• Breaking News

    Apa Yang Dimaksud PPh Pasal 21/26? Dasar Hukum, Tarif hingga Perhitungan


    Galih Gumelar - Apa Yang Dimaksud PPh Pasal 21/26? Dasar Hukum, Tarif hingga Perhitungan
    Dewasa ini, istilah Pajak Penghasilan (PPh) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat, khususnya wajib pajak. Kendati demikian, masih ada beberapa dari mereka yang belum mengetahui lebih dalam mengenai pajak ini padahal PPh menjadi salah satu komponen penting yang berkaitan dengan pemotongan atas gaji, upah, imbalan, dan sejenis lainnya.


    PPh didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh, baik orang pribadi ataupun badan dalam satu tahun pajak. Pemungutan atas PPh tidak hanya dilakukan atas gaji, melainkan dikenakan atas laba usaha, honorarium, hadiah, hingga penghasilan sejenis lainnya. PPh ini memiliki jenis Pasal, meliputi Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 (2), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 15, dan Pasal 29. Namun, pada artikel kali ini akan membahas PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26, mari simak penjelasannya berikut ini.


    Dasar Hukum PPh 21/26

    Pada awalnya dasar atau payung hukum PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 telah diatur dalam UU Pajak Penghasilan Nomor 7 Tahun 1983, namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan dan penyempurnaan yang meliputi:




    Perubahan pertama diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1991;

    Perubahan kedua diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 1994;

    Perubahan ketiga diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2000;

    Perubahan keempat diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008.


    Selanjutnya, kembali disempurnakan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Nomor 11 Tahun 2020 yang kemudian di harmonisasikan dan diresmikan menjadi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021.


    Mengenal Apa Itu PPh Pasal 21

    PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) Dalam Negeri. PPh 21 ini memotong atas gaji, upah, imbalan, honorarium, tunjangan, hingga penghasilan sejenis lainnya yang menambah kebutuhan ekonomi dan tentunya perolehan diterima berkaitan dengan pekerjaan ataupun jasa yang dilakukan.


    Dalam PPh 21 ini terdapat pengenaan tarif hingga subjek maupun objek pajak. Berikut penjelasannya:


    1. Tarif PPh 21

    Dalam perhitungan PPh 21, terdapat tarif yang dikenakan. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 17 dimana perhitungan tarif menggunakan tarif progresif. Mengenai tarif tersebut terdapat pembaruan pada tiap lapisan tarif progresif PPh 21 yang telah diatur berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021. Peraturan tersebut telah merevisi lapisan pajak mulai dari lapisan 1 hingga 4, serta menambahkan 1 lapisan pajak, sehingga menjadi:


    Lapis I (5%) = PKP ≤ Rp60juta

    Lapis II (15%) = Rp60 juta < PKP ≤ Rp250 juta

    Lapis III (25%) = Rp250 juta < PKP ≤ Rp500 juta

    Lapis IV (30%) = Rp500 juta < PKP ≤ Rp5 miliar

    Lapis V (35%) = PKP > Rp5 miliar.


    2. Subjek Pajak dan Objek Pajak

    Dalam memungut pajak, tentunya pemungut harus mengetahui siapa yang dipungut (subjek) dan apa yang dipungut (objek). Pada PPh 21 ini yang menjadi subjek pajak ialah wajib pajak orang pribadi seperti, pekerja atau karyawan, pensiunan, penerima pesangon, penerima jaminan hari tua, bukan pegawai namun memperoleh penghasilan dalam pemberian jasa, hingga ahli waris.


    Adapun, objek dari PPh 21, yang mana secara umum merupakan penghasilan yang diterima/diperoleh. Tetapi, Penghasilan yang dikenakan atas PPh 21, meliputi:


    Penghasilan yang diperoleh pegawai/karyawan tetap, baik penghasilan diterima secara berkala maupun tidak;

    Dana pensiunan atau penghasilan sejenis lainnya;

    Uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan pembayaran sejenis lainnya;

    Penghasilan tenaga kerja lepas, seperti penerimaan upah harian/mingguan, upah satuan/borongan hingga upah yang dibayarkan tiap bulan;

    Imbalan yang diberikan kepada bukan karyawan, dalam bentuk honorarium, komisi atau fee, dan imbalan sejenis lainnya dengan nama dan bentuk apapun yang diberikan sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

    Imbalan yang diterima peserta kegiatan, seperti uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah ataupun penghargaan dengan nama dan bentuk apapun, dan imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.

    Sementara itu, terdapat penghasilan yang dikecualikan atas pengenaan PPh 21, antara lain:



    Santunan yang diberikan oleh perusahaan asuransi;

    Penerimaan natura/kenikmatan dalam bentuk apapun, baik barang, jasa, uang yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, termasuk PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja maupun pemerintah;

    Zakat yang diberikan oleh Badan atau lembaga zakat yang telah disahkan oleh pemerintah serta sumbangan keagamaan;

    Beasiswa.

     
    Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 

    Terdapat tiga cara untuk menghitung pajak penghasilan pasal 21, di antaranya: 




    Metode Gross  


    Metode gross atau gaji kotor tanpa adanya tunjangan pajak merupakan metode perhitungan PPh 21 dengan karyawan yang menanggung PPh 21 secara mandiri, sehingga gaji yang diperoleh belum dipotong PPh 21.  


    Contoh: 

    Jessica merupakan karyawan dengan status lajang  atau tidak menikah (TK/0) telah memperoleh gaji sebulan sebesar Rp8.000.000,00, sehingga perhitungan besaran pajak yang wajib disetorkan dan gaji bersih yang diterima oleh Jessica adalah: 


    Gaji pokok = Rp8.000.000,00 per bulan atau Rp96.000.000,00 setahun.


    Dengan tarif PPh sebesar 15%, sehingga PPh 21 yang disetor selama setahun adalah sebesar Rp14.400.000,00 atau Rp1.200.000,00 per bulan dan gaji bersih yang diterima oleh Jessica  adalah sebesar Rp6.800.000,00. 


    Metode Gross Up  


    Metode gross up atau sering disebut gaji bersih dengan tunjangan pajak merupakan metode perhitungan PPh 21 dengan menaikkan gajinya terlebih dahulu sebesar pajak yang akan dipotong. 


    Contoh: 

    Diana merupakan seorang karyawan swasta yang masih lajang (TK/0) telah memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 10.000.000,00. Jadi, pajak yang dikenakan adalah Gaji pokok sebesar Rp 10.000.000,00 per bulan atau Rp 120.000.000,00 per tahun dengan tarif PPh sebesar 15% serta tunjangan pajak dari perusahaan per bulan sebesar  Rp825.000,00 atau Rp9.900.000,00 per tahun.


    Sehingga, total gaji bruto Diana per bulan adalah sebesar Rp10.825.000,00 dan besaran PPh 21 per bulan yang harus dibayarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp825.000,00. Dengan demikian, gaji bersih yang diperoleh Diana per bulan sebesar Rp 10.000.000,00 




    Metode Net  


    Metode net atau gaji bersih dengan pajak yang ditanggung oleh perusahaan merupakan metode perhitungan PPh 21 dengan karyawan memperoleh gaji bersih yang pajaknya sudah ditanggung oleh perusahaan.  


    Contoh: 

    Rama merupakan seorang karyawan dengan status lajang (TK/0) memperoleh gaji bulanan sebesar Rp 20.000.000,00, jadi perhitungan PPh 21nya adalah sebagai berikut: 


    Gaji pokok Rama atau gaji bruto per bulan adalah sebesar Rp20.000.000,00 atau Rp240.000.000,00 per tahun dengan tarif PPh 21 yang dikenakan adalah sebesar 15%.


    Sehingga, PPh yang ditanggung oleh perusahaan sebesar Rp 36.000.000,00 per tahun atau Rp 3.000.000,00 per bulan. Besaran PPh 21 yang harus dibayarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp3.000.000,00 per bulan serta gaji bersih yang diperoleh oleh Rama adalah sebesar Rp20.000.000,00 per bulan.  



    Mengenal Apa Itu PPh Pasal 26

    PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) dari Indonesia. Adapun, pengecualian pengenaan PPh 26, yakni pada BUT (Badan Usaha Tetap) yang berada di Indonesia. Hal ini lantaran, BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya sebanding atau dipersamakan dengan subjek pajak badan. Dalam PPh 26 ini terdapat pengenaan tarif dan objek pajak hingga subjeknya. Berikut penjelasannya:


    1. Tarif dan Objek PPh 26

    Tarif dikenakan sebesar 20% (bersifat final) atas jumlah bruto dan objek PPh pasal 26 meliputi:

    Dividen;

    Bunga, diskonto, premium, insentif yang berkaitan dengan jaminan bayaran pinjaman;

    Sewa, royalti, ataupun penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan aset;

    Insentif yang memiliki keterkaitan dengan pekerjaan, jasa, maupun kegiatan yang dilakukan;

    Hadiah ataupun penghargaan;

    Pensiun yang diperoleh secara berkala;

    Premi swap maupun transaksi pelindung lain (asuransi);

    Pemerolehan untung dari penghapusan utang.


    Selanjutnya, pengenaan tarif 20% (bersifat final) atas penghasilan atau laba bersih yang diperoleh WPLN, meliputi:



    Penghasilan atas kegiatan atau transaksi jual aset di Indonesia.

    Premi asuransi serta reasuransi yang dibayarkan secara langsung ataupun dengan pialang terhadap perusahaan asuransi luar negeri.

    Adapun, yang perlu diperhatikan mengenai pengenaan tarif. Berikut beberapa kriterianya:


    20% atas laba bersih belaku juga atas pengalihan atau penjualan saham yang dibangun/berada di negara yang memiliki perlindungan pajak, termasuk BUT di Indonesia.

    20% atas penghasilan kena pajak yang dikurang pajak, termasuk dalam BUT yang dibangun/berada di Indonesia. Namun, tidak berlaku bagi wajib pajak yang menanamkan kembali penghasilannya di Indonesia.

    Tax treaty yang dilakukan atas kesempatan bersama (Indonesia dengan negara lainnya). Dimana tarifnya dapat berkurang dari 20%, atau bahkan bisa mencapai 0%.



    Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26  

    Contoh Kasus: 

    PT Serta Jaya mempunyai wakil di luar negeri dan mengasuransikan gedung kantor ke perusahaan di negeri tersebut. PT Serta Jaya melakukan pembayaran premi di tahun 2021 dengan nominal Rp800.000.000,00. Maka, perhitungan PPh 26 adalah sebagai berikut: 


    Perkiraan penghasilan PT Serta Jaya = 50% x Rp800.000.000,00 = Rp400.000.000,00 


    Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh 26) = 20% x Rp400.000.000,00 = Rp80.000.000,00 


    Diperoleh informasi bahwa  PT Serta Jaya juga mengasuransikan gedung ke perusahaan Indonesia dengan premi sebesar Rp800.000.000,00. Perusahaan bisa reasuransi ke perusahaan di luar negeri dan hanya membayar Rp400.000.000,00. Dengan perhitungan PPh 26nya adalah sebagai berikut: 

    Perkiraan penghasilan bersih = 10% x Rp400.000.000,00 = Rp40.000.000,00 

    Pajak Penghasilan Pasal 26 PT Serta Jaya = 20% x Rp40.000.000,00 = Rp8.000.000,00.



    Hitung-Bayar-Lapor PPh bersama e-PPT Pajakku

    Walaupun perhitungan PPh Pasal 21/26 terlihat mudah, namun kenyataannya menghitung PPh 21/26 sebenarnya cukup merepotkan. Terlebih bagi badan usaha yang mengurus kewajiban perpajakannya tanpa dibantu konsultan atau tidak memiliki karyawan yang memiliki keahlian khusus dalam mengurus perpajakan. Untuk itu permudah perhitunganmu dengan layanan aplikasi e-PPT Pajakku.


    e-PPT Pajakku merupakan platform pengolahan seluruh PPh termasuk PPh Unifikasi secara menyeluruh dari Hitung-Bayar-Lapor kapan saja dan di mana saja. e-PPT Pajakku juga telah lolos Uji Teknis DJP (BA No. 9/PJ.10/2016) dengan lisensi resmi DJP SK KEP-211/PJ/2022.


    e-PPT telah terintegrasi langsung dengan server Direktorat Jenderal Pajak, sehingga tidak hanya menghitung, namun juga bisa membayar PPh dan melaporkan langsung kepada DJP. Dengan e-PPT menghitung pajak menjadi mudah karena dilakukan secara elektronik, sistematis, tanpa tanda tangan, dan ekspor/impor data dilakukan secara pararel.


    Adapun fitur-fitur yang dapat membantumu, seperti:


    • Multi-NPWP

    • Multi-Pasal PPh

    • Multi-User (Tax admin)

    • Pengaturan hak akses/user role

    • Manageable Bukti Potong

    • Output format CSV siap lapor ke E-Filing

    • Impor/ekspor data secara multi NPWP- Multi Pasal PPh

    • Penyimpanan Tanda tangan elektronik

    • Dapat diakses dimana saja (web base/cloud).

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Feng Shui

    Otomotif

    Promo