan JF kepada Menteri dengan
    tembusan Kepala BKN.
    (6) Instansi pembina menyampaikan secara berkala setiap
    tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p
    kepada Menteri dengan tembusan Kepala LAN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -50-
    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan uji
    kompetensi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf i diatur dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 100
    Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas instansi pembina
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) dilakukan
    oleh Menteri.
    Paragraf 15
    Organisasi Profesi
    Pasal 101
    (1) Setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki 1 (satu)
    organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5
    (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.
    (2) Setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota
    organisasi profesi JF.
    (3) Pembentukan organisasi profesi JF sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) difasilitasi instansi pembina.
    (4) Organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) wajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi.
    (5) Organisasi profesi JF mempunyai tugas:
    a. menyusun kode etik dan kode perilaku profesi;
    b. memberikan advokasi; dan
    c. memeriksa dan memberikan rekomendasi atas
    pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.
    (6) Kode etik dan kode perilaku profesi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) huruf a ditetapkan
    oleh organisasi profesi JF setelah mendapat persetujuan
    dari pimpinan instansi pembina.
    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
    pembentukan organisasi profesi JF dan hubungan kerja
    instansi pembina dengan organisasi profesi JF diatur
    dengan Peraturan Menteri.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -51-
    Bagian Keempat
    Jabatan Pimpinan Tinggi
    Paragraf 1
    Jenjang, Fungsi, dan Akuntabilitas
    Jabatan Pimpinan Tinggi
    Pasal 102
    Jenjang JPT terdiri atas:
    a. JPT utama;
    b. JPT madya; dan
    c. JPT pratama.
    Pasal 103
    JPT berfungsi memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN
    pada Instansi Pemerintah.
    Pasal 104
    (1) Setiap pejabat pimpinan tinggi harus menjamin
    akuntabilitas Jabatan.
    (2) Akuntabilitas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) meliputi:
    a. JPT utama:
    1. tersusunnya kebijakan yang mendukung
    pelaksanaan pembangunan;
    2. peningkatan kapabilitas organisasi;
    3. terwujudnya sinergi antar instansi dalam
    mencapai tujuan pembangunan; dan
    4. terselesaikannya masalah yang memiliki
    kompleksitas dan risiko tinggi yang berdampak
    politis.
    b. JPT madya:
    1. terwujudnya perumusan kebijakan yang
    memberikan solusi;
    2. terlaksananya pendayagunaan sumber daya
    untuk menjamin produktivitas unit kerja;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -52-
    3. terlaksananya penerapan kebijakan dengan
    risiko yang minimal;
    4. tersusunnya program yang dapat menjamin
    pencapaian tujuan organisasi;
    5. terlaksananya penerapan program organisasi
    yang berkesinambungan; dan
    6. terwujudnya sinergi antar pimpinan di dalam
    dan antar organisasi untuk mencapai tujuan
    pembangunan yang efektif dan efisien.
    c. JPT pratama:
    1. tersusunnya rumusan alternatif kebijakan yang
    memberikan solusi;
    2. tercapainya hasil kerja unit selaras dengan
    tujuan organisasi;
    3. terwujudnya pengembangan strategi yang
    terintegrasi untuk mendukung pencapaian
    tujuan organisasi; dan
    4. terwujudnya kapabilitas pada unit kerja untuk
    mencapai outcome organisasi.
    Paragraf 2
    Persyaratan Jabatan Pimpinan Tinggi
    Pasal 105
    (1) JPT utama, JPT madya, dan JPT pratama diisi dari
    kalangan PNS.
    (2) Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai
    kesempatan yang sama untuk mengisi JPT yang lowong.
    Pasal 106
    (1) JPT utama dan JPT madya tertentu dapat diisi dari
    kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang
    pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif
    serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
    (2) JPT utama dan JPT madya tertentu sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk JPT utama
    dan JPT madya di bidang rahasia negara, pertahanan,
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -53-
    keamanan, pengelolaan aparatur negara, kesekretariatan
    negara, pengelolaan sumber daya alam, dan bidang lain
    yang ditetapkan Presiden.
    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai JPT utama dan JPT
    madya tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    diatur dengan Peraturan Presiden.
    Pasal 107
    Persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari kalangan
    PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 sebagai berikut:
    a. JPT utama:
    1. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    sarjana atau diploma IV;
    2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    3. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat selama 10 (sepuluh)
    tahun;
    4. sedang atau pernah menduduki JPT madya atau JF
    jenjang ahli utama paling singkat 2 (dua) tahun;
    5. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    6. usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
    dan
    7. sehat jasmani dan rohani.
    b. JPT madya:
    1. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    sarjana atau diploma IV;
    2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    3. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat selama 7 (tujuh)
    tahun;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -54-
    4. sedang atau pernah menduduki JPT pratama atau
    JF jenjang ahli utama paling singkat 2 (dua) tahun;
    5. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    6. usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
    dan
    7. sehat jasmani dan rohani.
    c. JPT pratama:
    1. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    sarjana atau diploma IV;
    2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    3. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling kurang selama 5 (lima)
    tahun;
    4. sedang atau pernah menduduki Jabatan
    administrator atau JF jenjang ahli madya paling
    singkat 2 (dua) tahun;
    5. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    6. usia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun; dan
    7. sehat jasmani dan rohani.
    Pasal 108
    Persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari kalangan
    non-PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
    sebagai berikut:
    a. JPT utama:
    1. warga negara Indonesia;
    2. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    pascasarjana;
    3. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -55-
    4. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat 15 (lima belas)
    tahun;
    5. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik
    paling singkat 5 (lima) tahun sebelum pendaftaran;
    6. tidak pernah dipidana dengan pidana penjara;
    7. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    8. usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
    9. sehat jasmani dan rohani; dan
    10. tidak pernah diberhentikan tidak dengan hormat
    dari PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia,
    anggota Kepolisian Republik Indonesia atau pegawai
    swasta.
    b. JPT madya:
    1. warga negara Indonesia;
    2. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    pascasarjana;
    3. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang dibutuhkan;
    4. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat 10 (sepuluh) tahun;
    5. tidak menjadi anggota/pengurus partai politik paling
    singkat 5 (lima) tahun sebelum pendaftaran;
    6. tidak pernah dipidana dengan pidana penjara;
    7. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas dan
    moralitas yang baik;
    8. usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
    9. sehat jasmani dan rohani; dan
    10. tidak pernah diberhentikan tidak dengan hormat
    dari PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia,
    anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
    pegawai swasta.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -56-
    Pasal 109
    (1) Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    107 dan Pasal 108 diukur dari tingkat dan spesialisasi
    pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman
    bekerja secara teknis
    (2) Kompetensi Manajerial sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 107 dan Pasal 108 diukur dari tingkat pendidikan,
    pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
    kepemimpinan.
    (3) Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 107 dan Pasal 108 diukur dari pengalaman
    kerja berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal
    agama, suku, dan budaya sehingga memiliki wawasan
    kebangsaan.
    (4) Standar Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan
    Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri
    berdasarkan usulan Instansi Pemerintah.
    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan
    Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan
    Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
    Menteri.
    Paragraf 3
    Tata Cara Pengisian dan Pengangkatan
    Jabatan Pimpinan Tinggi
    Pasal 110
    (1) Pengisian JPT utama dan JPT madya di kementerian,
    lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan
    lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi
    Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di
    kalangan PNS sesuai dengan persyaratan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 107 huruf a dan huruf b.
    (2) Pengisian JPT utama dan JPT madya sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat nasional.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -57-
    (3) Pengisian JPT pratama dilakukan secara terbuka dan
    kompetitif di kalangan PNS sesuai dengan persyaratan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 huruf c.
    (4) Pengisian JPT pratama sebagaimana dimaksud pada ayat
    (3) dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada tingkat
    nasional atau antar kabupaten/kota dalam 1 (satu)
    provinsi.
    Pasal 111
    (1) Pengisian JPT utama dan JPT madya tertentu yang
    berasal dari kalangan non-PNS sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 106 sesuai dengan persyaratan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 108 huruf a dan huruf b.
    (2) Pengisian JPT utama dan JPT madya tertentu yang
    berasal dari kalangan non-PNS sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat
    persetujuan Presiden serta ditetapkan dalam Keputusan
    Presiden.
    Pasal 112
    (1) Pengisian JPT utama yang memperoleh hak-hak
    keuangan dan fasilitas lainnya setara menteri dilakukan
    melalui seleksi terbuka dan kompetitif sesuai sistem
    merit dan diangkat oleh Presiden.
    (2) Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi
    pembinaan ASN dapat mengangkat JPT utama
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui penugasan
    atau penunjukan langsung.
    Pasal 113
    Pengisian JPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan
    Pasal 111 dilakukan melalui tahapan:
    a. perencanaan;
    b. pengumuman lowongan;
    c. pelamaran;
    d. seleksi;
    e. pengumuman hasil seleksi; dan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -58-
    f. penetapan dan pengangkatan.
    Pasal 114
    (1) Perencanaan pengisian JPT sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 113 huruf a meliputi:
    a. penentuan JPT yang akan diisi;
    b. pembentukan panitia seleksi;
    c. penyusunan dan penetapan jadwal tahapan
    pengisian JPT;
    d. penentuan metode seleksi dan penyusunan materi
    seleksi; dan
    e. penentuan sistem yang digunakan pada setiap
    tahapan pengisian JPT.
    (2) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf b untuk JPT Utama dibentuk oleh Presiden.
    (3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf b untuk JPT Madya dan JPT Pratama dibentuk
    oleh PPK, kecuali JPT Madya tertentu dibentuk oleh
    Presiden.
    (4) Dalam membentuk panitia seleksi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3), PPK berkoordinasi dengan
    Komisi Aparatur Sipil Negara.
    (5) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    terdiri atas unsur:
    a. pejabat pimpinan tinggi terkait dari lingkungan
    Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
    b. pejabat pimpinan tinggi dari Instansi Pemerintah
    lain yang terkait dengan bidang tugas Jabatan yang
    lowong; dan
    c. akademisi, pakar, atau profesional.
    (6) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat
    (3), dan ayat (4) harus memenuhi persyaratan:
    a. memiliki pengetahuan dan/atau pengalaman sesuai
    dengan jenis, bidang tugas, dan kompetensi Jabatan
    yang lowong;
    b. memiliki pengetahuan umum mengenai penilaian
    kompetensi;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -59-
    c. tidak menjadi anggota/pengurus partai politik; dan
    d. tidak berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
    (7) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    berjumlah gasal yaitu paling sedikit 5 (lima) orang dan
    paling banyak 9 (sembilan) orang.
    Pasal 115
    Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
    memiliki tugas:
    a. menyusun dan menetapkan jadwal dan tahapan
    pengisian;
    b. menentukan metode seleksi dan menyusun materi
    seleksi;
    c. menentukan sistem yang digunakan pada setiap tahapan
    pengisian;
    d. menentukan kriteria penilaian seleksi administrasi dan
    seleksi kompetensi;
    e. mengumumkan lowongan JPT dan persyaratan
    pelamaran;
    f. melakukan seleksi administrasi dan kompetensi; dan
    g. menyusun dan menyampaikan laporan hasil seleksi
    kepada PPK.
    Pasal 116
    (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 115, panitia seleksi dibantu oleh sekretariat.
    (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan oleh unit organisasi yang membidangi
    urusan kepegawaian.
    (3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    memiliki tugas memberikan dukungan administratif
    kepada panitia seleksi.
    Pasal 117
    (1) Pengumuman lowongan pengisian JPT sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 113 huruf b wajib dilakukan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -60-
    secara terbuka melalui media cetak nasional dan/atau
    media elektronik.
    (2) Pengumuman lowongan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilaksanakan paling singkat 15 (lima belas) hari
    kalender sebelum batas akhir tanggal penerimaan
    lamaran.
    (3) Pengumuman lowongan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai
    berikut:
    a. terbuka pada tingkat nasional kepada seluruh
    Instansi Pemerintah untuk JPT pada Instansi Pusat
    dan JPT madya pada Instansi Daerah provinsi;
    b. terbuka pada tingkat nasional atau terbuka
    antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi untuk
    JPT pratama pada Instansi Daerah provinsi; atau
    c. terbuka pada tingkat nasional atau terbuka antar
    kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi untuk JPT
    pratama pada Instansi Daerah kabupaten/kota.
    (4) Pengumuman lowongan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) paling sedikit harus memuat:
    a. nama JPT yang lowong;
    b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    107 dan/atau Pasal 108;
    c. kualifikasi dan standar kompetensi Jabatan yang
    lowong;
    d. batas waktu penyampaian berkas pelamaran;
    e. tahapan, jadwal, dan sistem seleksi; dan
    f. alamat dan nomor telepon sekretariat panitia seleksi
    yang dapat dihubungi.
    (5) Pengumuman lowongan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (4) ditandatangani oleh ketua panitia seleksi atau
    ketua sekretariat panitia seleksi atas nama ketua panitia
    seleksi.
    Pasal 118
    (1) Pelamaran pengisian JPT sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 113 huruf c disampaikan kepada panitia seleksi.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -61-
    (2) Pelamaran yang dilakukan oleh PNS harus
    direkomendasikan oleh PPK instansinya.
    Pasal 119
    (1) Selain melalui pelamaran sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 118, panitia seleksi dapat mengundang PNS yang
    memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    107 untuk diikutsertakan di dalam seleksi.
    (2) Dalam hal panitia seleksi mengundang PNS yang
    memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    untuk ikut dalam seleksi, PNS yang bersangkutan harus
    tetap mendapat rekomendasi dari PPK instansinya.
    Pasal 120
    (1) Seleksi pengisian JPT sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 113 huruf d dilakukan sesuai dengan perencanaan
    pengisian JPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
    ayat (1).
    (2) Penyusunan tahapan seleksi dan penetapan jadwal
    seleksi dalam perencanaan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan sesuai kebutuhan organisasi.
    (3) Penentuan metode seleksi dan penyusunan materi seleksi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) huruf d
    dilakukan mengacu kepada standar kompetensi Jabatan.
    (4) Panitia seleksi wajib melakukan seleksi secara objektif
    dan transparan.
    (5) Tahapan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    paling sedikit terdiri atas:
    a. seleksi administrasi dan penelusuran rekam jejak
    Jabatan, integritas, dan moralitas;
    b. seleksi kompetensi;
    c. wawancara akhir; dan
    d. tes kesehatan dan tes kejiwaan.
    (6) Seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
    huruf b dilakukan oleh panitia seleksi.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -62-
    (7) Panitia seleksi dapat dibantu oleh tim seleksi kompetensi
    yang independen dan memiliki keahlian untuk
    melakukan seleksi kompetensi.
    (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi pengisian JPT
    sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur
    dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 121
    (1) Pengumuman hasil seleksi pengisian JPT sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 113 huruf e wajib dilakukan
    untuk setiap tahapan seleksi.
    (2) Panitia seleksi wajib mengumumkan secara terbuka pada
    setiap tahapan seleksi:
    a. nilai yang diperoleh peserta seleksi berdasarkan
    peringkat; dan
    b. peserta seleksi yang berhak mengikuti tahapan
    seleksi selanjutnya.
    (3) Pada tahapan akhir, panitia seleksi memilih 3 (tiga) orang
    peserta seleksi dengan nilai terbaik untuk setiap Jabatan
    yang lowong, sebagai calon pejabat pimpinan tinggi
    utama, pejabat pimpinan tinggi madya, atau pejabat
    pimpinan tinggi pratama untuk disampaikan kepada
    PPK.
    Pasal 122
    Penetapan dan pengangkatan JPT sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 113 huruf f dilakukan oleh Presiden atau PPK
    sesuai dengan kewenangan berdasarkan hasil seleksi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3).
    Pasal 123
    (1) Panitia seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon pejabat
    pimpinan tinggi pratama yang terpilih sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) di lingkungan
    Instansi Pusat kepada PPK melalui PyB.
    (2) PPK memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) orang nama calon
    pejabat pimpinan tinggi pratama hasil seleksi
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -63-
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) dengan
    memperhatikan pertimbangan PyB untuk ditetapkan.
    Pasal 124
    (1) Panitia seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon pejabat
    pimpinan tinggi madya yang terpilih sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) di lingkungan
    kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian
    kepada PPK, untuk disampaikan kepada Presiden.
    (2) Panitia seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon pejabat
    pimpinan tinggi utama yang terpilih sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) di lingkungan
    lembaga pemerintah nonkementerian kepada menteri
    yang mengoordinasikan, untuk disampaikan kepada
    Presiden.
    (3) Panitia Seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon
    pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) di lingkungan
    lembaga nonstruktural kepada Menteri, untuk
    disampaikan kepada Presiden.
    (4) Presiden memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) orang nama calon
    pejabat pimpinan tinggi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) untuk ditetapkan sebagai
    pejabat pimpinan tinggi dengan memperhatikan
    pertimbangan PPK, menteri yang mengoordinasikan, atau
    Menteri.
    Pasal 125
    Panitia seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon pejabat
    pimpinan tinggi madya yang terpilih sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 121 ayat (3) di lingkungan kesekretariatan
    lembaga negara kepada pimpinan lembaga negara untuk
    disampaikan kepada Presiden.
    Pasal 126
    (1) Panitia seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon pejabat
    pimpinan tinggi madya yang terpilih sebagaimana
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -64-
    dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) di lingkungan
    Instansi Daerah provinsi kepada PPK.
    (2) PPK mengusulkan 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan
    tinggi madya di lingkungan Instansi Daerah provinsi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden
    melalui menteri yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan dalam negeri.
    (3) Presiden memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon pejabat
    pimpinan tinggi madya sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi
    madya dengan memperhatikan pertimbangan PPK.
    Pasal 127
    (1) Panitia Seleksi menyampaikan 3 (tiga) orang calon
    pejabat pimpinan tinggi pratama yang terpilih
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) di
    lingkungan Instansi Daerah provinsi dan Instansi Daerah
    kabupaten/kota kepada PPK melalui PyB.
    (2) PPK memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon pejabat
    pimpinan tinggi pratama pada Instansi Daerah provinsi
    dan Instansi Daerah kabupaten/kota sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) untuk ditetapkan sebagai Pejabat
    Pimpinan Tinggi Pratama dengan memperhatikan
    pertimbangan PyB.
    (3) Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang
    memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum
    ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan
    gubernur.
    (4) Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang
    memimpin sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah,
    sebelum ditetapkan oleh PPK dikonsultasikan dengan
    pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah.
    Pasal 128
    (1) Dalam memilih calon pejabat pimpinan tinggi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (4) dan
    Pasal 126 ayat (3), Presiden dapat dibantu oleh tim.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -65-
    (2) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditetapkan oleh Presiden dengan Keputusan Presiden.
    Pasal 129
    PPK dilarang mengisi Jabatan yang lowong dari calon pejabat
    pimpinan tinggi yang lulus seleksi pada JPT yang lain.
    Paragraf 4
    Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
    karena Penataan Organisasi
    Pasal 130
    (1) Dalam hal terjadi penataan organisasi Instansi
    Pemerintah yang mengakibatkan adanya pengurangan
    JPT, penataan Pejabat Pimpinan Tinggi dapat dilakukan
    melalui uji kompetensi dari pejabat yang ada oleh panitia
    seleksi.
    (2) Dalam hal pelaksanaan penataan Pejabat Pimpinan
    Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
    memperoleh calon pejabat pimpinan tinggi yang memiliki
    kompetensi sesuai, pengisian JPT dilakukan melalui
    Seleksi Terbuka.
    Pasal 131
    (1) Pengisian JPT yang lowong melalui mutasi dari satu JPT
    ke JPT yang lain dapat dilakukan melalui uji kompetensi
    dari pejabat yang ada.
    (2) Pengisian JPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    harus memenuhi syarat:
    a. satu klasifikasi Jabatan;
    b. memenuhi standar kompetensi Jabatan; dan
    c. telah menduduki Jabatan paling singkat 2 (dua)
    tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
    (3) Kompetensi teknis dalam standar kompetensi jabatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuktikan
    dengan:
    a. sertifikasi teknis dari organisasi profesi; atau
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -66-
    b. lulus pendidikan dan pelatihan teknis yang
    diselenggarakan oleh instansi teknis.
    (4) Pengisian JPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil
    Negara.
    (5) Dalam hal pelaksanaan pengisian JPT sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) tidak memperoleh calon pejabat
    pimpinan tinggi yang memiliki kompetensi sesuai,
    pengisian JPT dilakukan melalui Seleksi Terbuka.
    (6) Untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan
    secara nasional, Presiden berwenang melakukan
    pengisian JPT melalui mutasi pada tingkat nasional.
    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mutasi
    pada tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
    (6) diatur dengan Peraturan Presiden.
    Pasal 132
    (1) Pengisian JPT melalui mutasi dari satu JPT ke JPT yang
    lain dapat dilakukan melalui uji kompetensi di antara
    pejabat pimpinan tinggi dalam satu instansi.
    (2) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
    memenuhi syarat:
    a. sesuai standar kompetensi Jabatan; dan
    b. telah menduduki Jabatan paling singkat 2 (dua)
    tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
    (3) Pengisian JPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil
    Negara.
    Pasal 133
    (1) JPT hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun.
    (2) JPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja,
    kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan
    instansi setelah mendapat persetujuan PPK dan
    berkoordinasi dengan Komisi Aparatur Sipil Negara.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -67-
    Pasal 134
    (1) Ketentuan mengenai pengisian JPT secara terbuka dan
    kompetitif dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah
    yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan
    Pegawai ASN dengan persetujuan Komisi Aparatur Sipil
    Negara.
    (2) Sistem Merit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    meliputi kriteria:
    a. seluruh Jabatan sudah memiliki standar kompetensi
    Jabatan;
    b. perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan
    beban kerja;
    c. pelaksanaan seleksi dan promosi dilakukan secara
    terbuka;
    d. memiliki manajemen karir yang terdiri dari
    perencanaan, pengembangan, pola karir, dan
    kelompok rencana suksesi yang diperoleh dari
    manajemen talenta;
    e. memberikan penghargaan dan mengenakan sanksi
    berdasarkan pada penilaian kinerja yang objektif
    dan transparan;
    f. menerapkan kode etik dan kode perilaku Pegawai
    ASN;
    g. merencanakan dan memberikan kesempatan
    pengembangan kompetensi sesuai hasil penilaian
    kinerja;
    h. memberikan perlindungan kepada Pegawai ASN dari
    tindakan penyalahgunaan wewenang; dan
    i. memiliki sistem informasi berbasis kompetensi yang
    terintegrasi dan dapat diakses oleh seluruh Pegawai
    ASN.
    (3) Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit
    dalam pembinaan Pegawai ASN sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) wajib melaporkan secara berkala kepada
    Komisi Aparatur Sipil Negara untuk mendapatkan
    persetujuan baru.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -68-
    Paragraf 5
    Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji
    Jabatan Pimpinan Tinggi
    Pasal 135
    Setiap PNS atau non-PNS yang diangkat menjadi pejabat
    pimpinan tinggi wajib dilantik dan mengangkat sumpah/janji
    Jabatan menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan
    Yang Maha Esa.
    Pasal 136
    Sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    135 berbunyi sebagai berikut:
    "Demi Allah, saya bersumpah:
    bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang
    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan
    menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan
    selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan
    negara;
    bahwa saya, dalam menjalankan tugas Jabatan, akan
    menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya,
    dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
    bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan
    kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
    Pasal 137
    (1) Dalam hal PNS atau non-PNS berkeberatan untuk
    mengucapkan sumpah karena keyakinan tentang agama
    atau kepercayaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, PNS
    yang bersangkutan mengucapkan janji Jabatan.
    (2) Dalam hal seorang PNS atau non-PNS mengucapkan janji
    Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka
    kalimat “Demi Allah, saya bersumpah” sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 136 diganti dengan kalimat: “Demi
    Tuhan Yang Maha Esa, saya menyatakan dan berjanji
    dengan sungguh-sungguh”.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -69-
    (3) Bagi PNS atau non-PNS yang beragama Kristen, pada
    akhir sumpah/janji Jabatan ditambahkan kalimat:
    “Kiranya Tuhan menolong saya”.
    (4) Bagi PNS atau non-PNS yang beragama Hindu, maka
    frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    136 diganti dengan “Om Atah Paramawisesa”.
    (5) Bagi PNS atau non-PNS yang beragama Budha, maka
    frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    136 diganti dengan “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
    (6) Bagi PNS atau non-PNS yang beragama Khonghucu maka
    frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    136 diganti dengan “Kehadirat Tian di tempat yang Maha
    tinggi dengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi,
    Dipermuliakanlah”.
    (7) Bagi PNS atau non-PNS yang berkepercayaan kepada
    Tuhan Yang Maha Esa selain beragama Islam, Kristen,
    Hindu, Budha, dan Khonghucu maka frasa “Demi Allah”
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 diganti dengan
    kalimat lain yang sesuai dengan kepercayaannya
    terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    Pasal 138
    (1) Pelantikan dan sumpah/janji Jabatan pejabat pimpinan
    tinggi diambil oleh Presiden.
    (2) Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    menunjuk:
    a. PPK untuk pejabat pimpinan tinggi pratama di
    lingkungan Instansi Pusat dan Instansi Daerah;
    b. PPK untuk pejabat pimpinan tinggi madya di
    lingkungan kementerian, lembaga pemerintah
    nonkementerian, dan Instansi Daerah provinsi;
    c. menteri yang mengoordinasikan untuk pejabat
    pimpinan tinggi utama di lingkungan lembaga
    pemerintah nonkementerian;
    d. pejabat lain untuk pejabat pimpinan tinggi madya di
    lingkungan kesekretariatan lembaga negara; atau
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -70-
    e. Menteri atau pejabat lain untuk pejabat pimpinan
    tinggi madya di lingkungan lembaga nonstruktural,
    untuk mengambil sumpah/janji Jabatan.
    (3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat
    menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk
    mengambil sumpah/janji Jabatan.
    Pasal 139
    (1) Pengambilan sumpah/janji Jabatan dilakukan dalam
    suatu upacara khidmat.
    (2) PNS dan/atau non-PNS yang mengangkat sumpah/janji
    Jabatan didampingi oleh seorang rohaniwan dan 2 (dua)
    orang saksi.
    (3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
    PNS yang Jabatannya paling rendah sama dengan
    Jabatan PNS dan/atau non-PNS yang mengangkat
    sumpah/janji Jabatan.
    (4) Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan
    mengucapkan setiap kata dalam kalimat sumpah/janji
    Jabatan yang diikuti oleh pejabat yang mengangkat
    sumpah/janji Jabatan.
    Pasal 140
    Pengambilan sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 139 dituangkan dalam berita acara yang
    ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji
    Jabatan, pejabat yang mengangkat sumpah/janji Jabatan,
    dan saksi.
    Pasal 141
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan
    pengambilan sumpah/janji Jabatan pejabat pimpinan tinggi
    diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -71-
    Paragraf 6
    Target Kinerja dan Uji Kompetensi
    Pejabat Pimpinan Tinggi
    Pasal 142
    (1) Pejabat pimpinan tinggi harus memenuhi target kinerja
    tertentu sesuai perjanjian kinerja yang sudah disepakati
    dengan pejabat atasannya sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (2) Pejabat pimpinan tinggi yang tidak memenuhi kinerja
    yang diperjanjikan dalam waktu 1 (satu) tahun pada
    suatu Jabatan, diberikan kesempatan selama 6 (enam)
    bulan untuk memperbaiki kinerjanya.
    (3) Dalam hal pejabat pimpinan tinggi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) tidak menunjukan perbaikan
    kinerja maka pejabat yang bersangkutan harus
    mengikuti seleksi ulang uji kompetensi kembali.
    (4) Berdasarkan hasil uji kompetensi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3), pejabat pimpinan tinggi dimaksud dapat
    dipindahkan pada Jabatan lain sesuai dengan
    kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada Jabatan
    yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    Pasal 143
    Dalam hal pejabat pimpinan tinggi yang berasal dari non-PNS
    tidak memenuhi target kinerja sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 142 ayat (2), yang bersangkutan diberhentikan dari JPT.
    Paragraf 7
    Pemberhentian dari Jabatan Pimpinan Tinggi
    Pasal 144
    PNS diberhentikan dari JPT apabila:
    a. mengundurkan diri dari Jabatan;
    b. diberhentikan sebagai PNS;
    c. diberhentikan sementara sebagai PNS;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -72-
    d. menjalani cuti di luar tanggungan negara;
    e. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;
    f. ditugaskan secara penuh di luar JPT;
    g. terjadi penataan organisasi; atau
    h. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.
    Paragraf 8
    Tata Cara Pemberhentian dari
    Jabatan Pimpinan Tinggi
    Pasal 145
    (1) Pemberhentian dari JPT diusulkan oleh:
    a. menteri yang mengoordinasikan kepada Presiden
    bagi PNS yang menduduki JPT utama;
    b. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    madya;
    c. pejabat lain kepada Presiden bagi pejabat pimpinan
    tinggi madya di lingkungan kesekretariatan lembaga
    negara;
    d. Menteri kepada Presiden bagi pejabat pimpinan
    tinggi madya di lingkungan lembaga nonstruktural;
    dan
    e. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama.
    (2) Pemberhentian dari JPT utama dan JPT madya
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b,
    huruf c, dan huruf d ditetapkan oleh Presiden.
    (3) Pemberhentian dari JPT pratama sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) huruf e ditetapkan oleh PPK.
    Pasal 146
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dari
    JPT diatur dengan Peraturan Menteri.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -73-
    Bagian Kelima
    Jabatan ASN Tertentu yang dapat Diisi oleh Prajurit Tentara
    Nasional Indonesia dan Anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia
    Pasal 147
    Jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat tertentu
    dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan
    anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
    kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Pasal 148
    (1) Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara
    Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
    Republik Indonesia.
    (2) Jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) berada di instansi pusat dan sesuai dengan UndangUndang tentang Tentara Nasional Indonesia dan UndangUndang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Pasal 149
    Nama Jabatan, kompetensi Jabatan, dan persyaratan Jabatan
    ASN pada Instansi Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    147, dan Pasal 148 ditetapkan oleh PPK dengan persetujuan
    Menteri.
    Pasal 150
    Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
    Negara Republik Indonesia yang menduduki jabatan ASN
    pada Instansi Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148
    tidak dapat beralih status menjadi PNS.
    Pasal 151
    (1) Pangkat prajurit Tentara Nasional Indonesia untuk
    menduduki jabatan ASN pada Instansi Pusat
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ditetapkan oleh
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -74-
    Panglima Tentara Nasional Indonesia dengan persetujuan
    Menteri.
    (2) Pangkat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
    untuk menduduki jabatan ASN pada Instansi Pusat
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ditetapkan oleh
    Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
    persetujuan Menteri.
    Pasal 152
    Pengisian Jabatan ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    148 harus memenuhi persyaratan kualifikasi, kepangkatan,
    pendidikan dan pelatihan, rekam jejak Jabatan, kesehatan,
    integritas, dan persyaratan Jabatan lain berdasarkan
    kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Pasal 153
    PPK Instansi Pusat yang membutuhkan prajurit Tentara
    Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik
    Indonesia untuk menduduki Jabatan tertentu pada Instansi
    Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 mengajukan
    permohonan secara tertulis kepada Panglima Tentara Nasional
    Indonesia atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
    dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala BKN.
    Pasal 154
    (1) Apabila permohonan PPK sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 153 disetujui, Panglima Tentara Nasional Indonesia
    atau Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
    mengajukan 3 (tiga) orang calon disertai dengan
    dokumen paling sedikit:
    a. daftar riwayat hidup;
    b. salinan/fotokopi surat keputusan pangkat terakhir
    yang telah dilegalisir;
    c. salinan/fotokopi surat keputusan pengangkatan
    dalam Jabatan terakhir yang telah dilegalisir; dan
    d. surat keterangan kesehatan dari dokter pemerintah.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -75-
    (2) Dalam hal Jabatan yang akan diisi adalah JA atau JF
    selain JF ahli utama, PPK memilih dan menetapkan 1
    (satu) orang calon untuk menduduki Jabatan tertentu
    pada instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148.
    (3) Dalam hal Jabatan yang akan diisi adalah JPT, calon
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti
    Seleksi Terbuka sebagaimana diatur dalam tata cara
    pengisian dan pengangkatan JPT pada Instansi Pusat
    sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
    kecuali penugasan atau penunjukkan oleh Presiden bagi
    JPT utama atau JPT madya.
    Pasal 155
    (1) Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sedang
    menduduki Jabatan ASN pada Instansi Pusat tertentu
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 diberhentikan
    dari Jabatan ASN apabila:
    a. mencapai Batas Usia Pensiun prajurit Tentara
    Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara
    Republik Indonesia; atau
    b. ditarik kembali karena kepentingan organisasi atau
    alasan tertentu oleh Panglima Tentara Nasional
    Indonesia atau Kepala Kepolisian Negara Republik
    Indonesia.
    (2) Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
    dikembalikan ke Markas Besar Tentara Nasional
    Indonesia atau Markas Besar Kepolisian Negara Republik
    Indonesia.
    Pasal 156
    Batas Usia Pensiun bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia
    dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
    menduduki Jabatan ASN pada Instansi Pusat tertentu
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 sesuai dengan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -76-
    ketentuan peraturan perundang-undangan bagi prajurit
    Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
    Republik Indonesia.
    Pasal 157
    (1) Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat mengisi JPT
    pada Instansi Pemerintah selain Instansi Pusat tertentu
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 setelah
    mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan
    dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui
    proses secara terbuka dan kompetitif.
    (2) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (3) Proses seleksi dan persyaratan JPT sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan yang
    mengatur tentang pengisian JPT.
    Pasal 158
    Nama Jabatan, kompetensi Jabatan, dan persyaratan Jabatan
    ASN pada Instansi Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    149 harus sudah ditetapkan oleh PPK paling lama 2 (dua)
    tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
    Pasal 159
    Persyaratan untuk dapat diangkat dalam JPT dari prajurit
    Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
    Republik Indonesia setelah mengundurkan diri dari dinas
    aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 sebagai berikut:
    a. JPT utama:
    1. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    pascasarjana;
    2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -77-
    3. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat selama 10 (sepuluh)
    tahun;
    4. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    5. usia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun; dan
    6. sehat jasmani dan rohani.
    b. JPT madya:
    1. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    pascasarjana;
    2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    3. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat selama 7 (tujuh)
    tahun;
    4. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    5. usia paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun; dan
    6. sehat jasmani dan rohani.
    c. JPT pratama:
    1. memiliki kualifikasi pendidikan paling rendah
    sarjana atau diploma IV;
    2. memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial,
    dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar
    kompetensi Jabatan yang ditetapkan;
    3. memiliki pengalaman Jabatan dalam bidang tugas
    yang terkait dengan Jabatan yang akan diduduki
    secara kumulatif paling singkat selama 5 (lima)
    tahun;
    4. memiliki rekam jejak Jabatan, integritas, dan
    moralitas yang baik;
    5. usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun; dan
    6. sehat jasmani dan rohani.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -78-
    Pasal 160
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
    prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
    Negara Republik Indonesia yang akan mengisi JPT tertentu
    pada instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 dan
    Pasal 149 diatur oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia
    dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Bagian Keenam
    Jabatan Tertentu di Lingkungan Tentara Nasional
    Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia
    yang dapat Diduduki Pegawai Negeri Sipil
    Pasal 161
    (1) PNS dapat diangkat dalam jabatan tertentu pada
    lingkungan instansi Tentara Nasional Indonesia dan
    Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (2) PNS yang diangkat dalam jabatan tertentu sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), pangkat atau jabatan
    disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di lingkungan
    instansi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
    Negara Republik Indonesia.
    (3) Penyesuaian pangkat dan jabatan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
    Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kepala
    Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -79-
    BAB V
    PENGEMBANGAN KARIER, PENGEMBANGAN
    KOMPETENSI, DAN SISTEM INFORMASI
    MANAJEMEN KARIER
    Bagian Kesatu
    Umum
    Pasal 162
    Pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola
    karier, mutasi, dan promosi merupakan manajemen karier
    PNS yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip
    Sistem Merit.
    Pasal 163
    Penyelenggaraan manajemen karier PNS sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 162 bertujuan untuk:
    a. memberikan kejelasan dan kepastian karier kepada PNS;
    b. menyeimbangkan antara pengembangan karier PNS dan
    kebutuhan instansi;
    c. meningkatkan kompetensi dan kinerja PNS; dan
    d. mendorong peningkatan profesionalitas PNS.
    Pasal 164
    Sasaran penyelenggaraan manajemen karier PNS yaitu:
    a. tersedianya pola karier nasional dan panduan
    penyusunan pola karier Instansi Pemerintah; dan
    b. meningkatkan kinerja Instansi Pemerintah.
    Pasal 165
    (1) Manajemen karier PNS dilakukan sejak pengangkatan
    pertama sebagai PNS sampai dengan pemberhentian.
    (2) Manajemen karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diselenggarakan pada tingkat:
    a. instansi; dan
    b. nasional.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -80-
    (3) Penyelenggaraan manajemen karier PNS sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 162 disesuaikan dengan
    kebutuhan instansi.
    (4) Dalam menyelenggarakan manajemen karier PNS
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi
    Pemerintah harus menyusun:
    a. standar kompetensi Jabatan; dan
    b. profil PNS.
    (5) Standar kompetensi Jabatan dan profil PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (4) disusun pada tingkat instansi
    dan nasional.
    Pasal 166
    (1) Standar kompetensi Jabatan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 165 ayat (4) huruf a berisi paling sedikit
    informasi tentang:
    a. nama Jabatan;
    b. uraian Jabatan;
    c. kode Jabatan;
    d. pangkat yang sesuai;
    e. Kompetensi Teknis;
    f. Kompetensi Manajerial;
    g. Kompetensi Sosial Kultural; dan
    h. ukuran kinerja Jabatan.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan
    standar Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan
    Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 167
    Profil PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (4)
    huruf b merupakan kumpulan informasi kepegawaian dari
    setiap PNS yang terdiri atas:
    a. data personal;
    b. kualifikasi;
    c. rekam jejak Jabatan;
    d. kompetensi;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -81-
    e. riwayat pengembangan kompetensi;
    f. riwayat hasil penilaian kinerja; dan
    g. informasi kepegawaian lainnya.
    Pasal 168
    Data personal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf
    a berisi informasi mengenai data diri PNS, paling sedikit
    meliputi:
    a. nama;
    b. nomor induk pegawai;
    c. tempat tanggal lahir;
    d. status perkawinan;
    e. agama; dan
    f. alamat.
    Pasal 169
    Kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf b
    merupakan informasi mengenai kualifikasi pendidikan formal
    PNS dari jenjang paling tinggi sampai jenjang paling rendah.
    Pasal 170
    Rekam jejak Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167
    huruf c merupakan informasi mengenai riwayat Jabatan yang
    pernah diduduki PNS.
    Pasal 171
    (1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167
    huruf d merupakan informasi mengenai kemampuan PNS
    dalam melaksanakan tugas Jabatan.
    (2) Dalam rangka menyediakan informasi mengenai
    kompetensi PNS dalam profil PNS sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1), setiap PNS harus dinilai melalui uji
    kompetensi.
    (3) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dapat dilakukan oleh assessor internal pemerintah atau
    bekerjasama dengan assessor independen.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -82-
    (4) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    mencakup pengukuran Kompetensi Teknis, Kompetensi
    Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural.
    (5) Uji kompetensi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dilakukan secara berkala.
    Pasal 172
    (1) Riwayat pengembangan kompetensi sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 167 huruf e merupakan informasi
    mengenai riwayat pengembangan kompetensi yang
    pernah diikuti oleh PNS.
    (2) Riwayat pengembangan kompetensi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi riwayat
    pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, penataran,
    dan/atau magang.
    Pasal 173
    Riwayat hasil penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 167 huruf f merupakan informasi mengenai penilaian
    kinerja yang dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja
    pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan
    memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang
    dicapai serta perilaku PNS.
    Pasal 174
    Informasi kepegawaian lainnya sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 167 huruf g merupakan informasi yang memuat
    prestasi, penghargaan, dan/atau hukuman yang pernah
    diterima.
    Pasal 175
    (1) Profil PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167
    dikelola dan dimutakhirkan oleh PyB sesuai dengan
    perkembangan atau perubahan informasi kepegawaian
    PNS yang bersangkutan dalam sistem informasi
    kepegawaian masing-masing Instansi Pemerintah.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -83-
    (2) Profil PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diintegrasikan ke dalam Sistem Informasi ASN secara
    nasional yang dikelola oleh BKN.
    Bagian Kedua
    Pengembangan Karier
    Paragraf 1
    Umum
    Pasal 176
    (1) Pengembangan karier PNS sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 162 dilakukan berdasarkan kualifikasi,
    kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi
    Pemerintah.
    (2) Pengembangan karier sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dilakukan melalui manajemen pengembangan karier
    dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
    Pasal 177
    (1) Pengembangan karier sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 176 dilakukan oleh PPK melalui manajemen
    pengembangan karier dalam rangka penyesuaian
    kebutuhan organisasi, kompetensi, dan pola karier PNS.
    (2) Manajemen pengembangan karier sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan di tingkat:
    a. instansi; dan
    b. nasional.
    (3) Manajemen pengembangan karier PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan melalui:
    a. mutasi; dan/atau
    b. promosi.
    Pasal 178
    Selain mutasi dan/atau promosi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 177 ayat (3), pengembangan karier dapat
    dilakukan melalui penugasan khusus.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -84-
    Pasal 179
    (1) Dalam menyelenggarakan manajemen pengembangan
    karier PNS tingkat instansi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 177 ayat (2) huruf a, PPK wajib:
    a. menetapkan rencana pengembangan karier;
    b. melaksanakan pengembangan karier; dan
    c. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
    pengembangan karier.
    (2) Dalam menyelenggarakan manajemen pengembangan
    karier PNS tingkat nasional sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 177 ayat (2) huruf b, BKN wajib
    mengumumkan informasi lowongan Jabatan di seluruh
    Instansi Pemerintah melalui Sistem Informasi ASN.
    (3) Berdasarkan informasi lowongan Jabatan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), setiap PPK menominasikan PNS
    yang masuk dalam kelompok rencana suksesi di
    lingkungannya untuk mengisi lowongan dimaksud sesuai
    kebutuhan instansi.
    Paragraf 2
    Rencana Pengembangan Karier
    Pasal 180
    (1) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 179 ayat (1) huruf a disusun di tingkat:
    a. instansi; dan
    b. nasional.
    (2) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) meliputi rencana:
    a. PNS yang akan dikembangkan kariernya;
    b. penempatan PNS sesuai dengan pola karier;
    c. bentuk pengembangan karier;
    d. waktu pelaksanaan; dan
    e. prosedur dan mekanisme pengisian Jabatan.
    (3) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -85-
    (4) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) dirinci setiap tahun.
    Pasal 181
    (1) Rencana pengembangan karier di tingkat Instansi
    Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat
    (1) huruf a disusun oleh PyB.
    (2) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.
    (3) Dalam menyusun perencanaan pengembangan karier,
    PyB memetakan JPT, JA, dan JF yang akan diisi dan
    merencanakan penempatan PNS dalam Jabatan tersebut
    sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja,
    dan kebutuhan instansi.
    (4) Pengisian dan penempatan PNS dalam JA dan JF
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
    mutasi dan/atau promosi dari lingkungan internal
    Instansi Pemerintah.
    (5) Pengisian dan penempatan PNS dalam JPT sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui mutasi
    dan/atau promosi secara terbuka.
    (6) Dalam hal PNS dari lingkungan internal Instansi
    Pemerintah tidak dapat memenuhi persyaratan untuk
    mengisi JA dan JF yang dibutuhkan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3), mutasi dan/atau promosi diisi
    dari lingkungan eksternal Instansi Pemerintah.
    (7) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala BKN untuk
    dimasukkan ke dalam Sistem Informasi ASN.
    Pasal 182
    (1) Rencana pengembangan karier di tingkat nasional
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (1) huruf b
    disusun oleh Kepala BKN.
    (2) Rencana pengembangan karier sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -86-
    (3) Dalam menyusun perencanaan pengembangan karier
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BKN memetakan
    JA, JF, dan JPT yang akan diisi.
    (4) Pengisian dan penempatan PNS dalam JPT sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui seleksi
    terbuka.
    (5) Pengisian dan penempatan PNS dalam JA dan JF
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
    mutasi dan/atau promosi.
    (6) Rencana pengembangan karier nasional sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dimasukkan dalam Sistem
    Informasi ASN untuk dipublikasikan.
    (7) Publikasi rencana pengembangan karier sebagaimana
    dimaksud pada ayat (5) meliputi informasi:
    a. Jabatan yang lowong; dan
    b. Jabatan yang akan lowong.
    Paragraf 3
    Pelaksanaan Pengembangan Karier
    Pasal 183
    (1) Pelaksanaan pengembangan karier tingkat instansi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (2) huruf a
    dilakukan oleh PyB dan ditetapkan oleh PPK.
    (2) Pelaksanaan pengembangan karir tingkat nasional
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (2) huruf b
    dilakukan sesuai dengan rencana pengembangan karier
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180, Pasal 181, dan
    Pasal 182.
    Pasal 184
    (1) Pengembangan karier di tingkat nasional sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 177 ayat (2) huruf b didasarkan
    pada Jabatan yang lowong yang telah diumumkan oleh
    BKN melalui Sistem Informasi ASN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -87-
    (2) Jabatan yang lowong sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dapat diisi dari internal dan/atau eksternal Instansi
    Pemerintah.
    (3) Dalam hal terdapat Jabatan yang lowong pada suatu
    Instansi Pemerintah PPK dapat meminta atau
    mengusulkan dari atau kepada PPK instansi lain apabila
    terdapat PNS yang memenuhi syarat.
    Paragraf 4
    Pemantauan dan Evaluasi Pengembangan Karier
    Pasal 185
    (1) Pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
    pengembangan karier sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 183 dan Pasal 184 dilakukan untuk menjamin
    ketepatan pengisian dan penempatan PNS dalam Jabatan
    di tingkat instansi dan tingkat nasional.
    (2) Pemantauan dan evaluasi pengembangan karier
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi evaluasi
    terhadap:
    a. perencanaan pengembangan karier;
    b. proses pelaksanaan pengembangan karier; dan
    c. hasil pengembangan karier.
    (3) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penyempurnaan
    atau perbaikan pengembangan karier pada Instansi
    Pemerintah.
    Pasal 186
    (1) Pemantauan dan evaluasi pengembangan karier di
    tingkat instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185
    ayat (1) dilakukan oleh PyB.
    (2) Pemantauan dan evaluasi pengembangan karier di
    tingkat instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan setiap tahun, dan digunakan untuk
    penyempurnaan perencanaan tahun berikutnya.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -88-
    (3) Hasil pemantauan dan evaluasi pengembangan karier di
    tingkat instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dimasukkan ke dalam Sistem Informasi ASN.
    Pasal 187
    (1) Pemantauan dan evaluasi pengembangan karier tingkat
    nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185
    dilakukan oleh BKN.
    (2) Pemantauan dan evaluasi pengembangan karier di
    tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan setiap tahun dan digunakan untuk
    penyempurnaan perencanaan tahun berikutnya.
    (3) Hasil pemantauan dan evaluasi pengembangan karier di
    tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dimasukkan ke dalam Sistem Informasi ASN.
    Paragraf 5
    Pola Karier
    Pasal 188
    (1) Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan
    penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan,
    perlu disusun pola karier PNS yang terintegrasi secara
    nasional.
    (2) Pola karier PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    merupakan pola dasar mengenai urutan penempatan
    dan/atau perpindahan PNS dalam dan antar posisi di
    setiap jenis Jabatan secara berkesinambungan.
    (3) Pola karier PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    terdiri atas:
    a. pola karier instansi; dan
    b. pola karier nasional.
    (4) Setiap Instansi Pemerintah menyusun pola karier
    instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
    secara khusus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
    pola karier nasional.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -89-
    (5) Pola karier instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
    ditetapkan oleh PPK.
    (6) Pola karier nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    huruf b disusun dan ditetapkan oleh Menteri.
    Pasal 189
    (1) PPK dalam menetapkan pola karier instansi harus
    memperhatikan jalur karier yang berkesinambungan.
    (2) Jalur karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    merupakan lintasan posisi Jabatan yang dapat dilalui
    oleh PNS baik pada jenjang Jabatan yang setara maupun
    jenjang Jabatan yang lebih tinggi.
    (3) Pola karier PNS dapat berbentuk:
    a. horizontal, yaitu perpindahan dari satu posisi
    Jabatan ke posisi Jabatan lain yang setara, baik di
    dalam satu kelompok maupun antar kelompok JA,
    JF, atau JPT;
    b. vertikal, yaitu perpindahan dari satu posisi Jabatan
    ke posisi Jabatan yang lain yang lebih tinggi, di
    dalam satu kelompok JA, JF, atau JPT; dan
    c. diagonal, yaitu perpindahan dari satu posisi Jabatan
    ke posisi Jabatan lain yang lebih tinggi antar
    kelompok JA, JF, atau JPT.
    Paragraf 6
    Mutasi
    Pasal 190
    (1) Instansi Pemerintah menyusun perencanaan mutasi PNS
    di lingkungannya.
    (2) Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam
    1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu)
    Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi
    Pusat dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara
    Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -90-
    (3) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
    paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima)
    tahun.
    (4) Mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
    atas dasar kesesuaian antara kompetensi PNS dengan
    persyaratan Jabatan, klasifikasi Jabatan dan pola karier,
    dengan memperhatikan kebutuhan organisasi.
    (5) Mutasi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan
    konflik kepentingan.
    (6) Selain mutasi karena tugas dan/atau lokasi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), PNS dapat mengajukan mutasi
    tugas dan/atau lokasi atas permintaan sendiri.
    Pasal 191
    Mutasi dalam 1 (satu) Instansi Pusat atau dalam 1 (satu)
    Instansi Daerah dilakukan oleh PPK, setelah memperoleh
    pertimbangan tim penilai kinerja PNS.
    Pasal 192
    (1) Mutasi PNS antar-kabupaten/kota dalam satu provinsi
    ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh
    pertimbangan Kepala BKN.
    (2) Pertimbangan Kepala BKN sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) berdasarkan usul dari PPK instansi penerima dan
    persetujuan PPK instansi asal dengan menyebutkan
    Jabatan yang akan diduduki.
    (3) Berdasarkan pertimbangan Kepala BKN sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), gubernur menetapkan
    keputusan mutasi.
    (4) Berdasarkan penetapan gubernur sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3), PPK instansi penerima
    menetapkan pengangkatan PNS dalam Jabatan.
    Pasal 193
    (1) Mutasi PNS antar kabupaten/kota antar provinsi, dan
    antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -91-
    menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri
    setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN.
    (2) Pertimbangan Kepala BKN sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) berdasarkan usul dari PPK instansi penerima dan
    persetujuan PPK instansi asal dengan menyebutkan
    Jabatan yang akan diduduki.
    (3) Berdasarkan pertimbangan Kepala BKN sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), menteri yang menyelenggarakan
    urusan pemerintahan dalam negeri menetapkan
    keputusan mutasi.
    (4) Berdasarkan penetapan menteri yang menyelenggarakan
    urusan pemerintahan dalam negeri sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3), PPK instansi penerima
    menetapkan pengangkatan PNS dalam Jabatan.
    Pasal 194
    (1) Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat
    atau sebaliknya, ditetapkan oleh Kepala BKN.
    (2) Penetapan Kepala BKN sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) berdasarkan usul dari PPK instansi penerima dan
    persetujuan PPK instansi asal dengan menyebutkan
    Jabatan yang akan diduduki.
    (3) Berdasarkan penetapan Kepala BKN sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), PPK instansi penerima
    menetapkan pengangkatan PNS dalam Jabatan.
    Pasal 195
    (1) Mutasi PNS antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh Kepala
    BKN.
    (2) Penetapan Kepala BKN sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) berdasarkan usul dari PPK instansi penerima dan
    persetujuan PPK instansi asal dengan menyebutkan
    Jabatan yang akan diduduki.
    (3) Berdasarkan penetapan Kepala BKN sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), PPK instansi penerima
    menetapkan pengangkatan PNS dalam Jabatan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -92-
    Pasal 196
    (1) Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi PNS
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 dibebankan
    pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk
    Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja
    daerah untuk Instansi Daerah.
    (2) Biaya mutasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dibebankan pada instansi penerima.
    Pasal 197
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
    mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 sampai
    dengan Pasal 196 diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
    Paragraf 7
    Promosi
    Pasal 198
    (1) Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162
    merupakan bentuk pola karier yang dapat berbentuk
    vertikal atau diagonal.
    (2) PNS dapat dipromosikan di dalam dan/atau antar JA dan
    JF keterampilan, JF ahli pertama, dan JF ahli muda
    sepanjang memenuhi persyaratan Jabatan, dengan
    memperhatikan kebutuhan organisasi.
    (3) Dalam hal instansi belum memiliki kelompok rencana
    suksesi, promosi dalam JA dapat dilakukan melalui
    seleksi internal oleh panitia seleksi yang dibentuk oleh
    PPK.
    (4) PNS yang menduduki Jabatan administrator dan JF ahli
    madya dapat dipromosikan ke dalam JPT pratama
    sepanjang memenuhi persyaratan Jabatan, mengikuti,
    dan lulus seleksi terbuka, dengan memperhatikan
    kebutuhan organisasi.
    (5) PNS yang menduduki JF ahli utama dapat dipromosikan
    ke dalam JPT madya sepanjang memenuhi persyaratan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -93-
    Jabatan, mengikuti, dan lulus seleksi terbuka, dengan
    memperhatikan kebutuhan organisasi.
    Pasal 199
    (1) PPK menetapkan kelompok rencana suksesi setiap tahun
    dan mengumumkan melalui Sistem Informasi ASN.
    (2) Kelompok rencana suksesi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) berisi kelompok PNS yang memiliki:
    a. kompetensi sesuai klasifikasi Jabatan;
    b. memenuhi kewajiban pengembangan kompetensi;
    dan
    c. memiliki penilaian kinerja paling kurang bernilai
    baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
    (3) Kelompok rencana suksesi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dikelola oleh unit kerja yang menangani bidang
    kepegawaian.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok rencana
    suksesi diatur dengan Peraturan Menteri.
    Pasal 200
    (1) Promosi PNS dalam JA dan JF sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 198 ayat (2) dilakukan oleh PPK setelah
    mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada
    Instansi Pemerintah.
    (2) Promosi PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    diprioritaskan bagi PNS yang masuk dalam kelompok
    rencana suksesi.
    Paragraf 8
    Tim Penilai Kinerja PNS
    Pasal 201
    (1) Tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah
    dibentuk oleh PyB.
    (2) Tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    a. PyB;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -94-
    b. pejabat yang menangani bidang kepegawaian;
    c. pejabat yang menangani bidang pengawasan
    internal; dan
    d. pejabat pimpinan tinggi terkait.
    (3) Tim penilai kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) berjumlah gasal paling sedikit 5 (lima) orang.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan
    mekanisme kerja tim penilai kinerja PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
    Paragraf 9
    Penugasan Khusus
    Pasal 202
    (1) Penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    178 merupakan penugasan PNS untuk melaksanakan
    tugas Jabatan secara khusus di luar Instansi Pemerintah
    dalam jangka waktu tertentu.
    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan khusus
    diatur dengan Peraturan Menteri.
    Bagian Ketiga
    Pengembangan Kompetensi
    Paragraf 1
    Umum
    Pasal 203
    (1) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 162 merupakan upaya untuk pemenuhan
    kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi
    Jabatan dan rencana pengembangan karier.
    (2) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan pada tingkat:
    a. instansi; dan
    b. nasional.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -95-
    (3) Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama
    untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan
    memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian
    kompetensi PNS yang bersangkutan.
    (4) Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling sedikit 20 (dua
    puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.
    (5) Untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK wajib:
    a. menetapkan kebutuhan dan rencana pengembangan
    kompetensi;
    b. melaksanakan pengembangan kompetensi; dan
    c. melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi.
    Pasal 204
    Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 203 menjadi dasar pengembangan karier dan menjadi
    salah satu dasar bagi pengangkatan Jabatan.
    Paragraf 2
    Kebutuhan dan Rencana Pengembangan Kompetensi
    Pasal 205
    (1) Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (5) huruf a,
    terdiri atas:
    a. inventarisasi jenis kompetensi yang perlu
    ditingkatkan dari setiap PNS; dan
    b. rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi.
    (2) Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan
    kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan pada tingkat:
    a. instansi; dan
    b. nasional.
    (3) Rencana pengembangan kompetensi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 1
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -96-
    (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam
    rencana kerja anggaran tahunan Instansi Pemerintah.
    Pasal 206
    (1) Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (1),
    dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis
    kesenjangan kinerja.
    (2) Analisis kesenjangan kompetensi sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan profil
    kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan
    yang diduduki dan yang akan diduduki.
    (3) Analisis kesenjangan kinerja sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan hasil
    penilaian kinerja PNS dengan target kinerja Jabatan yang
    diduduki.
    Pasal 207
    (1) Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan
    kompetensi instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    205 ayat (2) huruf a dilakukan oleh PyB.
    (2) Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
    PPK.
    (3) Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    a. jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;
    b. target PNS yang akan dikembangkan
    kompetensinya;
    c. jenis dan jalur pengembangan kompetensi;
    d. penyelenggara pengembangan kompetensi;
    e. jadwal atau waktu pelaksanaan;
    f. kesesuaian pengembangan kompetensi dengan
    standar kurikulum dari instansi pembina
    kompetensi; dan
    g. anggaran yang dibutuhkan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -97-
    (4) Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan ke
    dalam sistem informasi pengembangan kompetensi LAN.
    Pasal 208
    (1) Penyusunan rencana pengembangan kompetensi
    nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2)
    huruf b dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
    kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
    sasaran pemerintahan serta pembangunan.
    (2) Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di
    tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    meliputi Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan
    Kompentesi Sosial Kultural.
    (3) Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    terdiri atas kompetensi teknis dan kompetensi
    fungsional.
    (4) Penyusunan rencana pengembangan Kompetensi
    Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural dilakukan
    oleh LAN.
    (5) Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis
    dilakukan oleh instansi teknis.
    (6) Penyusunan rencana pengembangan kompetensi
    fungsional dilakukan oleh instansi pembina JF.
    Pasal 209
    (1) Rencana pengembangan kompetensi sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 205 disampaikan kepada LAN
    sebagai bahan untuk menyusun rencana pengembangan
    kompetensi nasional.
    (2) Rencana pengembangan kompetensi nasional
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
    Menteri dan dipublikasikan dalam sistem informasi
    pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -98-
    Paragraf 3
    Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi
    Pasal 210
    (1) Pelaksanaan pengembangan kompetensi sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 203 ayat (5) huruf b harus sesuai
    dengan rencana yang telah ditetapkan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 207 ayat (2).
    (2) Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam
    bentuk:
    a. pendidikan; dan/atau
    b. pelatihan.
    Pasal 211
    (1) Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) huruf a
    dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
    keahlian PNS melalui pendidikan formal sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2) Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan
    formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar.
    (3) Pemberian tugas belajar sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan
    standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tugas belajar
    diatur dengan Peraturan Presiden.
    Pasal 212
    (1) Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) huruf b
    dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan
    nonklasikal.
    (2) Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
    klasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
    melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas,
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -99-
    paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus, dan
    penataran.
    (3) Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan
    nonklasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilakukan paling kurang melalui e-learning, bimbingan di
    tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan
    pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta.
    (4) Pengembangan kompetensi melalui pertukaran antara
    PNS dengan pegawai swasta sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu)
    tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN
    dan BKN.
    Pasal 213
    Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan secara:
    a. mandiri oleh internal Instansi Pemerintah yang
    bersangkutan;
    b. bersama dengan Instansi Pemerintah lain yang memiliki
    akreditasi untuk melaksanakan pengembangan
    kompetensi tertentu; atau
    c. bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi
    yang independen.
    Pasal 214
    (1) Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan
    melalui jalur pelatihan.
    (2) Pelatihan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar
    kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (3) Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
    secara berjenjang.
    (4) Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis
    ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan.
    (5) Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
    terakreditasi.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -100-
    (6) Akreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masingmasing instansi teknis dengan mengacu pada pedoman
    akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.
    Pasal 215
    (1) Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional
    dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2) Pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar
    kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (3) Pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai
    persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan
    jenjang JF masing-masing.
    (4) Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh
    instansi pembina JF.
    (5) Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga
    pelatihan terakreditasi.
    (6) Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh
    masing-masing instansi pembina JF dengan mengacu
    pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.
    Pasal 216
    (1) Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Sosial Kultural
    dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2) Pelatihan sosial kultural dilaksanakan untuk mencapai
    persyaratan standar kompetensi Jabatan dan
    pengembangan karier.
    (3) Pengembangan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memenuhi
    Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi
    Jabatan.
    (4) Pengembangan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh LAN.
    (5) Pelatihan Kompetensi Sosial Kultural diselenggarakan
    oleh lembaga pelatihan terakreditasi.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -101-
    (6) Akreditasi pelatihan sosial kultural dilaksanakan oleh
    LAN.
    Pasal 217
    (1) Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Manajerial
    dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2) Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Manajerial
    melalui jalur pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dilakukan melalui pelatihan struktural.
    (3) Pelatihan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    terdiri atas:
    a. kepemimpinan madya;
    b. kepemimpinan pratama;
    c. kepemimpinan administrator; dan
    d. kepemimpinan pengawas.
    (4) Pelatihan struktural kepemimpinan madya
    diselenggarakan oleh LAN.
    (5) Pelatihan struktural kepemimpinan pratama,
    kepemimpinan administrator, dan kepemimpinan
    pengawas diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
    pemerintah terakreditasi.
    (6) Akreditasi pelatihan struktural kepemimpinan
    dilaksanakan oleh LAN.
    Pasal 218
    (1) Dalam rangka menyamakan persepsi terhadap tujuan
    dan sasaran pembangunan nasional dilaksanakan
    pelatihan di tingkat nasional yang diikuti oleh pejabat
    pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya,
    dan pejabat pimpinan tinggi pratama, yang dilaksanakan
    oleh LAN.
    (2) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    diikuti juga oleh pejabat negara dan direksi dan
    komisaris badan usaha milik negara atau badan usaha
    milik daerah.
    (3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
    dilakukan melalui kerja sama dengan instansi lain.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -102-
    Pasal 219
    LAN bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan
    penyelenggaraan pengembangan kompetensi.
    Pasal 220
    Pelaksanaan pengembangan kompetensi diinformasikan
    melalui sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan
    Sistem Informasi ASN.
    Paragraf 4
    Evaluasi Pengembangan Kompetensi
    Pasal 221
    (1) Evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan
    Kompetensi Sosial Kultural dilaksanakan untuk menilai
    kesesuaian antara kebutuhan Kompetensi Manajerial dan
    Kompetensi Sosial Kultural PNS dengan standar
    kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (2) Evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan
    Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), dilakukan oleh LAN.
    (3) Hasil evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan
    Kompetensi Sosial Kultural disampaikan kepada Menteri.
    Pasal 222
    (1) Evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilaksanakan
    untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi
    teknis PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan
    pengembangan karier.
    (2) Evaluasi pengembangan kompetensi teknis sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh instansi teknis
    masing-masing.
    (3) Hasil evaluasi pengembangan kompetensi teknis
    disampaikan kepada Menteri melalui LAN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -103-
    Pasal 223
    (1) Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional
    dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara
    kebutuhan kompetensi fungsional PNS dengan standar
    kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (2) Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh
    instansi pembina JF.
    (3) Hasil evaluasi pengembangan kompetensi fungsional
    disampaikan kepada Menteri melalui LAN.
    Pasal 224
    Hasil evaluasi pengembangan kompetensi nasional
    dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang
    terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.
    Pasal 225
    Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis perencanaan,
    pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi diatur
    dengan Peraturan Kepala LAN.
    Bagian Keempat
    Sistem Informasi Manajemen Karier
    Paragraf 1
    Sistem Informasi Manajemen Karier
    Instansi Pemerintah
    Pasal 226
    (1) Setiap Instansi Pemerintah wajib memiliki sistem
    informasi manajemen karier instansi.
    (2) Sistem informasi manajemen karier instansi berisi
    informasi mengenai rencana dan pelaksanaan
    manajemen karier.
    (3) Sistem informasi manajemen karier instansi sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang
    terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -104-
    (4) PPK wajib memutakhirkan data dan informasi dalam
    sistem informasi manajemen karier instansi.
    (5) PPK memasukkan data dan informasi manajemen karier
    di lingkungannya ke dalam Sistem Informasi ASN paling
    lambat akhir bulan Maret tahun berjalan untuk
    pelaksanaan tahun berikutnya.
    Paragraf 2
    Sistem Informasi Manajemen Karier Nasional
    Pasal 227
    (1) Sistem informasi manajemen karier secara nasional
    dikelola oleh BKN berdasarkan informasi dan data
    penyelenggaraan manajemen karier oleh setiap instansi.
    (2) BKN wajib melakukan verifikasi terhadap informasi dan
    data penyelenggaraan manajemen karier paling lambat 1
    (satu) bulan setelah penyampaian informasi oleh instansi.
    BAB VI
    PENILAIAN KINERJA DAN DISIPLIN
    Pasal 228
    (1) Penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin
    objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan sistem
    prestasi dan sistem karier.
    (2) Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan
    perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat
    unit atau organisasi, dengan memperhatikan target,
    capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku
    PNS.
    (3) Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur,
    akuntabel, partisipatif, dan transparan.
    (4) Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada ayat
    (3) dilakukan oleh atasan langsung dari PNS atau pejabat
    yang ditentukan oleh PyB.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -105-
    Pasal 229
    (1) Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
    kelancaran pelaksanaan tugas, PNS wajib mematuhi
    disiplin PNS.
    (2) Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan
    disiplin terhadap PNS serta melaksanakan berbagai
    upaya peningkatan disiplin.
    (3) PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi
    hukuman disiplin.
    (4) Hukuman disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
    dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
    Pasal 230
    Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja PNS dan
    disiplin PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 dan
    Pasal 229, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    BAB VII
    PENGHARGAAN
    Pasal 231
    PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
    kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam
    melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan.
    Pasal 232
    Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231, dapat
    berupa pemberian:
    a. tanda kehormatan;
    b. kenaikan pangkat istimewa;
    c. kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi;
    dan/atau
    d. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara
    kenegaraan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -106-
    Pasal 233
    Pemberian penghargaan berupa tanda kehormatan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 huruf a, diberikan
    kepada PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Pasal 234
    Pemberian penghargaan berupa kenaikan pangkat istimewa
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 huruf b, diberikan
    kepada PNS berdasarkan pada penilaian kinerja dan keahlian
    yang luar biasa dalam menjalankan tugas Jabatan.
    Pasal 235
    Penghargaan berupa kesempatan tambahan untuk
    pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 232 huruf c, diberikan kepada PNS yang mempunyai
    nilai kinerja yang sangat baik, memiliki dedikasi dan loyalitas
    yang tinggi pada organisasi dan merupakan tambahan atas
    pengembangan kompetensi sebagaimana diatur dalam Pasal
    203.
    Pasal 236
    Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 huruf b
    dan huruf c diberikan oleh PyB setelah mendapat
    pertimbangan tim penilai kinerja PNS atas usul pimpinan unit
    kerja.
    Pasal 237
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
    penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 232 huruf d
    diatur dengan Peraturan Presiden.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -107-
    BAB VIII
    PEMBERHENTIAN
    Bagian Kesatu
    Dasar Pemberhentian
    Paragraf 1
    Pemberhentian atas Permintaan Sendiri
    Pasal 238
    (1) PNS yang mengajukan permintaan berhenti,
    diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
    (2) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dapat ditunda untuk paling lama 1 (satu) tahun,
    apabila PNS yang bersangkutan masih diperlukan untuk
    kepentingan dinas.
    (3) Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) ditolak apabila:
    a. sedang dalam proses peradilan karena diduga
    melakukan tindak pidana kejahatan;
    b. terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah
    berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;
    c. dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang
    memeriksa karena diduga melakukan pelanggaran
    disiplin PNS;
    d. sedang mengajukan upaya banding administratif
    karena dijatuhi hukuman disiplin berupa
    pemberhentian dengan hormat tidak atas
    permintaan sendiri sebagai PNS;
    e. sedang menjalani hukuman disiplin; dan/atau
    f. alasan lain menurut pertimbangan PPK.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -108-
    Paragraf 2
    Pemberhentian Karena Mencapai
    Batas Usia Pensiun
    Pasal 239
    (1) PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun
    diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
    (2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    yaitu:
    a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat
    administrasi, pejabat fungsional ahli muda, pejabat
    fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional
    keterampilan;
    b. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi
    dan pejabat fungsional madya; dan
    c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang
    memangku pejabat fungsional ahli utama.
    Pasal 240
    Batas Usia Pensiun bagi PNS yang menduduki JF yang
    ditentukan dalam Undang-Undang, berlaku ketentuan sesuai
    dengan Batas Usia Pensiun yang ditetapkan dalam UndangUndang yang bersangkutan.
    Paragraf 3
    Pemberhentian karena Perampingan Organisasi
    atau Kebijakan Pemerintah
    Pasal 241
    (1) Dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan
    pemerintah yang mengakibatkan kelebihan PNS maka
    PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan pada Instansi
    Pemerintah lain.
    (2) Dalam hal terdapat PNS yang bersangkutan tidak dapat
    disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
    pada saat terjadi perampingan organisasi sudah
    mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja 10
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -109-
    (sepuluh) tahun, diberhentikan dengan hormat dengan
    mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (3) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    a. tidak dapat disalurkan pada instansi lain;
    b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan
    c. masa kerja kurang dari 10 (sepuluh) tahun,
    diberikan uang tunggu paling lama 5 (lima) tahun.
    (4) Apabila sampai dengan 5 (lima) tahun PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disalurkan maka PNS
    tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (5) Dalam hal pada saat berakhirnya pemberian uang tunggu
    PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum berusia
    50 (lima puluh) tahun, jaminan pensiun bagi PNS mulai
    diberikan pada saat mencapai usia 50 (lima puluh)
    tahun.
    (6) Ketentuan mengenai kriteria dan penetapan kelebihan
    PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
    Peraturan Menteri.
    Paragraf 4
    Pemberhentian karena tidak Cakap
    Jasmani dan/atau Rohani
    Pasal 242
    (1) PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani
    diberhentikan dengan hormat apabila:
    a. tidak dapat bekerja lagi dalam semua Jabatan
    karena kesehatannya;
    b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya
    bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau
    c. tidak mampu bekerja kembali setelah berakhirnya
    cuti sakit.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -110-
    (2) Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau
    rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
    hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan.
    (3) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) dibentuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
    pemerintahan di bidang kesehatan.
    (4) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) beranggotakan dokter pemerintah.
    (5) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mendapat hak kepegawaian
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Paragraf 5
    Pemberhentian Karena Meninggal Dunia,
    Tewas, atau Hilang
    Pasal 243
    (1) PNS yang meninggal dunia atau tewas diberhentikan
    dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (2) PNS dinyatakan meninggal dunia sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) apabila:
    a. meninggalnya tidak dalam dan karena menjalankan
    tugas;
    b. meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu;
    atau
    c. meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar
    tanggungan negara.
    (3) PNS dinyatakan tewas sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) apabila meninggal:
    a. dalam dan karena menjalankan tugas dan
    kewajibannya;
    b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan
    dinas, sehingga kematian itu disamakan dengan
    keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -111-
    c. langsung diakibatkan oleh luka atau cacat rohani
    atau jasmani yang didapat dalam dan karena
    menjalankan tugas kewajibannya atau keadaan lain
    yang ada hubungannya dengan kedinasan;
    dan/atau
    d. karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung
    jawab atau sebagai akibat tindakan anasir itu.
    (4) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
    ayat (3) telah berkeluarga, kepada janda/duda atau
    anaknya diberikan hak kepegawaian sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (5) Apabila PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
    ayat (3) tidak berkeluarga, kepada orang tuanya
    diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    Pasal 244
    (1) Seorang PNS dinyatakan hilang di luar kemampuan dan
    kemauan PNS yang bersangkutan apabila:
    a. tidak diketahui keberadaannya; dan
    b. tidak diketahui masih hidup atau telah meninggal
    dunia.
    (2) PNS yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dianggap telah meninggal dunia dan dapat diberhentikan
    dengan hormat sebagai PNS pada akhir bulan ke-12 (dua
    belas) sejak dinyatakan hilang.
    (3) Pernyataan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    dibuat oleh PPK atau pejabat lain yang ditunjuk
    berdasarkan surat keterangan atau berita acara
    pemeriksaan dari pihak Kepolisian Negara Republik
    Indonesia.
    (4) Janda/duda atau anak PNS sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diberikan hak kepegawaian sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -112-
    Pasal 245
    (1) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 244 ayat (1) ditemukan kembali dan masih
    hidup, dapat diangkat kembali sebagai PNS sepanjang
    yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun.
    (2) Pengangkatan kembali sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah PNS yang
    bersangkutan diperiksa oleh PPK dan pihak Kepolisian
    Negara Republik Indonesia.
    (3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) terbukti hilang karena kemauan
    dan kemampuan yang bersangkutan, PNS yang
    bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Pasal 246
    (1) Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 244 ayat (1) ditemukan kembali dan telah
    mencapai Batas Usia Pensiun, PNS yang bersangkutan
    diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    setelah dilakukan pemeriksaan oleh PPK dan pihak
    Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (3) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) terbukti hilang karena kemauan
    dan kemampuan yang bersangkutan, PNS yang
    bersangkutan wajib mengembalikan hak kepegawaian
    yang telah diterima oleh janda/duda atau anaknya sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -113-
    Paragraf 6
    Pemberhentian karena Melakukan
    Tindak Pidana/Penyelewengan
    Pasal 247
    PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
    diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan
    pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
    melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara
    paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak
    berencana.
    Pasal 248
    (1) PNS yang dipidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun
    atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah
    memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
    tindak pidana tidak dengan berencana, tidak
    diberhentikan sebagai PNS apabila:
    a. perbuatannya tidak menurunkan harkat dan
    martabat dari PNS;
    b. mempunyai prestasi kerja yang baik;
    c. tidak mempengaruhi lingkungan kerja setelah
    diaktifkan kembali; dan
    d. tersedia lowongan Jabatan.
    (2) PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2
    (dua) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah
    memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
    tindak pidana tidak dengan berencana, tidak
    diberhentikan sebagai PNS apabila tersedia lowongan
    Jabatan.
    Pasal 249
    (1) PNS yang tidak diberhentikan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 248, selama yang bersangkutan menjalani
    pidana penjara maka tetap bersatus sebagai PNS dan
    tidak menerima hak kepegawaiannya sampai diaktifkan
    kembali sebagai PNS.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -114-
    (2) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan
    kembali sebagai PNS apabila tersedia lowongan Jabatan.
    (3) Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu paling lama
    2 (dua) tahun, PNS yang bersangkutan diberhentikan
    dengan hormat.
    (4) PNS yang menjalani pidana penjara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan sudah berusia 58 (lima
    puluh delapan) tahun, diberhentikan dengan hormat.
    Pasal 250
    PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
    a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
    1945;
    b. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan
    berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
    kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
    kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan yang
    ada hubungannya dengan Jabatan dan/atau pidana
    umum;
    c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
    d. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan
    pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
    karena melakukan tindak pidana dengan hukuman
    pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
    yang dilakukan dengan berencana.
    Pasal 251
    PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua)
    tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
    kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
    dengan berencana, diberhentikan dengan hormat tidak atas
    permintaan sendiri sebagai PNS.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -115-
    Pasal 252
    Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250 huruf
    b dan huruf d dan Pasal 251 ditetapkan terhitung mulai akhir
    bulan sejak putusan pengadilan atas perkaranya yang telah
    memiliki kekuatan hukum tetap.
    Paragraf 7
    Pemberhentian karena Pelanggaran Disiplin
    Pasal 253
    (1) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
    sendiri apabila melakukan pelanggaran disiplin PNS
    tingkat berat.
    (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin
    PNS.
    Paragraf 8
    Pemberhentian karena Mencalonkan Diri atau Dicalonkan
    Menjadi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan
    Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil
    Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/
    Wakil Walikota
    Pasal 254
    (1) PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat
    ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden,
    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
    Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
    Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau
    Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh
    lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
    (2) Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -116-
    (3) PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
    (4) PNS yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.
    (5) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku terhitung
    mulai akhir bulan sejak PNS yang bersangkutan
    ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden,
    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
    Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
    Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau
    Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh
    lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
    Paragraf 9
    Pemberhentian karena Menjadi
    Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik
    Pasal 255
    (1) PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai
    politik.
    (2) PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai
    politik wajib mengundurkan diri secara tertulis.
    (3) PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS
    terhitung mulai akhir bulan pengunduran diri PNS yang
    bersangkutan.
    (4) PNS yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diberhentikan tidak dengan hormat sebagai
    PNS.
    (5) PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai
    politik diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS
    sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terhitung mulai
    akhir bulan PNS yang bersangkutan menjadi anggota
    dan/atau pengurus partai politik.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -117-
    Paragraf 10
    Pemberhentian karena tidak Menjabat Lagi
    Sebagai Pejabat Negara
    Pasal 256
    (1) PNS yang tidak menjabat lagi sebagai ketua, wakil ketua,
    dan anggota Mahkamah Konstitusi, ketua, wakil ketua,
    dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, ketua, wakil
    ketua, dan anggota Komisi Yudisial, ketua dan wakil
    ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, menteri dan
    jabatan setingkat menteri, kepala perwakilan Republik
    Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai
    Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh,
    diberhentikan dengan hormat sebagai PNS apabila dalam
    waktu paling lama 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan
    Jabatan.
    (2) Selama menunggu tersedianya lowongan Jabatan sesuai
    dengan kompetensi dan kualifikasi PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS
    dan diberikan penghasilan sebesar 50% (lima puluh
    persen) dari penghasilan Jabatan terakhir sebagai PNS
    sebelum diangkat sebagai pejabat negara sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) terhitung mulai akhir bulan sejak
    2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.
    Paragraf 11
    Pemberhentian karena Hal Lain
    Pasal 257
    (1) PNS yang telah selesai menjalankan cuti di luar
    tanggungan negara wajib melaporkan diri secara tertulis
    kepada instansi induknya.
    (2) Batas waktu melaporkan diri secara tertulis sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) bulan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -118-
    setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan
    negara.
    (3) PNS yang tidak melaporkan diri secara tertulis
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberhentikan
    dengan hormat sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (4) PNS yang melaporkan diri sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1), tetapi tidak dapat diangkat dalam Jabatan pada
    instansi induknya, disalurkan pada instansi lain.
    (5) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diaktifkan
    kembali sebagai PNS sesuai Jabatan yang tersedia.
    (6) Penyaluran pada instansi lain sebagaimana dimaksud
    pada ayat (4) dilakukan oleh PPK setelah berkoordinasi
    dengan Kepala BKN.
    (7) PNS yang tidak dapat disalurkan dalam waktu paling
    lama 1 (satu) tahun diberhentikan dengan hormat
    sebagai PNS.
    (8) PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana
    dimaksud pada ayat (7) diberikan hak kepegawaian
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Pasal 258
    PNS yang terbukti menggunakan ijazah palsu dalam
    pembinaan kepegawaian diberhentikan dengan hormat tidak
    atas permintaan sendiri.
    Pasal 259
    (1) PNS yang telah selesai menjalankan tugas belajar wajib
    melapor kepada PPK paling lama 15 (lima belas) hari
    kerja sejak berakhirnya masa tugas belajar.
    (2) Dalam hal PNS tidak melapor kepada PPK sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), PNS yang bersangkutan
    diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan
    sendiri dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -119-
    Paragraf 12
    Sistem Informasi Manajemen
    Pemberhentian dan Pensiun
    Pasal 260
    (1) Sistem informasi manajemen pemberhentian dan pensiun
    secara nasional dikelola oleh BKN berdasarkan informasi
    dan data pengelolaan pemberhentian dan pensiun
    Instansi Pemerintah.
    (2) Instansi Pemerintah wajib memutakhirkan informasi dan
    data PNS melalui sistem informasi manajemen
    pemberhentian dan pensiun sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1).
    (3) BKN melakukan verifikasi terhadap informasi dan data
    pengelolaan pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat
    (2) untuk pemberian pertimbangan teknis pensiun PNS
    kepada Instansi Pemerintah.
    (4) Sistem informasi manajemen pemberhentian dan pensiun
    merupakan bagian dari Sistem Informasi ASN.
    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi
    manajemen pemberhentian dan pensiun diatur dengan
    Peraturan Kepala BKN.
    Bagian Kedua
    Tata Cara Pemberhentian
    Paragraf 1
    Tata Cara Pemberhentian atas Permintaan Sendiri
    Pasal 261
    (1) Permohonan berhenti sebagai PNS diajukan secara
    tertulis kepada Presiden atau PPK melalui PyB secara
    hierarki.
    (2) Permohonan pemberhentian atas permintaan sendiri
    disetujui, ditunda, atau ditolak diberikan setelah
    mendapat rekomendasi dari PyB.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -120-
    (3) Dalam hal permohonan berhenti ditunda atau ditolak,
    PPK menyampaikan alasan penundaan atau penolakan
    secara tertulis kepada PNS yang bersangkutan.
    (4) Keputusan pemberian persetujuan, penundaan, atau
    penolakan permohonan pemberhentian atas permintaan
    sendiri ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja
    terhitung sejak permohonan diterima.
    (5) Sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, PNS yang
    bersangkutan wajib melaksanakan tugas dan tanggung
    jawabnya.
    (6) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian PNS dengan mendapat hak kepegawaian
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Paragraf 2
    Tata Cara Pemberhentian
    karena Mencapai Batas Usia Pensiun
    Pasal 262
    (1) Kepala BKN menyampaikan daftar perorangan calon
    penerima pensiun kepada PNS yang akan mencapai
    Batas Usia Pensiun melalui PPK paling lama 15 (lima
    belas) bulan sebelum PNS mencapai Batas Usia Pensiun.
    (2) PPK atau PyB menyampaikan usulan PNS yang mencapai
    Batas Usia Pensiun kepada Presiden atau PPK
    berdasarkan kelengkapan berkas yang disampaikan oleh
    PNS paling lama 3 (tiga) bulan sejak Kepala BKN
    menyampaikan daftar perorangan calon penerima
    pensiun.
    (3) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dan pemberian pensiun paling lama 1
    (satu) bulan sebelum PNS mencapai Batas Usia Pensiun.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -121-
    Paragraf 3
    Tata Cara Pemberhentian Karena Perampingan
    Organisasi atau Kebijakan Pemerintah
    Pasal 263
    (1) PPK menginventarisasi kelebihan PNS sebagai akibat
    perampingan organisasi.
    (2) Kelebihan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dilaporkan kepada Menteri dan Kepala BKN.
    (3) Menteri merumuskan kebijakan penyaluran kelebihan
    PNS pada Instansi Pemerintah.
    (4) Kepala BKN melaksanakan penyaluran kelebihan PNS
    pada Instansi Pemerintah yang membutuhkan sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (5) Dalam hal kelebihan PNS tidak dapat disalurkan pada
    Instansi Pemerintah, PNS yang bersangkutan
    diberhentikan dengan hormat dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    Paragraf 4
    Tata Cara Pemberhentian
    karena Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani
    Pasal 264
    (1) Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak cakap
    jasmani dan/atau rohani, berdasarkan hasil pengujian
    kesehatan PNS oleh tim penguji kesehatan diajukan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF keahlian utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF keahlian utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -122-
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan
    PNS oleh tim penguji kesehatan.
    Paragraf 5
    Tata Cara Pemberhentian
    karena Meninggal Dunia, Tewas, atau Hilang
    Pasal 265
    (1) PPK atau PyB mengusulkan pemberhentian dengan
    hormat PNS yang meninggal dunia, tewas, atau hilang
    kepada Presiden atau PPK.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Paragraf 6
    Tata Cara Pemberhentian karena Melakukan
    Tindak Pidana/Penyelewengan
    Pasal 266
    (1) Pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat
    PNS yang melakukan tindak pidana/ penyelewengan
    diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat
    sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -123-
    mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Paragraf 7
    Tata Cara Pemberhentian
    karena Pelanggaran Disiplin
    Pasal 267
    (1) Pemberhentian dengan hormat PNS yang melakukan
    pelanggaran disiplin diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Paragraf 8
    Tata Cara Pemberhentian karena Mencalonkan
    Diri atau Dicalonkan Menjadi Presiden dan Wakil Presiden,
    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah,
    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota,
    Wakil Bupati/Wakil Walikota
    Pasal 268
    (1) Permohonan berhenti sebagai PNS karena mencalonkan
    atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden,
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -124-
    Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan
    Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan
    Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur,
    Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota diajukan
    secara tertulis dengan membuat surat pernyataan
    pengunduran diri kepada PPK melalui PyB secara
    hierarki setelah ditetapkan sebagai calon oleh lembaga
    yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
    (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    disampaikan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (3) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan mendapat
    hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (4) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Paragraf 9
    Tata Cara Pemberhentian
    karena Menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik
    Pasal 269
    (1) Permohonan berhenti sebagai PNS karena menjadi
    anggota dan/atau pengurus partai politik diajukan
    secara tertulis kepada PPK melalui PyB secara hierarki.
    (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    disampaikan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -125-
    (3) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan mendapat
    hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (4) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Pasal 270
    (1) Pemberhentian tidak dengan hormat bagi PNS yang tidak
    mengundurkan diri setelah menjadi anggota dan/atau
    pengurus partai politik diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS dengan
    mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari
    kerja setelah PNS yang bersangkutan terbukti menjadi
    anggota dan/atau pengurus partai politik.
    Paragraf 10
    Tata Cara Pemberhentian
    karena Tidak Menjabat Lagi sebagai Pejabat Negara
    Pasal 271
    (1) Pemberhentian dengan hormat PNS yang tidak menjabat
    lagi sebagai pejabat negara dan tidak tersedia lowongan
    Jabatan diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -126-
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Paragraf 11
    Tata Cara Pemberhentian karena Hal Lain
    Pasal 272
    (1) Pemberhentian dengan hormat bagi PNS yang tidak
    melaporkan diri kembali kepada instansi induknya
    setelah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan
    negara diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang pada saat
    mengajukan cuti di luar tanggungan negara
    menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli
    utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang pada saat
    mengajukan cuti di luar tanggungan negara
    menduduki JPT pratama, JA, dan JF selain JF ahli
    utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -127-
    Pasal 273
    (1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
    sendiri PNS yang menggunakan ijazah palsu diusulkan
    oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
    sendiri sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    Pasal 274
    (1) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
    sendiri bagi PNS yang tidak melapor setelah selesai
    menjalankan tugas belajar dalam waktu yang ditentukan
    diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang sebelum
    menjalankan tugas belajar menduduki JPT utama,
    JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang sebelum
    menjalankan tugas belajar menduduki JPT pratama,
    JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
    sendiri sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari
    kerja setelah usul pemberhentian diterima.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -128-
    Paragraf 12
    Penyampaian Keputusan Pemberhentian
    Pasal 275
    (1) Presiden atau PPK menyampaikan keputusan
    pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    261 sampai dengan Pasal 274 kepada PNS yang
    diberhentikan.
    (2) Tembusan keputusan pemberhentian sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala
    BKN untuk dimasukkan dalam sistem informasi
    manajemen pemberhentian dan pensiun.
    Bagian Ketiga
    Pemberhentian Sementara dan Pengaktifan Kembali
    Paragraf 1
    Pemberhentian Sementara
    Pasal 276
    PNS diberhentikan sementara, apabila:
    a. diangkat menjadi pejabat negara;
    b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga
    nonstruktural; atau
    c. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
    Pasal 277
    (1) PNS yang diangkat menjadi:
    a. ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah
    Konstitusi;
    b. ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
    Keuangan;
    c. ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
    d. ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan
    Tindak Pidana Korupsi;
    e. menteri dan jabatan setingkat menteri; dan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -129-
    f. kepala perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri
    yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
    dan Berkuasa Penuh,
    diberhentikan sementara sebagai PNS.
    (2) Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang berasal
    dari JF Diplomat dikecualikan dari ketentuan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    (3) PNS yang diangkat menjadi komisioner atau anggota
    lembaga nonstruktural diberhentikan sementara sebagai
    PNS.
    (4) PNS yang ditahan menjadi tersangka tindak pidana
    diberhentikan sementara sebagai PNS.
    Pasal 278
    (1) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 276 huruf a dan huruf b berlaku sejak yang
    bersangkutan dilantik dan berakhir pada saat selesainya
    masa tugas sebagai pejabat negara, komisioner, atau
    anggota lembaga nonstruktural.
    (2) PNS yang telah selesai masa tugas sebagai pejabat
    negara, komisioner, atau anggota lembaga nonstruktural
    melapor kepada PPK paling lama 1 (satu) bulan sejak
    selesainya masa tugas.
    Pasal 279
    (1) PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 276 huruf a dan huruf b tidak
    diberikan penghasilan sebagai PNS.
    (2) Penghasilan sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) tidak diberikan pada bulan berikutnya sejak
    dilantik sebagai pejabat negara, komisioner, atau anggota
    lembaga nonstruktural.
    Pasal 280
    (1) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 276 huruf c berlaku akhir bulan sejak PNS ditahan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -130-
    (2) PNS yang diberhentikan sementara dan dinyatakan tidak
    bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang
    mempunyai kekuatan hukum tetap, melapor kepada PPK
    paling lama 1 (satu) bulan sejak putusan pengadilan yang
    mempunyai kekuatan hukum tetap.
    Pasal 281
    (1) PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 276 huruf c tidak diberikan
    penghasilan.
    (2) PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diberikan uang pemberhentian
    sementara.
    (3) Uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) diberikan sebesar 50% (lima puluh persen)
    dari penghasilan jabatan terakhir sebagai PNS sebelum
    diberhentikan sementara sesuai ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (4) Uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) diberikan pada bulan berikutnya sejak
    ditetapkannya pemberhentian sementara.
    Pasal 282
    Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 276 huruf c berlaku sejak dikenakan penahanan sampai
    dengan:
    a. dibebaskannya tersangka dengan surat perintah
    penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabat
    yang berwenang; atau
    b. ditetapkannya putusan pengadilan yang telah
    mempunyai kekuatan hukum tetap.
    Pasal 283
    (1) PNS yang dikenakan pemberhentian sementara pada saat
    mencapai Batas Usia Pensiun:
    a. apabila belum ada putusan pengadilan yang telah
    mempunyai kekuatan hukum tetap, diberikan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -131-
    penghasilan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen)
    dari hak pensiun;
    b. apabila berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan
    tidak bersalah, diberhentikan dengan hormat
    sebagai PNS dengan mendapat hak kepegawaian
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dengan memperhitungkan uang
    pemberhentian sementara yang sudah diterima,
    terhitung sejak akhir bulan dicapainya Batas Usia
    Pensiun;
    c. apabila berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan
    bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana
    penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tidak
    berencana, diberhentikan dengan hormat sebagai
    PNS dengan mendapat hak kepegawaian sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
    terhitung sejak akhir bulan yang bersangkutan
    mencapai Batas Usia Pensiun dan hak atas pensiun
    dibayarkan mulai bulan berikutnya; dan
    d. apabila berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan
    bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana
    penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan berencana,
    diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS
    dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan,
    terhitung sejak akhir bulan yang bersangkutan
    mencapai Batas Usia Pensiun dan tidak
    mengembalikan penghasilan yang telah dibayarkan.
    (2) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
    meninggal dunia sebelum ada putusan pengadilan yang
    telah mempunyai kekuatan hukum tetap, diberhentikan
    dengan hormat sebagai PNS dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -132-
    Paragraf 2
    Tata Cara Pemberhentian Sementara
    Pasal 284
    (1) Pemberhentian sementara PNS diusulkan oleh:
    a. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT
    utama, JPT madya, dan JF ahli utama; atau
    b. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JPT
    pratama, JA, dan JF selain JF ahli utama.
    (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan
    pemberhentian sementara sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dengan mendapat hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan.
    (3) Keputusan pemberhentian sementara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat
    belas) hari kerja setelah usul pemberhentian sementara
    diterima.
    Paragraf 3
    Pengaktifan Kembali
    Pasal 285
    (1) Dalam hal PNS yang menjadi:
    a. tersangka tindak pidana ditahan pada tingkat
    penyidikan, dan menurut Kepolisian Negara
    Republik Indonesia yang bersangkutan dihentikan
    dugaan tindak pidananya;
    b. tersangka tindak pidana ditahan pada tingkat
    penuntutan, dan menurut Jaksa yang bersangkutan
    dihentikan penuntutannya; atau
    c. terdakwa tindak pidana ditahan pada tingkat
    pemeriksaan, dan menurut putusan pengadilan
    yang telah berkekuatan hukum tetap, dinyatakan
    tidak bersalah atau dilepaskan dari segala tuntutan,
    maka yang bersangkutan diaktifkan kembali sebagai
    PNS.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -133-
    (2) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaktifkan
    kembali sebagai PNS pada Jabatan apabila tersedia
    lowongan Jabatan.
    (3) PNS yang diaktifkan kembali sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) diberikan penghasilan yang dibayarkan
    sejak diangkat dalam Jabatan.
    (4) PNS yang diaktifkan kembali statusnya menjadi PNS,
    pembayaran penghasilannya diberikan sebagai berikut:
    a. bagi PNS yang dinyatakan tidak bersalah,
    kekurangan bagian penghasilan yang tidak diterima
    selama yang bersangkutan diberhentikan sementara
    dibayarkan kembali dengan memperhitungkan uang
    pemberhentian sementara yang sudah diterima; dan
    b. bagi PNS yang dijatuhi pidana percobaan,
    kekurangan bagian penghasilan yang tidak diterima
    selama yang bersangkutan diberhentikan sementara
    tidak dibayarkan.
    Paragraf 4
    Tata Cara Pengaktifan Kembali
    Pasal 286
    (1) PNS yang telah selesai menjadi pejabat negara,
    komisioner, atau anggota lembaga nonstruktural, atau
    PNS yang dinyatakan tidak bersalah oleh putusan
    pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
    tetap, mengajukan pengaktifan kembali sebagai PNS
    kepada PPK melalui PyB paling lama 30 (tiga puluh) hari
    terhitung setelah yang bersangkutan diberhentikan
    sebagai pejabat negara, komisioner, atau anggota
    lembaga nonstruktural, atau PNS yang dinyatakan tidak
    bersalah oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai
    kekuatan hukum tetap.
    (2) PPK menetapkan keputusan pengaktifan kembali sebagai
    PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan
    mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -134-
    (3) Keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas)
    hari kerja setelah usul pengaktifan kembali diterima.
    Pasal 287
    (1) PNS yang telah selesai menjalankan pidana penjara
    paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan
    tidak berencana, mengajukan pengaktifan kembali
    sebagai PNS kepada PPK melalui PyB paling lama 30 (tiga
    puluh) hari terhitung sejak selesai menjalankan pidana
    penjara.
    (2) Dalam hal PNS yang bersangkutan tidak mengajukan
    pengaktifan kembali dalam jangka waktu 25 (dua puluh
    lima) hari, PyB dapat memanggil PNS yang bersangkutan
    untuk mengajukan pengaktifan kembali.
    (3) PPK menetapkan keputusan pengaktifan kembali sebagai
    PNS disertai hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (4) Keputusan pengaktifan kembali sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) ditetapkan paling lama 14 (empat belas)
    hari kerja setelah usul pengaktifan kembali diterima.
    Bagian Keempat
    Kewenangan Pemberhentian, Pemberhentian
    Sementara, dan Pengaktifan Kembali
    Paragraf 1
    Kewenangan Pemberhentian
    Pasal 288
    Presiden menetapkan pemberhentian PNS di lingkungan
    Instansi Pusat dan PNS di lingkungan Instansi Daerah yang
    menduduki JPT utama, JPT madya, dan JF ahli utama.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -135-
    Pasal 289
    (1) Presiden dapat mendelegasikan kewenangan
    pemberhentian PNS selain yang menduduki JPT utama,
    JPT madya, dan JF ahli utama kepada:
    a. menteri di kementerian;
    b. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah
    nonkementerian;
    c. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara
    dan lembaga nonstruktural;
    d. gubernur di provinsi; dan
    e. bupati/walikota di kabupaten/kota.
    (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    a termasuk:
    a. Jaksa Agung; dan
    b. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    b termasuk:
    a. Kepala Badan Intelejen Negara; dan
    b. pejabat lain yang ditentukan oleh Presiden.
    (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
    c termasuk juga Sekretaris Mahkamah Agung.
    Pasal 290
    PPK Pusat menetapkan pemberhentian terhadap:
    a. calon PNS yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat
    menjadi PNS di lingkungannya; dan
    b. PNS yang menduduki:
    1. JPT pratama;
    2. JA;
    3. JF ahli madya, JF ahli muda, dan JF ahli pertama;
    dan
    4. JF penyelia, JF mahir, JF terampil, dan JF
    pemula.
    Pasal 291
    PPK Instansi Daerah provinsi menetapkan pemberhentian
    terhadap:
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -136-
    a. calon PNS yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat
    menjadi PNS di lingkungannya; dan
    b. PNS yang menduduki:
    1. JPT pratama;
    2. JA;
    3. JF ahli madya, JF ahli muda, dan JF ahli pertama;
    dan
    4. JF penyelia, JF mahir, JF terampil, dan JF
    pemula.
    Pasal 292
    PPK Instansi Daerah kabupaten/kota menetapkan
    pemberhentian terhadap:
    a. calon PNS yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat
    menjadi PNS di lingkungannya; dan
    b. PNS yang menduduki:
    1. JPT pratama;
    2. JA;
    3. JF ahli madya, JF ahli muda, dan JF ahli pertama;
    dan
    4. JF penyelia, JF mahir, JF terampil, dan JF
    pemula.
    Paragraf 2
    Kewenangan Pemberhentian Sementara
    dan Pengaktifan Kembali
    Pasal 293
    (1) Presiden menetapkan pemberhentian sementara PNS di
    lingkungan Instansi Pusat dan PNS di lingkungan
    Instansi Daerah yang menduduki JPT utama, JPT madya,
    dan JF ahli utama.
    (2) Presiden dapat mendelegasikan kewenangan
    pemberhentian sementara PNS sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) kepada PPK, selain PNS di lingkungan
    Instansi Pusat dan PNS di lingkungan Instansi Daerah
    yang menduduki:
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -137-
    a. JPT Pratama;
    b. JA;
    c. JF ahli madya, JF ahli muda, dan JF ahli pertama;
    dan
    d. JF penyelia, JF mahir, JF terampil, dan JF
    pemula.
    Pasal 294
    Presiden atau PPK menetapkan pengaktifan kembali PNS yang
    diberhentikan sementara di lingkungan Instansi Pusat dan
    PNS di lingkungan Instansi Daerah.
    Bagian Kelima
    Hak Kepegawaian bagi PNS yang Diberhentikan
    Pasal 295
    PNS yang diberhentikan dengan hormat, diberhentikan
    dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan
    diberhentikan tidak dengan hormat diberikan hak
    kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Bagian Keenam
    Uang Tunggu dan Uang Pengabdian
    Pasal 296
    Uang tunggu diberikan setiap tahun untuk paling lama 5
    (lima) tahun.
    Pasal 297
    (1) Uang tunggu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296
    diberikan dengan ketentuan:
    a. 100% (seratus persen) dari gaji, untuk tahun
    pertama; dan
    b. 80% (delapan puluh persen) dari gaji untuk tahun
    selanjutnya.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -138-
    (2) Besarnya uang tunggu sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1), tidak boleh kurang dari gaji terendah sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Uang tunggu diberikan mulai bulan berikutnya terhitung
    sejak tanggal PNS yang bersangkutan diberhentikan
    dengan hormat dari Jabatannya.
    Pasal 298
    PNS yang menerima uang tunggu wajib melaporkan diri
    kepada PPK melalui PyB paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
    berakhirnya pemberian uang tunggu.
    Pasal 299
    (1) PNS yang menerima uang tunggu, dapat diangkat
    kembali dalam Jabatan apabila ada lowongan.
    (2) PNS yang menerima uang tunggu yang menolak untuk
    diangkat kembali dalam Jabatan, diberhentikan dengan
    hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS pada
    akhir bulan yang bersangkutan menolak untuk diangkat
    kembali.
    Pasal 300
    PNS yang menerima uang tunggu dan diangkat kembali dalam
    Jabatan, dicabut pemberian uang tunggunya terhitung sejak
    pengangkatannya, dan yang bersangkutan menerima
    penghasilan penuh sebagai PNS.
    Pasal 301
    Pemberian dan pencabutan uang tunggu ditetapkan oleh PPK.
    Pasal 302
    (1) PNS yang tidak dapat disalurkan pada Instansi
    Pemerintah lain karena perampingan organisasi atau
    kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 241 diberikan uang tunggu.
    (2) PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat
    masa uang tunggu berakhir, memiliki masa kerja
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -139-
    pensiun kurang dari 10 (sepuluh) tahun diberhentikan
    dengan hormat dan diberi uang pengabdian sesuai
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Besar uang pengabdian sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) adalah 6 (enam) kali masa kerja kali gaji terakhir
    yang diterima.
    BAB IX
    PENGGAJIAN, TUNJANGAN, DAN FASILITAS
    Pasal 303
    (1) PNS diberikan gaji, tunjangan, dan fasilitas.
    (2) Gaji, tunjangan, dan fasilitas sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    BAB X
    JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN HARI TUA
    Pasal 304
    (1) PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan pensiun
    dan jaminan hari tua PNS sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    (2) Jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS
    diberikan sebagai perlindungan kesinambungan
    penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai
    penghargaan atas pengabdian PNS.
    (3) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) mencakup jaminan pensiun dan
    jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan
    sosial nasional.
    (4) Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari
    tua PNS berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja
    dan iuran PNS yang bersangkutan.
    Pasal 305
    Jaminan pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304
    ayat (1) diberikan kepada:
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -140-
    a. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena
    meninggal dunia;
    b. PNS yang diberhentikan dengan hormat atas permintaan
    sendiri apabila telah berusia 45 (empat puluh lima) tahun
    dan masa kerja paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;
    c. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena mencapai
    Batas Usia Pensiun apabila telah memiliki masa kerja
    untuk pensiun paling sedikit 10 (sepuluh) tahun;
    d. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena
    perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang
    mengakibatkan pensiun dini apabila telah berusia paling
    sedikit 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja paling
    sedikit 10 (sepuluh) tahun;
    e. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena
    dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam Jabatan
    apapun karena keadaan jasmani dan/atau rohani yang
    disebabkan oleh dan karena menjalankan kewajiban
    Jabatan tanpa mempertimbangkan usia dan masa kerja;
    atau
    f. PNS yang diberhentikan dengan hormat karena
    dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam Jabatan
    apapun karena keadaan jasmani dan/atau rohani yang
    tidak disebabkan oleh dan karena menjalankan
    kewajiban Jabatan apabila telah memiliki masa kerja
    untuk pensiun paling singkat 4 (empat) tahun.
    Pasal 306
    Pemberian pensiun bagi PNS dan pensiun janda/duda PNS
    ditetapkan oleh Presiden atau PPK setelah mendapat
    pertimbangan teknis Kepala BKN.
    Pasal 307
    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan program
    jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diatur dalam
    Peraturan Pemerintah.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -141-
    BAB XI
    PERLINDUNGAN
    Pasal 308
    (1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
    a. jaminan kesehatan;
    b. jaminan kecelakaan kerja;
    c. jaminan kematian; dan
    d. bantuan hukum.
    (2) Perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan
    kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c
    mencakup jaminan sosial yang diberikan dalam program
    jaminan sosial nasional.
    (3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    huruf d, berupa pemberian bantuan hukum dalam
    perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan
    tugasnya.
    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
    Peraturan Pemerintah.
    BAB XII
    CUTI
    Bagian Kesatu
    Umum
    Pasal 309
    (1) Cuti diberikan oleh PPK.
    (2) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat
    di lingkungannya untuk memberikan cuti, kecuali
    ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau
    peraturan perundang-undangan lainnya.
    (3) Cuti bagi PNS yang ditugaskan pada lembaga yang bukan
    bagian dari kementerian atau lembaga diberikan oleh
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -142-
    pimpinan lembaga yang bersangkutan kecuali cuti di luar
    tanggungan negara.
    Bagian Kedua
    Jenis Cuti
    Pasal 310
    Cuti terdiri atas:
    a. cuti tahunan;
    b. cuti besar;
    c. cuti sakit;
    d. cuti melahirkan;
    e. cuti karena alasan penting;
    f. cuti bersama; dan
    g. cuti di luar tanggungan negara.
    Bagian Ketiga
    Cuti Tahunan
    Pasal 311
    (1) PNS dan calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1
    (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti
    tahunan.
    (2) Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) adalah 12 (dua belas) hari kerja.
    (3) Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), PNS atau calon PNS
    yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
    tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
    wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan.
    (4) Hak atas cuti tahunan sebagaimana tersebut pada ayat
    (1) diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang
    menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak
    atas cuti tahunan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -143-
    Pasal 312
    Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di
    tempat yang sulit perhubungannya, jangka waktu cuti
    tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua
    belas) hari kalender.
    Pasal 313
    (1) Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam
    tahun yang bersangkutan, dapat digunakan dalam tahun
    berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari
    kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan.
    (2) Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan 2 (dua)
    tahun atau lebih berturut-turut, dapat digunakan dalam
    tahun berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh
    empat) hari kerja termasuk hak atas cuti tahunan dalam
    tahun berjalan.
    Pasal 314
    (1) Hak atas cuti tahunan dapat ditangguhkan
    penggunaannya oleh PPK atau pejabat yang menerima
    delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
    untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila kepentingan
    dinas mendesak.
    (2) Hak atas cuti tahunan yang ditangguhkan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan dalam tahun
    berikutnya selama 24 (dua puluh empat) hari kerja
    termasuk hak atas cuti tahunan dalam tahun berjalan.
    Pasal 315
    PNS yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan Jabatan
    dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan menurut
    peraturan perundang-undangan, disamakan dengan PNS yang
    telah menggunakan hak cuti tahunan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -144-
    Bagian Keempat
    Cuti Besar
    Pasal 316
    (1) PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun
    secara terus menerus berhak atas cuti besar paling lama
    3 (tiga) bulan.
    (2) Ketentuan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
    menerus dikecualikan bagi PNS yang masa kerjanya
    belum 5 (lima) tahun, untuk kepentingan agama.
    (3) PNS yang menggunakan hak atas cuti besar tidak berhak
    atas cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
    (4) Untuk mendapatkan hak atas cuti besar, PNS yang
    bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
    kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
    wewenang untuk memberikan hak atas cuti besar.
    (5) Hak cuti besar diberikan secara tertulis oleh PPK atau
    pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti besar.
    Pasal 317
    Hak cuti besar dapat ditangguhkan penggunaannya oleh PPK
    atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti besar untuk paling lama 1 (satu)
    tahun apabila kepentingan dinas mendesak, kecuali untuk
    kepentingan agama.
    Pasal 318
    Selama menggunakan hak atas cuti besar, PNS yang
    bersangkutan menerima penghasilan PNS.
    Bagian Kelima
    Cuti Sakit
    Pasal 319
    Setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -145-
    Pasal 320
    (1) PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14
    (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan
    ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan
    permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang
    menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak
    atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan
    dokter.
    (2) PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari
    berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang
    bersangkutan harus mengajukan permintaan secara
    tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
    wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan
    melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
    (3) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) paling sedikit memuat pernyataan tentang
    perlunya diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan
    lain yang diperlukan.
    (4) Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
    (5) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam)
    bulan apabila diperlukan, berdasarkan surat keterangan
    tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang
    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
    kesehatan.
    (6) PNS yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka
    waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),
    harus diuji kembali kesehatannya oleh tim penguji
    kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang
    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
    kesehatan.
    (7) Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (6) PNS belum sembuh
    dari penyakitnya, PNS yang bersangkutan diberhentikan
    dengan hormat dari Jabatannya karena sakit dengan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -146-
    mendapat uang tunggu sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.
    Pasal 321
    (1) PNS yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti
    sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
    (2) Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), PNS yang bersangkutan
    mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau
    pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan
    surat keterangan dokter atau bidan.
    Pasal 322
    PNS yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena
    menjalankan tugas kewajibannya sehingga yang bersangkutan
    perlu mendapat perawatan berhak atas cuti sakit sampai yang
    bersangkutan sembuh dari penyakitnya.
    Pasal 323
    Selama menjalankan cuti sakit, PNS yang bersangkutan
    menerima penghasilan PNS.
    Pasal 324
    (1) Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat
    yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan
    hak atas cuti sakit.
    (2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat
    oleh pejabat yang membidangi kepegawaian.
    Bagian Keenam
    Cuti Melahirkan
    Pasal 325
    (1) Untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran
    anak ketiga pada saat menjadi PNS, berhak atas cuti
    melahirkan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -147-
    (2) Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada
    PNS diberikan cuti besar.
    (3) Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dan ayat (2) adalah 3 (tiga) bulan.
    Pasal 326
    (1) Untuk dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325, PNS yang
    bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis
    kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
    wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.
    (2) Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang
    menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak
    atas cuti melahirkan.
    Pasal 327
    Selama menggunakan hak cuti melahirkan, PNS yang
    bersangkutan menerima penghasilan PNS.
    Bagian Ketujuh
    Cuti Karena Alasan Penting
    Pasal 328
    PNS berhak atas cuti karena alasan penting, apabila:
    a. ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua,
    atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;
    b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam
    huruf a meninggal dunia, dan menurut peraturan
    perundang-undangan PNS yang bersangkutan harus
    mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang
    meninggal dunia; atau
    c. melangsungkan perkawinan.
    Pasal 329
    PNS yang ditempatkan pada perwakilan Republik Indonesia
    yang rawan dan/atau berbahaya dapat mengajukan cuti
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -148-
    karena alasan penting guna memulihkan kondisi kejiwaan
    PNS yang bersangkutan.
    Pasal 330
    Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh PPK atau
    pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan
    hak atas cuti karena alasan penting paling lama 1 (satu)
    bulan.
    Pasal 331
    (1) Untuk menggunakan hak atas cuti karena alasan
    penting, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan
    secara tertulis dengan menyebutkan alasan kepada PPK
    atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti karena alasan penting.
    (2) Hak atas cuti karena alasan penting sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh PPK
    atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti karena alasan penting.
    (3) Dalam hal yang mendesak, sehingga PNS yang
    bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari PPK
    atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti karena alasan penting, pejabat
    yang tertinggi di tempat PNS yang bersangkutan bekerja
    dapat memberikan izin sementara secara tertulis untuk
    menggunakan hak atas cuti karena alasan penting.
    (4) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) harus segera diberitahukan kepada PPK atau
    pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
    memberikan hak atas cuti karena alasan penting.
    (5) PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang
    untuk memberikan hak atas cuti karena alasan penting
    setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (4), memberikan hak atas cuti karena alasan
    penting kepada PNS yang bersangkutan.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -149-
    Pasal 332
    Selama menggunakan hak atas cuti karena alasan penting,
    PNS yang bersangkutan menerima penghasilan PNS.
    Bagian Kedelapan
    Cuti Bersama
    Pasal 333
    (1) Presiden dapat menetapkan cuti bersama.
    (2) Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
    mengurangi hak cuti tahunan.
    (3) PNS yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas
    cuti bersama, hak cuti tahunannya ditambah sesuai
    dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan.
    (4) Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
    Bagian Kesembilan
    Cuti di Luar Tanggungan Negara
    Pasal 334
    (1) PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun
    secara terus-menerus karena alasan pribadi dan
    mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan
    negara.
    (2) Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk
    paling lama 3 (tiga) tahun.
    (3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang
    paling lama 1 (satu) tahun apabila ada alasan-alasan
    yang penting untuk memperpanjangnya.
    Pasal 335
    (1) Cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan PNS yang
    bersangkutan diberhentikan dari Jabatannya.
    (2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di
    luar tanggungan negara harus diisi.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -150-
    Pasal 336
    (1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, PNS
    yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
    tertulis kepada PPK disertai dengan alasan.
    (2) Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan
    dengan surat keputusan PPK setelah mendapat
    persetujuan dari Kepala BKN.
    (3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
    mendelegasikan kewenangan pemberian cuti di luar
    tanggungan negara.
    (4) Permohonan cuti di luar tanggungan negara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dapat ditolak.
    Pasal 337
    (1) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara, PNS
    yang bersangkutan tidak menerima penghasilan PNS.
    (2) Selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara
    tidak diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
    Bagian Kesepuluh
    Ketentuan Lain Terkait Cuti
    Pasal 338
    (1) PNS yang sedang menggunakan hak atas cuti
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 huruf a, huruf
    b, huruf e, dan huruf f dapat dipanggil kembali bekerja
    apabila kepentingan dinas mendesak.
    (2) Dalam hal PNS dipanggil kembali bekerja sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), jangka waktu cuti yang belum
    dijalankan tetap menjadi hak PNS yang bersangkutan.
    Pasal 339
    (1) Hak atas cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310
    huruf a sampai dengan huruf e yang akan dijalankan di
    luar negeri, hanya dapat diberikan oleh PPK.
    (2) Dalam hal yang mendesak, sehingga PNS yang
    bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari PPK
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -151-
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat yang
    tertinggi di tempat PNS yang bersangkutan bekerja dapat
    memberikan izin sementara secara tertulis untuk
    menggunakan hak atas cuti.
    (3) Pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) harus segera diberitahukan kepada PPK.
    (4) PPK setelah menerima pemberitahuan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) memberikan hak atas cuti
    kepada PNS yang bersangkutan.
    Pasal 340
    Ketentuan mengenai cuti sakit, cuti melahirkan, dan cuti
    karena alasan penting berlaku secara mutatis mutandis
    terhadap calon PNS.
    Pasal 341
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti
    diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
    BAB XIII
    KETENTUAN LAIN-LAIN
    Bagian Kesatu
    PNS yang Menjadi Pejabat Negara dan
    Pimpinan atau Anggota Lembaga Nonstruktural
    Pasal 342
    PNS dapat diangkat, dicalonkan, atau mencalonkan diri
    menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga
    nonstruktural.
    Pasal 343
    (1) PNS dapat diangkat menjadi pejabat negara dan
    pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural.
    (2) Pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    meliputi:
    a. ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Agung;
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -152-
    b. ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah
    Konstitusi;
    c. ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
    Keuangan;
    d. ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
    e. ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan
    Tindak Pidana Korupsi;
    f. menteri dan jabatan setingkat menteri;
    g. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
    yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
    dan Berkuasa Penuh; dan
    h. Pejabat negara lain yang ditetapkan oleh UndangUndang.
    (3) PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan
    atau anggota lembaga nonstruktural, diberhentikan
    sementara sebagai PNS.
    (4) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
    ayat (3) ditetapkan oleh:
    a. Presiden bagi PNS yang menduduki JPT utama, JPT
    madya, dan JF ahli utama; dan
    b. PPK bagi PNS yang menduduki JPT pratama, JA,
    dan JF selain JF ahli utama.
    (5) Salinan surat keputusan pemberhentian sementara
    sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan
    kepada Kepala BKN.
    (6) Tata cara pemberhentian sementara sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan
    ketentuan Pasal 284.
    Pasal 344
    Selama menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota
    lembaga nonstruktural, masa kerja sebagai pejabat negara
    dan pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural tidak
    diperhitungkan sebagai masa kerja PNS.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -153-
    Bagian Kedua
    PNS yang Mencalonkan Diri atau Dicalonkan
    menjadi Pejabat Negara
    Pasal 345
    (1) PNS dapat mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi
    pejabat negara.
    (2) Pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    meliputi Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil
    Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua,
    Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah,
    Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan
    Wakil Bupati/Wakil Walikota.
    Pasal 346
    (1) PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi
    pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 345
    ayat (2) wajib mengundurkan diri secara tertulis sebagai
    PNS sejak ditetapkan sebagai calon oleh lembaga yang
    bertugas melaksanakan pemilihan umum.
    (2) Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.
    (3) PNS yang mengundurkan diri secara tertulis
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan
    dengan hormat.
    (4) PNS yang tidak mengajukan pengunduran diri
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan tidak
    dengan hormat sebagai PNS.
    (5) Pemberhentian dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dan pemberhentian tidak dengan
    hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
    berlaku terhitung mulai akhir bulan sejak PNS yang
    bersangkutan ditetapkan sebagai calon oleh lembaga
    yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -154-
    Bagian Ketiga
    Hak Kepegawaian PNS yang diangkat
    Menjadi Pejabat Negara dan Pimpinan atau
    Anggota Lembaga Nonstruktural
    Pasal 347
    PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau
    anggota lembaga nonstruktural berhak atas penghasilan
    sebagai pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga
    nonstruktural sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
    Pasal 348
    PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau
    anggota lembaga nonstruktural tidak dibayarkan penghasilan
    sebagai PNS.
    Pasal 349
    (1) PNS yang diangkat menjadi:
    a. ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah
    Konstitusi;
    b. ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
    Keuangan;
    c. ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
    d. ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan
    Tindak Pidana Korupsi;
    e. menteri dan jabatan setingkat menteri;
    f. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
    yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
    dan Berkuasa Penuh;
    g. pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural;
    h. wakil menteri;
    i. staf khusus; dan
    j. pimpinan atau staf pada organisasi internasional,
    pada saat mencapai Batas Usia Pensiun selama masa
    jabatannya, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS,
    dengan mendapat hak kepegawaian berdasarkan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -155-
    ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2) Batas Usia Pensiun PNS sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) adalah 58 (lima puluh delapan) tahun kecuali
    untuk PNS yang menduduki JF diplomat yang diangkat
    menjadi kepala perwakilan Republik Indonesia di luar
    negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar
    Biasa dan Berkuasa Penuh.
    Bagian Keempat
    Masa Persiapan Pensiun
    Pasal 350
    (1) PNS yang akan mencapai Batas Usia Pensiun
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239, sebelum
    diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan hak
    pensiun, dapat mengambil masa persiapan pensiun dan
    dibebaskan dari Jabatan ASN.
    (2) Masa persiapan pensiun sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
    (3) Selama masa persiapan pensiun sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2), PNS yang bersangkutan mendapat uang
    masa persiapan pensiun setiap bulan sebesar 1 (satu)
    kali penghasilan PNS terakhir yang diterima.
    (4) Dalam hal ada alasan kepentingan dinas mendesak,
    permohonan masa persiapan pensiun PNS dapat ditolak
    atau ditangguhkan.
    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara masa
    persiapan pensiun diatur dengan Peraturan Kepala BKN.
    BAB XIV
    KETENTUAN PERALIHAN
    Pasal 351
    Calon PNS dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun dan
    belum mengikuti pelatihan prajabatan sampai dengan
    Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, wajib mengikuti
    pelatihan prajabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -156-
    dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung
    sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
    Pasal 352
    Pangkat dan golongan ruang PNS yang sudah ada pada saat
    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, tetap berlaku sampai
    dengan diberlakukannya ketentuan mengenai gaji dan
    tunjangan berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai gaji
    dan tunjangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5
    Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
    Pasal 353
    Pejabat administrator yang belum memenuhi persyaratan
    kualifikasi dan tingkat pendidikan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 54 ayat (1) huruf b wajib memenuhi persyaratan
    kualifikasi pendidikan dalam jangka waktu paling lama 5
    (lima) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini
    diundangkan.
    Pasal 354
    PNS yang berusia di atas 60 (enam puluh) tahun dan sedang
    menduduki JF ahli madya, yang sebelum Peraturan
    Pemerintah ini mulai berlaku Batas Usia Pensiunnya
    ditetapkan 65 (enam puluh lima) tahun, Batas Usia
    Pensiunnya tetap 65 (enam puluh lima) tahun.
    Pasal 355
    PNS yang berusia di atas 58 (lima puluh delapan) tahun dan
    sedang menduduki JF ahli pertama, JF ahli muda, dan JF
    penyelia, yang sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai
    berlaku Batas Usia Pensiunnya ditetapkan 60 (enam puluh)
    tahun, Batas Usia Pensiunnya tetap 60 (enam puluh) tahun.
    Pasal 356
    PNS yang diangkat dalam JF ahli muda, JF ahli pertama, dan
    JF penyelia setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
    21 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -157-
    yang Mencapai Batas Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58),
    Batas Usia Pensiunnya 58 (lima puluh delapan) tahun.
    Pasal 357
    PNS yang menduduki JA dan JPT yang telah melaksanakan
    tugas-tugas JF sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai
    berlaku dapat diangkat dalam JF melalui penyesuaian yang
    dilaksanakan 1 (satu) kali secara nasional untuk paling lama:
    a. 2 (dua) tahun untuk masa persiapan; dan
    b. 2 (dua) tahun untuk masa pelaksanaan,
    terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai
    berlaku, dengan mempertimbangkan kebutuhan instansi,
    kualifikasi, dan kompetensi serta dilaksanakan sesuai
    pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
    Pasal 358
    PNS yang telah menduduki JPT tetapi belum memenuhi
    persyaratan Jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini,
    wajib memenuhi persyaratan Jabatan dalam jangka waktu
    paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan
    Pemerintah ini diundangkan.
    Pasal 359
    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, PNS yang
    sedang menjalani pemberhentian sementara yang ditahan
    karena menjadi tersangka atau terdakwa tetap menerima
    penghasilan PNS sesuai dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan sampai dengan selesainya masa
    pemberhentian sementara.
    Pasal 360
    PNS yang sedang menjalankan cuti berdasarkan Peraturan
    Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai
    Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    1976 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -158-
    Indonesia Nomor 3093), sisa masa cutinya berlaku sesuai
    dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
    BAB XV
    KETENTUAN PENUTUP
    Pasal 361
    Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus
    ditetapkan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan
    Pemerintah ini diundangkan.
    Pasal 362
    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
    1. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang
    Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai
    Negeri sepanjang mengenai ketentuan yang berkaitan
    dengan PNS (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 2797);
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang
    Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 27, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3059);
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang
    Cuti Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1976 Nomor 57, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 3093);
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1979 tentang
    Daftar Urutan Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979
    Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3138);
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
    Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 47, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3149),
    sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -159-
    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 tentang
    Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor
    32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri
    Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
    Nomor 51);
    6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16
    Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
    Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
    Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3547) sebagaimana telah diubah
    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010
    tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16
    Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri
    Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
    Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5121);
    7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1997 tentang
    Pegawai Negeri Sipil yang Menduduki Jabatan Rangkap
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
    Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3697) sebagaimana telah diubah
    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2005
    tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29
    Tahun 1997 tentang Pegawai Negeri Sipil yang
    Menduduki Jabatan Rangkap (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 121, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4560);
    8. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang
    Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana
    telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54
    Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan
    Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi
    Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4322);
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -160-
    9. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang
    Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016),
    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
    Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
    Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan
    Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4192);
    10. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang
    Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017),
    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
    Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
    Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan
    Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2000 Nomor 32, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 4193);
    11. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
    Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
    Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4018), sebagaimana telah diubah
    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002
    tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
    100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
    Sipil dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194);
    12. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
    Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    4019);
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -161-
    13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2001 tentang
    Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia
    dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
    Menjadi Pegawai Negeri Sipil Untuk Menduduki Jabatan
    Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2001 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4085), sebagaimana telah beberapa kali
    diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8
    Tahun 2010 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
    Pemerintah Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pengalihan
    Status Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
    Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai
    Negeri Sipil untuk Menduduki Jabatan Struktural
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
    Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5095);
    14. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang
    Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan
    Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263),
    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
    Nomor 63 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan
    Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
    Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai
    Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    2009 Nomor 164); dan
    15. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 tentang
    Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang Mencapai Batas
    Usia Pensiun bagi Pejabat Fungsional (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58),
    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
    Pasal 363
    Peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
    yang mengatur mengenai penyusunan dan penetapan
    kebutuhan, pengadaan, pangkat dan Jabatan, pengembangan
    www.peraturan.go.id
    2017, No.63
    -162-
    karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja,
    penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
    pemberhentian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua, dan
    perlindungan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
    tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan
    dalam Peraturan Pemerintah ini.
    Pasal 364
    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
    diundangkan.
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
    pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
    penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 30 Maret 2017
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    ttd
    JOKO WIDODO
    Diundangkan di Jakarta
    pada tanggal 7 April 2017
    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
    REPUBLIK INDONESIA,
    ttd
    YASONNA H. LAOLY


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo